Minggu, 18 Desember 2016

SUARA AIR DISELA BATU, GERIMIS DATANG DI LEMBAH BUJANG



Hari ini kami berkunjung ke Lembah Bujang. Memasuki kawasan muzium arkeologi. Sisa-sisa jejak sejarah peradaban tua, terutama yang berkait dengan Kedah di masa lalu.




Untuk mencapai Lembah Bujang dari Alor Setar, ibu Negeri Kedah Darul Aman, lumayan jauh. Tapi karena jalan yang mulus dan tidak ramai kendaraan, terasa menyenangkan. Terlebih-lebih sepanjang jalan, kiri dan kanan mudah dijumpai kehijauan pohon, pemukiman penduduk, termasuk areal persawahan yang menyejukkan mata.

Dalam perjalanan, kami menyempatkan diri singgah makan di kedai makan siang yang sederhana. Lalu melanjutkan lagi perjalanan. Mengingat waktu sholat zhuhur, kami berhenti sholat sejenak di Masjid As-Syakirin, Kampung Singkir Laut, Bedong, Kedah Darul Aman. Bersholat di bahagian teras masjid saja. Untuk masuk ke bahagian dalam masjid, pintu dalam keadaan berkunci. Walau pun hanya di teras, tersedia karpet untuk bersholat.

Mendekati Lembah Bujang, pepohonan dan perkebunan tumbuh subur di kiri dan kanan jalan. Cahaya matahari siang malu-malu. Hingga akhirnya sampai di titik tujuan, gerimis turun. Di Lembah Bujang ini merupakan lokasi Museum Arkeologi yang dimiliki Negeri Kedah, Malaysia.

Museum Arkeologi Lembah Bujang terletak berhampiran dengan Sungai Batu, Bukit Batu Pahat, Merbok, Kedah. Museum ini dikelola oleh Kementerian Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia. Kompleks arkeologi ini seluas tiga kilometer persegi. Ia terletak dalam kawasan ladang kelapa sawit. Terdapat 97 tapak kajian yang menjadi kunci untuk membuka sejarah tamadun awal negara.




Aku memasuki bangunan utama museum. Dalam bangunan utama ini, tersimpan artefak-artefak zaman batu, penemuan-penemuan berkat upaya para ahli peneliti sejarah. Terdapat juga keterangan-keterangan mengenai penemuan. Kedatanganku tidak hanya aku sendiri. Ada ramai pengunjung lain. Terutama rombongan Negara jiran dari Malaysia, yakni pelancong dari Thailand. Tampaknya mereka sangat serius memperhatikan koleksi museum dan mendiskusikannya.

Melihat isi koleksi museum, serasa museum ini tak cukup luas menampungnya. Namun luas bangunan yang tak terlalu besar ini, sama sekali tak terasa sempit. Bahkan aku serasa memasuki masa silam berada di dalam museum. 

Setelah puas melihat koleksi museum dalam bangunan itu, kami pun keluar. Lalu berjalan di udara terbuka kawasan museum. Deru air di sungai nun di bahagian bawah lereng bukit, terdengar jelas. Airnya jernih, mengalir disela-sela batu. Pepohonan tumbuh dengan rimbun. Namun lingkungan museum tampak terawat dengan baik. Bersih dan tak menakutkan. Malahan suatu tempat yang nyaman untuk bersantai kala waktu senggang.

Dalam kawasan Lembah Bujang terdapat 4 buah candi, yang kini diselamatkan sebagai tapak sejarah. Posisi candi Batu Pahat letaknya di ketinggian lereng. Ada jalan setapak bagi pengunjung untuk mencapainya. Jaraknya tidak jauh dari bangunan utama. Suatu hal yang menyenangkan aku dapat melihat langsung kondisi candi ini. Namun tidak bisa berlama-lama. Tiba-tiba hujan turun menderas. Sehingga terpaksa kembali menuruni lereng dan berlari ke salah satu gazebo terdekat.


CANDI BATU PAHAT: AKU - AMELIA HASHIM - ANDHYKA


Museum ini memaparkan perspektif sejarah arkeologi, antropologi dan sosiologi masyarakat Melayu yang tinggi dan lama di Asia Tenggara. Museum ini pada zaman dahulu terletak di tengah-tengah pusat perdagangan dan pembangunan tamadun yang terawal di Semenanjung Tanah Melayu dengan monument dan batu bersurat, berusia lebih 1.900 tahun. Penemuan ini ditemukan oleh sejumlah ahli arkeologi Universiti Sains Malaysia (USM). Konon dari masa jejak sejarah ini, terhubung lebih lanjut kepada “Empayar Sri Vijaya.”

Museum Arkeologi Lembah Bujang ini, merupakan jejak bukti sejarah terbentuknya Negeri Kedah, diperkirakan sudah sejak  tahun 110 Masehi. Merupakan salah satu negeri tertua. Museum ini mulai didirikan sejak tahun 1978.

Sayang sekali, cuaca tidak berpihak kepada kami. 07 September 2016.
Sejak mula datang, sudah dalam situasi mendung. Hujan seketika turun, kemudian menyisakan rinai…, Haripun segera perlahan menjadi petang.

Walau pun tak semua dapat dikunjungi dalam kesempatan ini dalam waktu yang singkat tapi aku berterimakasih kepada Amelia Hashim ---penulis wanita Malaysia, yang telah membantu perjalanan budaya ini. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar