Selasa, 13 Desember 2016

MENCARI “MAK ITAM” DI MUSEUM KERETA API SAWAHLUNTO



“Mak Itam,” nama legendaries lokomotif berbahan bakar batubara. Lokomotif itu adalah peninggalan zaman perkeretaapian yang dibuka oleh Belanda di Provinsi Sumatera Barat. Relnya membentang dari Kota Sawahlunto ke Padang, Payakumbuh ke Padang dan Sungai Limau-Pariaman ke Padang. Sarana kereta api diawali sebagai alat transportasi pengangkut hasil eksploitasi batu bara dari Sawahlunto menuju pelabuhan kapal Teluk Bayur (Emma Haven) di Kota Padang. Selanjutnya sebagai lalulintas hasil bumi dan manusia.




Selama berada di Kota Sawahlunto, dengan keterbatasan situasi dan kondisi, aku menggunakan kesempatan untuk menelusuri jejak masa silam. Terutama mendatangi jejak kerja Amran Nur, setelah tidak lagi menjadi Walikota Sawahlunto. Amran Nur telah “mendobrak” kebiasaan mentelantarkan peninggalan lama. Apalagi Kota Sawahlunto menghadapi kondisi, dimana kegiatan penambangan batu bara dihentikan. Peninggalan masa lalu itu menjadi inspirasi sebagai seorang kepala daerah, mengubahnya menjadi “permata.” Merenovasi dan membuka untuk umum sebagai museum dan destinasi kepariwisataan. Salah satunya objek Museum Kereta Api Sawahlunto. 

Kehadiran kereta api di Ranah Minang ini dirasakan sangat besar peranannya bagi masyarakat. Membuka keterhubungan dengan banyak daerah. Lalulintas perekonomian pun berkait erat. Sehingga dapat ditelusuri pada kesastraan lisan orang Minang, ada banyak pantun-pantun dilahirkan menyelipkan nama Mak Itam dan kereta api, selanjutnya menjadi dendang di dalam lagu seni tradisi saluang. Bahkan sampai terinspirasi seperti lirik lagu “Kureta Solok” ciptaan seniman Nuskan Sjarif yang dinyanyikan penyanyi Minang legendaries Elly Kasim. Termasuk cerita pendek bersetting kereta api zaman “Mak Itam” ini, pernah ditulis sastrawan dan budayawan besar A.A. Navis dalam kumpulan cerita pendek, “Robohnya Surau Kami.”




Museum Kereta Api Sawahlunto merupakan sebuah setasiun yang termasuk ke dalam Divisi Regional 2 Sumatera Barat dan merupakan salah satu setasiun terminus yang ada di Sumatera Barat. Museum ini terletak di kelurahan Pasar, kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto.

Dengan berjalan kaki dari penginapan, aku ada dua kali pagi selama berada di Kota Sawahlunto mengunjungi Museum Kereta Api. Kali pertama hanya mengitari sekitar setasiun. Bahagian masuk ke dalam lokasi utama, pintu pagar terkunci. Kali kedua, aku dapat mampir agak masuk ke dalam. Terlihat gerbong dari kayu “merana” berhujan berpanas di bawah pohon yang tumbuh dekat rel dalam setasiun. Sejumlah pekerja bangunan sedang bekerja, mengerjakan bahagian belakang bangunan utama, tepatnya antara bentangan rel dengan tanah perbukitan sebagai batas lokasi.




Kehadiran Setasiun Kereta Api Sawahlunto ini, pun setasiun-setasiun yang lainnya di Sumatera Barat tidak terlepas dari hasil kerja seorang insinyur yang bernama DR Jan Willem Ijzerman. Di depan Museum Kereta Api Sawahlunto dibuatkan patung setengah badannya dan ditempatkan sebuah panel merupakan catatan mengenai sejarah adanya kereta api di Sumatera Barat.

DR Jan Willem Ijzerman adalah seorang insinyur utama Jawatan Kereta Api Belanda dan orang yang berpengaruh di balik pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda (Indonesia). Beliau memiliki peran besar dalam pembangunan jalur rel kereta di Sumatera Barat, dimana pembangunannya dilakukan tahun 1887 dimulai dari Pulau Aia Padang. Kemudian Jan Willem memimpin Tambang Batu bara Ombilin di periode awal tahun 1892-1896. Konon selama pembangunannya tidaklah mudah. Harus menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan besar.




Suasana lengang sangat terasa pada saat kunjungan. Pun entah kenapa, terkesan museum seperti setengah hati dilakukan pengelolaannya. Tidak ada kesan berbeda. Entah bagaimana nasibnya kemudian. Waktu berjalan ke belakang, dari jauh saja aku melihat lomotif “Mak Itam” berkurung di salah satu bangunan yang terpisah di salah satu sisi bangunan utama setasiun. 

Di semasa jabatan mendiang Walikota Amran Nur, lokomotif itu berhasil diusahakan untuk dikembalikan dari Pulau Jawa ke Sumatera Barat. Sebab, setelah era kereta api dikalahkan oleh moda transportasi darat, lokomotif Mak Itam, dibawa ke Pulau Jawa.



Aku memang hanya berada disekitar museum saja tidak masuk ke bahagian dalam. Karena saat kedatangan museum dalam keadaan tutup. Konon museum kereta api ini memiliki koleksi berjumlah 106 buah. 

Terdiri dari 5 buah gerbong, lokomotif uap 1 buah (Mak Itam), 2 buah jam, alat-alat sinyal atau komunikasi 34 buah, foto dokumentasi 34 buah, miniature lokomotif 9 buah, brankas 3 buah, 5 buah dongkrak rel, label pabrik 3 buah, 3 buah timbangan, lonceng penjaga dan baterai lokomotif 2 buah. 

Atas gagasan Amrun Nur, setasiun ini berhasil diubah fungsi menjadi museum. Setelah direnovasi dan dilengkapi, akhirnya museum ini berhasil menjadi sorotan media cetak dan elektronik dengan positif, berhasil menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke Kota Sawahlunto. Museum ini diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Muhammad Yusuf Kalla. Menjadi museum  kereta api yang kedua setelah yang pertama dibangun di Ambarawa, kabupaten Semarang, Jawa Tengah dimiliki Indonesia. (*)

abrar khairul ikhirma
sawahlunto 21 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar