Rabu, 20 September 2017

SASTRA MELAYU: IBARAT RENDANG PADANG (1)

MENYONGSONG SISMI17 DI KUALA LUMPUR

Oleh: ABRAR KHAIRUL IKHIRMA- INDONESIA

Orang Minang menyadari bahwa rendang yang lezat dinikmati, adalah rendang dimasak di tungku berbahan bakar dari kayu. Dikincah baunyai-unyai, disangai dek baro api. Dikicok raso tak sampai, dilatak-an raso kapai.




Rendang merupakan kuliner utama bagi masyarakat etnik Minangkabau turun temurun. Salah satu menu yang selalu terhidang pada setiap jamuan adat, pertemuan dan acara-acara penting dalam kehidupan social masyarakat.

Nama kuliner orang Minang ini berkembang dan popular. Dikenal dengan nama Rendang Padang. Tersebab ada banyak perantau-perantau Minang di berbagai daerah di nusantara dan luar Negara membuka usaha rumah makan atau kedai nasi, berlabelkan “Rumah Makan Padang” atau hanya menuliskan, “Masakan Padang” di bawah nama kedainya. Rendang satu diantara menu utama di Rumah Makan Padang.

Masakan rendang boleh saja namanya sama. Akan tetapi cara masak dari tiap daerah adalah hal menentukan. Tukang Masak lain-lain kepandaian, berbeda keahlian dan pengalamannya. Karenanya dijumpai rendang yang enak dan tidak enak. Walaupun namanya tetap rendang dan sama-sama dimasak menggunakan tungku dan api.

Apakah hubungannya rendang dengan sastra atau sastra Melayu dengan rendang?

Yang satu adalah kuliner berbahan daging, bumbu dan dimasak sebagai makanan. Satu lagi penamaan dari bentuk lisan atau pun tulisan, yang mengandung keindahan bahasa, memiliki makna dan pesan-pesan untuk setiap pendengar dan pembacanya.

Secara harfiah tidak memiliki keterkaitan tetapi dalam pembicaraan kali ini, menurut saya memiliki keterhubungan di dalam menjaga kontinuitas yang sama. Membuat sastra menjadi lebih hidup dan memiliki kesinambungan menjadi bahagian dalam perkembangan masyarakat. Menjadi alat membuka pikiran, mengasah perasaan, memperkaya alam kebudayaan kehidupan manusia berkehidupan social. Beradab dan bersikap.



PRASASTI MELAYU


Keterhubungan dan keterkaitan tidaklah serta merta pada kehidupan manusia. Ada proses kehadiran dan kebutuhan. Di alam nusantara, beralam sastra Melayu tidaklah hal ganjil dan asing atau pun baru. Sejarah perjalanan penyebaran manusia Melayu di nusantara, juga diikuti oleh kesastraan.

Konflik kekuasaan, tragedy, agama dan bahasa, telah melahirkan kekayaan hasil-hasil sastra oleh para pemuka masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pemimpin, penutur dan pujangga. Hasilnya dapat ditelusuri melalui jalan sejarah. Baik lisan, tulisan, jejak benda dan daerah.

Dari masa lalu, kita diwarisi pelbagai folklore, cerita rakyat, legenda, hikayat, pepatah petitih, mamangan, pandangan-pandangan hidup melalui adat istiadat maupun penghantar nilai-nilai keagamaan. Semuanya tidak verbal. Melekat dan menjadi bahagian dalam hidup masyarakat, tersebab memiliki nilai seni. Seni itu Keindahan. Karena pada hakikatnya manusia pastilah menyukai keindahan. Keindahan berbahasa dan keindahan yang disampaikan.

Melayu itu indah.
Indah tutur kata.
Indah budaya.  
Apakah Melayu itu ?

Ramai yang tahu akan nama Melayu atau mengenal Orang Melayu. Tahu karena mendengar perkataan atau perbualan. Kenal tersebab berpakaiannya. Namun sedikit mengetahui bahwa Melayu telah melalui jalan sejarahnya yang panjang di nusantara ini.

Nama "Malayu" berasal dari nama Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari, Jambi, Pulau Sumatera – Indonesia. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya. Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan dan Semenanjung Malaya. Jadi orang Melayu Semenanjung berasal dari Sumatera.

Itulah yang dimaksudkan dengan penyebaran. Dimana tersebarnya manusia dan kebudayaan Melayu, juga diikuti penyebaran bahasa dan hasil-hasil (karya) dari bahasa ke berbagai peradaban.

Kita tak akan menyadari, betapa “pentingnya” Melayu dalam keberagaman etnik dan budaya di dunia ini. Karena Melayu adalah bahagian dari banyak bangsa dan budaya di dunia. Berkat jalan sejarah, meskipun pada umumnya penuh “berdarah” dan “kelam,” kita kini dari literature, dapat menemukan pandangan dan catatan mengenai perjalanan Melayu di nusantara. Semakin menguatkan bangsa dan Negara dalam menempatkan posisinya menjadi masyarakat dunia.

Adalah terbukti, betapa pentingnya suatu literature yang dihasilkan oleh bahasa itu. Tanpa adanya “pencatat” dan “catatan” mungkin akan “membutakan” kita dalam mengetahui banyak hal. Tidak hanya menyangkut diluar wilayah saja tapi juga perihal jati diri kita sebagai suatu bangsa. Termasuk sejarah yang berguna untuk kepentingan regenerasi. Yang akan kita hantarkan ke gerbang masa depan. Yang akan kita tinggalkan sebagai pelanjut warisan turun temurun.



DI MAKAM RAJA ALI HAJI DI PULAU PENYENGAT


Seperti misalnya, di berbagai literature umum, kini dapat dengan mudah menemukan pandangan berharga Thomas Stamford Raffles yang pernah datang ke nusantara. Literatur berupa buku atau pun data internet. Dihubungkan oleh alat dari hasil teknologi dan kemudahan saling berlalulintas mendatangi daerah satu dengan daerah lainnya.

Pada masa colonial. Pandangan mengenai Bangsa Melayu, pernah dikemukakan oleh Raffless yang karyanya hingga sekarang memiliki pengaruh signifikan di antara para penutur bahasa Inggris. Raffles mungkin orang paling penting yang mempromosikan ide mengenai Bangsa Melayu, yang tidak terbatas hanya pada kelompok etnis Melayu saja.

“Bangsa Melayu juga merangkul sebagian besar rakyat di kepulauan Asia Tenggara. Raffles membentuk visi Melayu sebagai "bangsa", sejalan dengan pandangan gerakan Romantik Inggris pada waktu itu. Setelah ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau, tempat kedudukan Kerajaan Pagaruyung, ia menyatakan bahwa Minangkabau adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar luas di Kepulauan Timur. Dalam tulisannya kemudian ia mengkategorikan Melayu dari sebuah etnis menjadi bangsa.” (Wikipedia)

Bangsa akan menjadi kuat karena budayanya tetap dapat dipertahankan dengan baik. Salahsatu hasil budaya dari suatu bangsa adalah bahasa. Karenanya, bahasalah yang dapat mempersatukan suatu bangsa. Peranan bahasa inilah tonggak penopang kekuatan Negara. Bahasa beda akan tentu budayanya tidaklah akan sama. Kecil dimungkinkan akan saling menjaga dan melestarikannya.

Bagi bangsa Indonesia, terdiri dengan wilayah pulau-pulau, berhimpun berbagai suku, dengan bahasa beragam, sadar bahasa adalah jembatan persatuan kesatuan. Karenanya Bahasa Indonesia ditegaskan “satu bahasa, bahasa Indonesia.”

Bahasa disebutkan sebagai cermin bangsa. Rusak bahasa, hancurlah Negara. Jika dikaji secara lebih lebih mendalam, bahasa terlahir dari kepribadian manusia. Bahasa yang baik dan elok hanya akan lahir dari manusia yang bermentalitas baik pula.

Bahasa Indonesia dibangun dari sublimasi bahasa-bahasa yang ada dan berkembang dalam kehidupan sebagai bahasa sehari-hari. Kiranya sungguh tepat di era Orde Baru, pernah dimunculkan bahwa kebudayaan nasional adalah terbentuk dari puncak-puncak kebudayaan daerah. Dengan demikian, ibaratkan sebuah pohon yang besar memiliki akar yang jelas, dengan batang yang kokoh dan kerimbunan daun yang tumbuh di rantingnya, memberi keteduhan dikala panas yang terik.

Bahasa Indonesia yang terbangun dan menjadi bahasa resmi itu, akar utamanya ditopang oleh bahasa Melayu. Tidak salah kemudian, pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MARBIM) berencana menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam organisasi ASEAN, dengan memandang lebih separuh jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Rencana ini belum pernah terealisasikan, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen asli dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa resmi masing-masing negara anggotanya.


PERKAMPUNGAN MINANGKABAU ZAMAN DAHULU
(FOTO: DOKUMENTASI)


Tak dapat dipungkiri lagi, penyebaran penduduk yang terjadi di masa lalu, diikuti tersebarnya bahasa, adalah suatu kekuatan besar. Hasil penelitian para ahli telah mencatat bahwa Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistic penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih kurang 250 juta jiwa. Menempatkan bahasa Melayu di urutan keempat pada urutan penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia.

“Dalam pengertian awam, istilah bahasa Melayu mencakup sejumlah bahasa yang saling bermiripan yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu. Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya. Bahasa ini menjadi bahasa resmi di Brunei, Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), dan Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia); bahasa nasional Singapura; dan menjadi bahasa kerja di Timor Leste (sebagai bahasa Indonesia).

Bahasa Melayu merupakan lingua franca dalam kegiatan perdagangan dan keagamaan di Nusantara sejak abad ke-7. Migrasi kemudian juga turut memperluas pemakaiannya.

Selain di Negara yang disebut sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand selatan, Filipina selatan, Myanmar selatan, sebagian kecil Kamboja, hingga Papua Nugini. Bahasa ini juga dituturkan oleh penduduk Pulau Cristmas dan Kepulauan Cocos, yang menjadi bagian Australia” (Wikipedia).


BERSAMBUNG [Tulisan ini, bahagian Pertama dari Empat Tulisan]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar