Minggu, 17 September 2017

DI BALIK “TANAH’ TABOT IMAM

Mengunjungi Kota Bengkulu bagiku, juga ingin melihat-lihat beberapa tempat yang berkait dengan keberadaan tradisi Tabot. Di Pariaman Sumatera Barat namanya Tabuik, di Bengkulu namanya Tabot. Keduanya memiliki perbedaan bentuk.




Tahun 2013 bersengaja diri mendatangi tempat ini. Tempat Pengambilan Tanah Tabot Imam. Kali ini adalah kali kedua. Lokasi titik terpenting dalam penyelenggaraan Tabot di Bengkulu ini, terletak masih dalam Kota Bengkulu, arah ke Pantai Panjang.

Lokasinya memang terlihat terhormat. Karena memang diperuntukkan secara khusus sebagai kawasan tradisi sakral. Dipagar agar tak dimasuki sembarang orang. Disatukan dengan areal penginapan yang berada di atas perbukitan di belakangnya.

Karena dipagar dan tidak ada juru kunci yang dapat diminta izin masuk, aku hanya sekadar mengintip-intip saja dari luar pagar. Melalui gapura yang terletak menghadap jalan raya pusat kota menuju ke arah Pelabuhan Pulau Baai.

Tempat ini adalah tempat “mengambil tanah” salah satu prosesi awal melaksanakan tradisi Tabot, oleh keluarga Tabot Imam. Sembilan kelompok Tabot Imam Senggolo, pada 1 Muharam akan mengambil tanah yang dikeramatkan di Kelurahan Anggut Bawah, Ratu Samban, Kota Bengkulu ini.

Keluarga pewaris Tabot mengambil dua kumpalan tanah dari dua lokasi. Merupakan prosesi yang menggambarkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.

Tradisi Tabot Bengkulu merupakan tradisi turun temurun dan masih tetap dilaksanakan sampai saat ini, setiap bulan Muharram di Kota Bengkulu. Tradisi Tabot adalah mengenang kisah kepahlawan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid, di Padang Karbala, pada 10 Muharram 61 Hijriah (681 M).




Penyelenggaraan atau pun yang berkait dengan Tabot di Bengkulu, tampaknya pemerintah daerahnya memberikan perhatian. Salah satunya melakukan “mempermanenkan” titik-titik penting yang berkaitan dengan prosesinya. Semisal lokasi untuk mengambil tanah atau pun “Padang Karbla” nya.

Begitu pula konon kabarnya meskipun pemerintah menjadikan sebagai event pariwisata, namun sisi adat budaya masih tetap terjaga. Tidak saling merusak. Karena di Bengkulu sudah terbentuk sebuah kelembagaan Komunitas Kerukunan Tabut (KKT) Bengcoolen. Dimana berhimpun 17 Kelompok Keluarga Pewaris Tabut Sakral. Terdiri, Sembilan kelompok Tabut Syech Burhanuddin Imam Senggolo dan delapan kelompok Tabut Bansal.




Walau pun sudah beberapakali mendatangi Bengkulu, aku belum memiliki kesempatan mengikuti pelaksanaan Tabot. Ingin rasanya ikut merasakan bagaimana suasana pelaksanaan sebuah tradisi di zaman sekarang, setelah melampaui zaman padamulanya dilaksanakan para nenekmoyang di masa dahulu.

Mudah-mudahan di waktu lain, saat berada di Bengkulu, di waktu yang tepat dilaksanakan prosesi Tabot ini.

Disebutkan bahwa istilah Tabut berasal dari kata Arab, secara harfiah berarti “kotak kayu” atau “peti.” Dilaksanakan Tabuik di Pariaman dan Tabot Bengkulu, berdasarkan hitungan kalender Islam, setiap 1 – 10 Muharram (*) copyright: abrar khairul ikhirma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar