Senin, 28 April 2014

Jumpa Teratai Abadi


TERATAI ABADI. Aku ingin bertemu dengannya. Jadilah ia salah seorang yang ingin kujumpai di Kuala Lumpur, selain Dato SN Ahmad Khamal Abdullah dan Ibu Lily Siti Multatuliana Iskandar. Ketiga-tiganya sama sekali belum pernah berjumpa, kecuali mengenal hanya lewat dunia maya fb. Jujur saja… Hasrat ingin berjumpa dan bercakap-cakap langsung dengan ketiga orang itulah, mendasariku untuk mau berangkat hadir di event Anugerah Puisi Dunia Numera 2014, 21-24 Maret, di Kuala Lumpur, Malaysia. Selain itu aku anggap hal biasa. Suatu kebetulan saja.

Aku menerima pertemanan fb dengan Teratai Abadi, saat-saat menjelang keberangkatan ke Kuala Lumpur. Artinya aku sangat baru mengenalnya. Menerimanya di wall ku sebagai teman, semata-mata aku ketahui ia juga memiliki pertemanan dengan Dato dan ibu Lily, dan tentu ia berkait dengan event Numera.


Kuakui saja, sebelumnya ada memang sesekali nama beliau pernah terbaca olehku saat ditandai atau memberi  comen update terkait Dato dan ibu Lily atau Numera mampir di beranda fb ku. Diluar itu aku tidak tahu tentang Teratai Abadi. Dan memang aku tak begitu memiliki kebiasaan memperhatikan hal-hal yang tidak berkait denganku sendiri. 

Setelah wallku dan wall Teratai berteman…., tahulah aku beliau suka update status berupa puisi. Setiap tiba di berandaku, aku selalu membacanya dengan baik. Tidak selintas seperti banyak kulakukan pada sejumlah puisi milik teman-teman. Aku menjadi tertarik menerjemahkan makna di balik bahasa yang dituliskannya. Sepertinya aku menjadi akrab dengan apa-apa yang dituliskan di balik deretan kata-kata yang terangkai dari seorang Teratai Abadi.

Setiap kemunculan updatenya, aku perhatikan begitu ramai klik suka diberikan. Termasuk coment-coment yang sama sekali aku anggap tidaklah apresiatif berkait dengan karyanya. Hanya celetukan terkadang sedikit nakal. Dalam dunia pertemanan fb, aku sudah biasa melihat hal serupa. Terutama jika si pemilik wall memajang foto berwajah cantik, muda dan segar di foto profilnya. Sesuatu yang tak jelas saja update statusnya, sepersekian detik sudah bertubi-tubi berdatangan klik suka atau comen. Tapi aku tak tertarik seperti itu. Aku di fb bukan kategori begitu. Ya, mungkin bukan duniaku… sehingga aku seringkali tak hendak ikut dalam keramaian semacam itu.

Bahkan sudah berteman sekalipun, tak hendak aku terkesima dengan wajah cantik yang menjadi foto profilnya, yang sengaja dibuat tak utuh. Terkesan menyembunyikan jati dirinya yang asli. Aku beranggapan, sangat kontras antara foto dan isi puisinya. Aku anggap saja itu bukan foto beliau si Teratai Abadi. Hal biasa di dunia fb, seseoang memasang foto orang lain. Termasuk tak hendak aku membalik-balik album fotonya untuk memastikan mana dia sebenarnya dan tak hendak menduga-duga yang mana Teratai Abadi itu???



Bukan pula tersebab untuk memastikan siapakah dan bagaimanakah Teratai Abadi makanya aku ingin bertemu langsung ke Kuala Lumpur. Aku ingin berjumpa dengannya. Karena aku tertarik dengan puisi yang ditulisnya, cerita kehampaan dan kisah-kisah pedih di kegelapan.Dunia yang hampir tak semua orang dapat membaca dan mengungkapkan dengan baik. Hanya itu saja. Lain dari itu aku tak memiliki niat apa-apa.

Sebelum berangkat ke airport, aku sempat baca dialog penyair Syarifuddin Arifin dengan Dato bahwa setiba di LCCT Airport Kuala Lumpur, Teratai Abadi yang menjemput. Keluar di pintu kedatangan kebangsaan LCCT, 21 Maret 2014, menuju salah satu sudut café. Ternyata di sudut itu bertemu Ahmad Taufiq dari Jember dan A’yat Khalili dari Madura. Mereka lebih dulu sampai. Juga menunggu jemputan yang sama.

Cukup lama rasanya untuk mendapat kepastian jemputan, sampai akhirnya namaku dipanggil uda Syarifuddin Arifin, (kami datang dengan satu pesawat yang sama) yang berdiri beberapa meter dari sudut café. Aku mendekat. Syarifuddin mengenalkanku pada seorang perempuan. Ternyata perempuan itulah Teratai Abadi yang sudah dijumpai untuk mengantar kami ke penginapan. Aku bersalaman.

Sebagaimana biasanya bila berhadapan dengan perempuan untuk pertamakalinya, aku tak pernah memperhatikan wajah, postur  secara langsung. Hanya sekilas lintas. Bila ditanya gambaran perempuan itu beberapa menit saja setelah bertemu, tak pernah tinggal di otakku. Aku tak bisa menjelaskan secara persis. Seakan aku tak pernah melihat atau pun bertemu. Begitu juga perjumpaan dengan Teratai. Teratai orang pertama yang kukenal saat baru datang ke Kuala Lumpur dalam hidupku!

Sampai kembali ke Indonesia, sama sekali apa yang kuniatkan untuk bercakap-cakap dengan Teratai sejak semula dari Indonesia, tak pernah terjadi, tentang bermula puisi dan kisah-kisah lain pada latar penciptaannya. 

Sepertinya tak ada ruang yang membuat kami bisa bercakap. Aku tidak tahu, apakah karena suasana ataukah memang dia sendiri yang menciptakannya. 

Aku dapat pastikan dia bukanlah seorang perempuan yang sombong dan protek untuk itu.


Ada memang, antara aku dan Teratai pernah bercakap disela berlangsungnya event. Hanya sejumlah perkataan saja. Kuakui semuanya berlangsung sekejap. Pertama di Jeumpa d Romo dan di atas bus menuju KLCC. Teramat berkesan. Aku tak tahu… apakah hal sama juga tercatat bagi Teratai sendiri akan 2 momen itu. Selain dalam sejumlah kesempatan, Teratai tak pernah menolak  berfoto denganku meski selalu menyembunyikan wajahnya, pandang matanya di balik kacamata hitam dan rambut tergerai, meski aku bisa membacanya di balik hal yang diciptakannya sebagai perfomance pada dirinya.

Bila aku boleh merasa bersalah, kesalahan pada diriku, malam perpisahan seusai event di tepi kolam renang Jeumpa d Romo, aku ingin pamit kepadanya. Meskipun tak ada cakap banyak terutama tentang seni budaya dan dunia cipta sastra padanya, aku rasa semuanya mengalir begitu saja. Aku lihat di tengah kegembiraan bersama itu, ia menjauh duduk berjuntai kaki di pinggir kolam renang. Aku tak hendak mengganggu kesendiriannya itu. Kesendirian seorang penyair generasi baru sastra Malaysia, penuh harapan dan karyanya memberi tawaran pewarnaan kreatifitas pada rasa dan pikir.

Aku pikir besok pagi saja berpamitan dan mengucapkan terimakasih padanya. Tidak ada salahnya. Ternyata pagi hari Teratai tak kujumpa. Akhirnya aku tak berpamitan dengannya. Apakah ia juga tak hendak ada perpisahan ataukah pertanda Allah esok dan esoknya senantiasa memberi jalan untuk perjumpaan ??? Allahualam bissawab… [abrar khairul ikhirma, 25 maret 2014]