Sabtu, 10 Desember 2016

GUNUNG KERIANG MUSEUM PADI, PANDANG LAPANG DI HATI



Bangsa di nusantara merupakan bangsa agraris. Hidup dengan dunia bercocok tanam. Mulanya hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, namun perkembangan zaman, menjadikan pertanian dengan lahan produksi yang dapat juga dinikmati kebutuhan luar. Kedah merupakan negeri di utara Malaysia, memiliki lahan pertanian sangat luas. Sampai hari ini, masyarakatnya masih menggarap lahan-lahan persawahannya. Merupakan daerah lumbung beras bagi Malaysia.




Selama berada di Negeri Kedah, aku berkesempatan untuk dibawa penulis wanita Malaysia asal Kedah, Amelia Hashim ke daerah Gunung Keriang. Di sekitar Gunung Keriang terdapat areal persawahan sejauh mata memandang. Masyarakat masih bergiat dengan tanaman padi. Pun pertaniannya sudah tidak lagi dengan cara tradisionil. Sudah memakai alat-alat pertanian moderen dengan memanfaatkan pengembangan teknologi mesin.

Dalam perjalanan, aku dapat melihat di areal persawahan, ada yang memasuki masa tanam, ada yang sudah tumbuh subur, bahkan akan memasuki masa panen. Di beberapa lokasi malahan sudah ada lahan yang siap panen.



Bagi yang terbiasa berutinitas di daerah perkotaan, disesaki pemandangan dengan bangunan-bangunan beton dan kesibukan lalulintas yang ramai, Negeri Kedah semacam kawasan Gunung Keriang ini, sungguh tepat sebagai tujuan berwisata.

Melepas pandangan, menikmati kesegaran udara dan merasa nyaman dengan suasana yang tenang.

Jalan yang kami lalui hampir tidak ramai bahkan terasa sepi. Cuaca memang tidak mendukung. Kami harus pula melintasi hujan dan cuaca mendung. Kadang terindukan sinar matahari dapat hadir saat ini. Sayang memang begitulah kondisi cuaca kedatanganku selama berada di Negeri Kedah. Hampir-hampir selalu bertemu hujan. Nyaris tak menemu cahaya terang dari sinar matahari secara sempurna.




Tujuan utama ke Gunung Keriang, sebuah gunung yang terdapat di Negeri Kedah Darul Aman, Malaysia.

Gunung Keriang berketinggian sekitar 217.92 meter. Berada di tengah-tengah areal persawahan di Kedah.

Gunung ini merupakan sebuah bukit batu kapur purba, berasal sejak zaman Permian (sekitar 250 juta tahun) dan Early Triassic conodonts, di barat laut Semenanjung Malaysia.

Gunung Keriang disebutkan merupakan paling ke selatan dari pembentukan batu kapur chuping. Dipercaya akibat air laut susut, sehingga membentuk sebuah pulau, yang akhirnya menjadi sebuah gunung, seperti masa ini dikenali sebagai Gunung Keriang.



Dalam catatan hasil penelitian, dijelaskan Gunung Keriang terdapat 10 jenis batu yang berlainan.

Berbagai jenis batu yang menarik ini, menjadikan Gunung Keriang merupakan sebuah warisan geologi unik bagi usaha-usaha penyelidikan dan kajian bagi para peneliti. Gunung yang perlu dilindungi.

Di tengah areal persawahan, tak berapa jarak dari kaki Gunung Keriang berdiri bangunan berarsitektur seperti tumbuhan cendawan. Bangunan menghadap ke gunung tersebut. Museum Padi. Sebuah museum pertanian.

Andaikan ayahandaku masih hidup, tentulah akan kuceritakan perihal museum ini. Karena ayahku di masa hidupnya pernah berkeliling ke sejumlah Negara Asean, studi banding tentang pertanian. Pastilah beliau teramat gembira, aku dapat mencapai lokasi pertanian dan mengenal pertanian.



Di halaman depan Museum Padi, berada di salah satu sisi tangga terlihat seorang petani sedang membajak sawah. Bajak yang ditarik memakai seekor kerbau. Walau pun itu hanya berupa patung, namun terasa nyata bila dilihat sepintas.

Pengunjung harus menaiki anak tangga untuk mencapai pintu masuk museum yang berada di lantai 2 bangunan utama. Museum terasa lapang dengan tata ruang yang melingkar.

Penataan teks, foto dan koleksi tidak sesak tapi cukup memberikan gambaran perihal pertanian sebagaimana umumnya di nusantara. Meskipun museum ini berupa museum pertanian Negeri Kedah.


Ketika memasuki lantai dasar museum, dipajang peralatan pertanian tradisionil, beberapa gambaran kehidupan masyarakat petani, juga contoh-contoh berbagai jenis beras berasal dari tanaman padi.

Sementara di lantai dua museum, diputar film melalui layar screen film documenter pertanian di Negeri Kedah. Pun pada salah satu bilik, terpajang documentasi bendungan raksasa yang dibangun semasa pemerintahan Perdana Menteri Malaysia, DR Mahathir Mohamad. Bendungan yang berguna mengaliri kebutuhan air untuk areal pertanian di Kedah.

Daya tarik utama Museum Padi Negeri Kedah ini, terletak di lantai tiga bangunan museum. Dari lantai 2 pengunjung harus menaiki anak tangga melingkar, tangga yang dibuat seolah-olah pengunjung memasuki gua batu. Sehingga rasa enggan dan lelah menaiki anak tangga, menjadi sebuah tantangan suasana yang teramat berkesan.

Ketika berada di ujung tangga, aku terkesima, saat menemukan suasana yang lapang terbentang di hadapan. Berada di lantai 3 museum ini, ternyata seakan-akan sudah berada di puncak Gunung Keriang gunung yang terletak di depan museum. Dari puncak “Gunung Keriang” terlihat sekeliling bentangan wilayah pertanian yang maha luas areal pertaniannya.


ANDHYKA NUGRAHA, AMELIA HASHIM, ABRAR KHAIRUL IKHIRMA


Diorama di “Puncak Gunung Keriang,” pada lantai 3 museum ini, mengandalkan kekuatan tiga dimensi lukisan, sehingga seakan benar-benar nyata. Pandangan mata seakan lepas memandang dari ketinggian alam sekitar. Termasuk dengan lantai yang berputar, sebagai suatu hasil teknologi, agar berada di lantai ini membawa pengunjung dalam suasana bertamasya di alam pedesaan.

Sejak awal kedatangan, hujan menderas. Pun karena tidak tergesa-gesa, aku dapat menikmati suasana museum ini dengan baik. Suasana yang nyaman bagi orang semacamku ini. Sambil bersantai di bahagian depan di pintu masuk, rombongan anak-anak sekolah dalam suasana hujan pun datang. Mereka berlarian memenuhi tangga naik, sampai antri memasuki museum. Luarbiasa. Museum sebagai suatu sarana pendidikan agar generasi mengenal potensi pertanian mereka.

Aku tidak merasa rugi berhabis waktu berkunjung ke museum ini. Semoga museum ini tetap terjaga dengan baik oleh pihak kerajaan dan selalu dapat dikunjungi oleh banyak orang.



Ketika hujan sudah reda, kemudian menuruni anak tangga di depan pintu masuk sekaligus sebagai pintu keluar, terus berjalan ke salah satu sisi bangunan museum.

Bangunan terpisah dari bangunan museum ini merupakan tempat pengunjung dapat bersantai. Aku pun makan siang dan menikmati secangkir kopi yang hangat dalam suasana dingin alam kaki Gunung Keriang, ketika di 5 September 2016.

Saat kusempurnakan tulisan ini setelah kembali berada di tanah leluhurku Ranah Minang, tulisan yang mulanya kutulis selama perjalanan budaya di Malaysia, kubalik brosur Museum Padi Negeri Kedah Darul Aman yang pernah kukunjungi. Aku terbaca sebuah patun yang dituliskan di bahagian belakang brosur; “Kalau padi katakan padi, Tidaklah saya tertampi-tampi, Kalau sudi katakan sudi, Tidaklah saya ternanti-nanti.” Aku tersenyum membacanya…. (*)

abrar khairul ikhirma
abrarkhairul2014@gmail.com
Malaysia-Indonesia September – Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar