Senin, 04 September 2017

“URANG PIAMAN BARALEK” DI BENGKULU

Meskipun “orang perantauan,” keinginan untuk “memakai” budaya tradisi daerah asal, tetap suatu hal yang “dirindukan.” Salah satu contoh melaksanakan budaya “arakan pengantin” ala Pariaman ---daerah Rantau Minang--- melengkapi kemeriahan prosesi adat perkawinan seperti di Kota Bengkulu.




Yang menarik bagiku untuk datang ke Bengkulu kali ini, karena berkaitan dengan pesta perkawinan (baralek). Ingin menyaksikan bagaimana suatu keluarga perantau Pariaman melaksanakan adat perkawinan anggota keluarga mereka di rantau orang.

Untuk daerah Bengkulu, suatu tidak asing lagi bagi Orang Piaman ---sebutan untuk Pariaman--- sebagai wilayah rantaunya. Misalnya di Malabro, Kota Bengkulu, bahagian sepanjang pantai, mayoritas penduduknya berdarah Pariaman dan Pesisir Selatan. Mereka sudah berketurunan. Selain berdagang, kehidupannya mengandalkan potensi laut sebagai nelayan.

Pada umumnya, perantau-perantau yang berada di Bengkulu, sebahagian besar masih memiliki hubungan kuat dengan kampungnya. Baik melalui komunikasi, pertemuan, pulang kampung maupun dari kampung datang ke rantau secara berkesinambungan.

Sementara perantau yang berada di Bengkulu dengan keturunannya, secara alamiah dalam keseharian dapat berasimilasi dengan budaya orang setempat. Baik tata cara sosial dan budaya serta berbahasanya. Prinsip universal Orang Minang, “dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang.”

Artinya, masyarakat perantau dan keturunannya akan tetap “meninggikan” budaya setempat dimana mereka hidup. Memudahkan keterhubungan sosial. Apalagi kebudayaan kedua daerah ini memiliki hubungan erat dalam wilayah kemelayuan.



BASALAWAIK

Aku tidak mengikuti prosesi dari awal bagaimana tata cara perkawinan ini dilangsungkan. Mulai dari antar keluarga meminang sampai pelaksanaan ijab Kabul pernikahan. Karena aku tidaklah melakukan penelitian untuk pekerjaan ilmiah. Hanya untuk menghadiri pesta perkawinan di pihak keluarga mempelai laki-laki yang berdarah Orang Piaman di Kota Bengkulu. Dimana proses meminang, menikah dan pesta perkawinan di pihak mempelai wanita, sudah berlangsung sebelum kedatanganku ke Bengkulu
.
6 Agustus 2017 adalah hari bahagia keluarga, sanak saudara, kawan karib handai taulan bagi, Bang Awe dan Upik Lebok, nama panggilan pasangan suami isteri yang menyelenggarakan “baralek,”  resepsi pernikahan anak laki-laki sulungnya Wil, yang mempersunting Erin.

Kedua orangtua mempelai pria ini merupakan keturunan Orang Piaman yang menetap di Kota Bengkulu. Bengkulu sudah menjadi kampung halaman mereka, beserta anak-anaknya sejak lahir sampai menikah. Keterkaitannya dengan keluarga di kampung asalnya, Jorong (kini kelurahan) Pasia, Kota Pariaman, tetap terjaga sampai kini. Hingga di hari bahagia ini, semua keluarga besar mereka berdatangan ke Bengkulu.

Tak heranlah sebelum hari pesta ini, bau khas rendang menguap diterbangkan angin di sekitar rumah yang akan mengadakan pesta di Malabro, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu. Masakan yang disediakan untuk tamu dimasak anggota keluarga yang datang dari kampung. Termasuk “sala lawuak,” kuliner khas Pariaman.

Dalam banyak peristiwa baralek atau pesta perkawinan Orang Minang di rantau, hal serupa itu sudah lazim terjadi. Masakan yang dihidang dengan masakan Minang, yang dimasak sendiri tanpa mengandalkan dari usaha catering. Kegiatan memasak atau mengerjakan persiapan untuk esok pesta ini, adalah mempertahankan tradisi yang dinamakan “patang mangukuih.”



GANDANG TASA PIAMAN

Patang Mangukuih  ---malam hari--- di masa lalu di daerah Pariaman (Kota/Kabupaten) biasanya sanak saudara dan orang kampung beramai-ramai hadir di rumah pesta. Kaum ibu-ibu menyiapkan masakan, kaum laki-laki berjaga dan mengerjakan pondok (kini diganti dengan tenda) untuk tamu. Sedang anak-anak gadis membantu hias menghias (mendekorasi) di atas rumah. Anak-anak bujang hias menghias di bahagian luar, termasuk pondok makan untuk tamu atau pentas hiburan.

Pada pesta di Malabro ini memakai jasa pelaminan dan tenda yang disewa. Semuanya disediakan dan dikerjakan oleh penyedia jasa. Termasuk menyiapkan dekorasi di ruang tamu dan kamar pengantin dalam rumah. Pelaminan sudah dibuat modern. Terkesan “kejawa-jawaan” dengan di latar dipasang “ukiran” bermotif “ngejawa.”

Termasuk bangku duduk kedua pengantin dan kedua pasangan orangtua pengantin. Tetapi pakaian pasangan kedua orangtua dari pengantin, memakai pakaian khas Melayu Bengkulu. Mereka duduk di pelaminan yang sama. mengapit pasangan pengantin yang berpakaian adat Minang.

Sementara di ruang tamu rumah, mulai dari dinding atau pun langit-langit ruangan, terpasang dekorasi seperti biasanya di Minang. Dinding tertutup oleh “tadia” kain bersulam dan langit-langit ruangan bergantung “lidah-lidah” dan “rendo.”

Sebelum acara pesta dimulai, diawali dengan melakukan arakan pengantin. Orang Minang menyebutnya “Maarak Nak Daro jo Marapulai.”

Sekitar pkl. 09.00 wib, kedua pengantin sudah berada di simpang empat Jalan Pendakian, dalam kawasan pecinan, kota lama Kota Bengkulu. Kedua penganten akan diiringi rombongan pihak bako, yakni, keluarga besar di pihak ayah penganten pria. Ikut menyertai kedua orangtua pengantin wanita dalam rombongan.

Arakan diawali dengan membacakan salawat untuk kedua penganten. Tradisi ini di Pariaman masih ada yang mempertahankan dan sebahagian besar tidak melaksanakan lagi. Pembaca salawat berdiri di belakang pasangan penganten. Sebagaimana biasanya, selama pembacaan salawat, semua rombongan akan berhening diri. Sehingga terasa relegiusnya.



MANANTI ANAK DARO JO MARAPULAI

Salawat berakhir, pasangan penganten dan rombongan segera bergerak perlahan ke arah rumah mempelai penganten pria. Berjalan kaki lebih kurang 150 meter.

Arakan diiringi music tradisional Minang gandang tasa Piaman. Dimainkan oleh Azwar & Fandos Group, kelompok seni pembuat Tabuik Piaman dan grup gandang tasa di Kota Pariaman. Terdiri dari Azwar  pemain tasa dan anak gandang, Amaik, Af Brimob, Zul (Pariaman) dan Si Zal (menetap di Bengkulu). Mereka keluarga dari yang mengadakan pesta.
Arakan ini, sepanjang jalan menjadi perhatian ramai. Karena hentakan dinamik gandang tasa yang tak biasa didengar di Bengkulu. Biasanya music setempat adalah music dol, alat beda dan ketukannya pun beda. Apalagi rombongan melalui depan Pasar Pantai Malabro.

Sampai di rumah pesta, pasangan orangtua mempelai pria bersama anggota keluarga, menyambut pasangan kedatangan penganten. Dilakukan penyiraman beras kuning oleh orangtua perempuan penganten pria, kepada kedua penganten, kemudian membawanya untuk naik ke pelaminan (*) copyright: abrar khairul ikhirma - bengkulu

1 komentar:

  1. Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
    Menikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.
    Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.

    BalasHapus