Kamis, 01 Desember 2016

MENSASTRAKAN “PELANCONGAN” PENYAIR DI MALAM PUISI SUNGAI MELAKA 2016

OLEH: ABRAR KHAIRUL IKHIRMA - INDONESIA


Keberadaan sungai, tidak hanya sekadar aliran air dari hulu ke muara. Di kiri kanannya hidup manusia dan berdiri pemukiman. Pintu keluar masuk menuju pedalaman. Salahsatunya Sungai Melaka di nusantara ini. Memiliki perjalanan sejarah yang panjang dari zaman ke zaman. Melahirkan sejarah kehidupan kekuasaan dan konflik kepentingan. Sesuai dengan posisinya yang strategis di Selat Melaka.




Bermula dengan postingan Lily Siti Multatuliana ---teman di fb-ku, ketika aku barusaja kembali dari mengikuti Anugerah Puisi Dunia Numera 2014 di Kuala Lumpur. Postingan itu sekitar keikutsertaannya pada kegiatan Festival Sungai Melaka akhir tahun tersebut. Lebih jauh, aku pun mengetahui bahwa Persatuan Penulis Negeri Melaka, PENAMA, berperanserta pada festival itu dengan mengadakan kegiatan Malam Puisi Sungai Melaka.

Lily warga Indonesia yang menetap di Melaka itu, "menawarkan" padaku kembali datang ke Malaysia. Beliau mengabarkan di Melaka akan ada Malam Puisi Sungai Melaka 2014. Aku memang tertarik menjejak Melaka, apalagi dapat hadir pada kegiatan kesastraan. Sayang aku baru mengetahui adanya event itu, aku tidak memiliki persiapan apa-apa. Sehingga tidak semudah itu aku dapat bepergian dalam waktu mendadak, apalagi kegiatannya berada diluar Negara sendiri.

Nama Melaka dalam sejarah nusantara sudah lama kuketahui semenjak bersekolah dasar. Karena memiliki keterkaitan sejarah dengan Indonesia. Berkait dengan Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Mengalami fase jatuhnya Melaka ke tangan Portugis yang menaklukan Melaka tahun 1511. Lalu jatuh lagi ke tangan penaklukan Belanda 14 Januari 1641. Sejak itu Melakapun dibawah kendali Syarikat Hindia Timur Belanda.

DATUK OTHMAN MOHAMAD

Sekaitan Napoleon menyerang Belanda, semua kekuasaan Belanda akhirnya diserahkan kepada Inggris daripada jatuh ke tangan Perancis, termasuk Melaka pada tahun 1795. Inggris menguasai Melaka sampai tahun 1818. Ketika berakhir perang Napoleon di Eropa, Melaka dikembalikan Inggris kepada Belanda. Tujuh tahun berikutnya Belanda dan Inggris membuat perjanjian London 1824, dimana Melaka diserahkan kepada Inggris dan Inggris menyerahkan Bengkulu –Bencoolen (Sumatera, Indonesia) kepada Belanda.

Sungai Melaka tak bisa dipisahkan dengan Negeri Melaka. Sungai itu selain sebagai bahagian kehidupan, juga merupakan jalur setiap perubahan-perubahan bagi Melaka. Dengan perkembangan Melaka menjadi salah satu negeri dalam persekutuan Malaysia, peranan Sungai Melaka adalah penting sebagai daya tarik terhadap kota ini dalam konteks kepariwisataan. Sepanjang kiri kanan Sungai Melaka terdapat tapak-tapak sejarah bagi Melaka. Terutama di Bandar Hilir, pada masa silam semasa di tangan Portugis didirikan benteng tangguh “A Famosa,” pertahanan menghadapi serangan masyarakat Melayu dan serangan dari luar yang ingin merebut Kota Melaka.

Nasib Sungai Melaka pada masa lalu, juga memiliki nasib yang sama terjadi di berbagai tempat. Ketika sarana transportasi melalui sungai, secara drastis berpindah ke darat. Sesuai dengan kebutuhan perkembangan pembangunan, sarana jalan-jalan penghubung dibangun untuk memudahkan lalulintas manusia dan barang. Dengan sendirinya, peranan sungai tidak lagi andalan utama bagi masyarakat. Konon Sungai Melaka pernah mengalami dilema demikian, apalagi jalur sungai melalui kawasan perkotaan dengan pertambahan manusia dan pertumbuhan bangunan. Memberi pengaruh besar pada keterjagaan sungai.

SUNGAI MELAKA

Dua kali kesempatan berkunjung ke Melaka dengan tahun yang berbeda, Sungai Melaka kini sudah dianggap penting sebagai bahagian keindahan kota. Pentingnya kehadiran Sungai Melaka, terlihat dikelola menjadi salah satu daya tarik pelancongan. Sehingga baik dari hulu sampai ke hilir kiri kanan sungai, ditata agar terlihat bersih dan indah. Tak dapat dipungkiri banyak kota-kota di dunia terinspirasi Kota Venesia, mengelola kotanya yang berada di kawasan air seperti di Melaka ini.

Kehadiranku di Melaka berkaitan untuk menghadiri “Malam Puisi Sungai Melaka 2016.” Sebuah acara kesastraan yang aku sendiri memang ingin menghadirinya. Tentu saja untuk melihat perbandingan dan silaturahmi. Mengingat, dalam masa beberapa tahun terakhir ini, pergerakan aktifitas kesastraan antara Malaysia dan Indonesia mengalami “titik puncak” perkembangan. Tanpa menghitung dan mengukur kualitas dan keberhasilan. Hampir setiap waktu terselenggara antar kedua Negara, kegiatan-kegiatan kesastraan, dengan memanfaatkan berbagai momentum yang relevan.

Itu artinya, pertumbuhan semangat aktifitas kesastraan tak dapat terlepas dari semangat kepariwisataan. Keduanya memiliki keterkaitan. Apalagi didasari sebagai satu “keserumpunan” Melayu di alam nusantara. Satu sama lain saling mengunjungi. Saling berbagi informasi dan saling berupaya untuk berpacu dalam bergiat dan berkreativitas.

NOORHAFIZAH BADALESHAH

Menyadari pergerakan kepariwisataan dunia dalam menggerakkan ekonomi setiap Negara, Malaysia khususnya Negeri Melaka sadar, posisi strategis dan jejak sejarah serta nama Melaka sudah merupakan kekayaan berharga. Merawat dan mengembangkan dalam kaedah pariwisata, akan mengalirkan pelancong dari berbagai bangsa untuk datang ke Melaka. Bangunan-bangunan, lokasi tapak sejarah, ketersediaan akomodasi dan konsumsi, pelayanan dan kemudahan, kenyamanan pun keamanan, diperhatikan secara sinergi. Termasuk mengelola kawasan Sungai Melaka menjadi perhatian sangat penting.

Sebagaimana berlaku di berbagai belahan dunia, setiap Negara berupaya berpacu merebut perhatian masyarakat dunia. Merebut minat mereka untuk datang melancong ke Negara masing-masing. Kini Melaka hampir tiap hari terus datang silih berganti pelancong antar bangsa dan Negara. Perpacuan merebut daya tarik itu, di berbagai Negara tak cukup hanya mengandalkan potensi alam, tapak-tapak sejarah peradaban, kemudahan-kemudahan tapi perlu “dihidupi” dengan event-event memanfaatkan berbagai momen. Event yang tidak hanya lagi terbatas nasional tapi bertaraf internasional.

ABRAR KHAIRUL IKHIRMA

Aku kira, seperti hal itulah yang hendak dituju diselenggarakannya seperti  “Sungai Melaka International Festival 2016,” pada 1 – 18 September 2016, bertempat di Dataran Restoran Melayu, Kg. Morten, Melaka. Menghidupkan kekayaan warisan sejarah sebagai salah satu Kota Tua di nusantara. Acara Malam Puisi Sungai Melaka 2016 merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari festival besar tersebut. Sudah tepat PENAMA yang merupakan Persatuan Penulis Negeri Melaka, memanfaatkan peluang untuk ambil bagian dari momentum festival ini, yang diselenggarakan dari tahun ke tahun. Demi memajukan kesastraan dan potensi kesenian.

Tercatat pada 27 Juni 2010, bertempat di belakang Museum Samudera Sungai Melaka di Bandar Hilir, Penama tampil memeriahkan festival. Menampilkan kesenian dendangan, syair, nazam, gurindam dan puisi modern. Tahun 2011 di Taman Rempah, Melaka. Merujuk berita portal www.utusan.com.my, pada penyelenggaraan 2012 Penama berhasil meraih kegemilangan, “Malam Puisi Sungai Melaka anjuran Persatuan Penulis Negeri Melaka (Penama) yang mengumpulkan lebih 10 pemuisi terkenal negeri ini Berjaya mencuri tumpuan lebih 2.000 pengunjung.”

MOHAMAD MUSIP

Menghadiri Malam Puisi Sungai Melaka 2016, pada 18 September 2016 di Dataran Restoran Melayu, Kg Morten, Melaka, tepatnya di salah satu tepian Sungai Melaka bahagian hulu, bagiku merupakan suatu peristiwa sastra yang perlu dikelola dengan baik. Kegiatan kesastraan memang dalam hal tertentu memerlukan perkawinan dengan seni pertunjukan. Dimana seni pertunjukan dihadirkan ke tengah-tengah masyarakat ramai. Masyarakat yang terdiri dari berbagai latarbelakang, pendidikan, pengetahuan, minat dan kepentingan, bertemu pada satu tempat yang sama.

Walau pun pembacaan puisiku tidaklah baik, aku mendapat kesempatan menjadi salah seorang pembaca puisi dalam momen ini. Menjadi satu-satunya pembaca yang datang dari luar Melaka dan Malaysia. Akan lebih baik, ke depannya, Penama sebagai penaja acara ini, secara alamiah juga mengundang para pembaca-pembaca puisi dari berbagai Negara serumpun. Sehingga kegiatan tahunan ini benar-benar Berjaya sebagai salah satu kegiatan representative kesastraan di tanah air.

NAZAM

Selain menampilkan sketsa teaterikal, nyanyian, nazam dan baca puisi, juga ditampilkan para pemenang lomba baca puisi di Malam Puisi Sungai Melaka 2016 ini. Turut membaca puisi Datin Wira Halimah binti Baba, isteri Ketua Penama yang merupakan juga Speaker Dewan Undangan Negeri, Datuk Othman Muhamad. Termasuk Mohamad Musip dan Lily Siti Multatuliana SutanIskandar. Hadir juga Ketua Pegawai Eksekutif Perbadanan Pembangunan Sungai dan Pantai Melaka (PPSPM) dan Pengarah Dewan Bahasa Pustaka (DBP) Wilayah Selatan. Para seniman-seniman Melaka.

Dalam kesempatan ini, aku membacakan sepenggal dari puisi panjangku, “7 Potret Pelancong Melaka dalam Secangkir Kopi.” Puisi yang kutulis sebelum kedatanganku ke Melaka ini. Rupanya malam itu para pembaca puisi yang lain juga membacakan puisi yang bertemakan sama. Cik Awi, salah seorang pengerusi Penama dalam kesempatan sebelumnya, dalam pembicaraan lepas,  pernah melontarkan gagasan di tahun 2017 puisi-puisi yang dibacakan akan diterbitkan ke dalam sebentuk buku.




Yang menarik dan patut dicatat dari peristiwa Malam Puisi Melaka 2016 ini ialah dengan momen ini dapat dijadikan tantangan bagi para penyair dalam berkarya puisi. Tantangan itu yakni tema puisi adalah perihal Sungai Melaka dan Melaka. Sehingga lewat peristiwa ini dari tahun ke tahun, kita akan mendapati karya puisi Sungai Melaka dan Melaka dalam pandangan seorang penyair. Sungai Melaka menjadi inspiratif bagi kelahiran karya-karya sastra. Menjadi sumbangan bagi kepariwisataan dunia yang tak hanya fisikal tetapi pandangan, pikiran, seni dan penghayatan.(*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar