Rabu, 18 Oktober 2017

MASJID HANG TUAH MELAKA

Hari kedua di Melaka, aku dibawa oleh pasangan suami-isteri, Sutan Chairulsyah Abdul Wasli-Lily Siti Multatuliana, jalan-jalan ke Kampung Duyong. Tujuan pertama, ia menghantarkan aku ke sebuah masjid tua yakni, Masjid Duyong.




Kampung Duyong konon merupakan sebuah perkampungan Melayu tertua di Melaka. Karenanya kawasan ini merupakan daerah bersejarah. Kini pelancong yang berdatangan ke Negeri Melaka tak melewatkan kesempatan untuk mendatangi Kampung Duyong.

Aku beruntung diajak untuk pertamakali mendatangi kampung ini. Meskipun Kampung Duyong sudah tidak lagi berwajah kampung. Sudah terjadi pembangunan sesuai dengan perkembangan zaman. Sesuai dengan pertambahan penduduknya. Kini kawasan ini tertata dengan rapi. Bersih dan semua jalan penghubung mudah diakses.

Menurut kisah yang dipercaya, Kampung Duyong keistimewaannya karena pada zaman dahulu merupakan kampung kelahiran Laksamana Hang Tuah yang disebut sebagai Pahlawan Melayu. Hang Tuah dan saudara-saudaranya dibesarkan di sini.

Salah satu “bukti” sampai saat ini terdapat sebuah perigi atau sumur yang dinamakan “Perigi Hang Tuah” di Kampung Duyong. Sumur ini konon digali sendiri oleh Hang Tuah untuk kebutuhan air sehari-hari keluarganya. Sampai kini sumur ini dipelihara sebagai salah satu objek wisata.

Selain perigi Hang Tuah, Masjid Duyong merupakan peninggalan dari masa lalu yang berada di Kampung Duyong. Semula masjid ini hanyalah berupa surau perkampungan Melayu. Tahun 1850 atas prakarsa Wan Chilek, masyarakat bergotong-royong mendirikan tempat ibadah ini.

Sebagaimana umumnya masjid-masjid yang didirikan senantiasa mengikuti seni bangunan masyarakat setempat di mana bangunan masjid berada. Masjid Duyong pun demikian. Memiliki arsitektur berkait erat dengan masyarakat Melayu. Terbuat dari bahan kayu dan bata merah. Atapnya menggunakan campuran genteng dari Cina dan Belanda. Tahun 1967, atap dilakukan penggantian dengan genteng yang baru.

Karena pertambahan dan perkembangan penduduk Kampung Duyong, masjid ini telah dilakukan beberapakali perbaikan dan pengembangan. Sesuai dengan kebutuhan sebagai sarana peribadatan. Salahsatunya pada tahun 1909 dilengkapi dengan pembangunan sebuah menara. Arsitekturnya mengesankan pagoda yang menunjukkan hasil pengaruh seni bangunan Cina.

Karena kunjunganku hanya selintas saja, aku hanya turun dari kendaraan, sekadar melihat-lihat dari luarnya saja. Kemudian memotret masjid sebagai dokumentasi. Karena waktu sholat zhuhur belum masuk, jadinya kesempatan mendatangi masjid ini, hanya sekadar melihat dan mengetahui. Bagiku hal demikian sudah cukup. Meskipun tidak melihat dan bersholat di dalamnya. Yang jelas, aku pernah mendatangi tempat ini.

Masjid Duyong di tahun 1982 pernah terbakar sebahagian bangunannya. Kemudian dilakukan perbaikan dengan tetap mengikuti bentuk yang lama. Masjid Duyong sejak tahun 2010 dinamakan sebagai Masjid Jamek Laksamana Hang Tuah, Kampung Duyong (*) copyright: abrar khairul ikhirma – Melaka – 15 September - 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar