Rabu, 23 Agustus 2017

TERSESAT SIANG HARI DI MAKAM INGGRIS

Meninggalkan Kota Bengkulu, setelah berkunjung dalam tahun 2013 silam, barulah aku mengetahui bahwa kota ini, juga memiliki situs sejarah jejak keberadaan Inggris selain Benteng Fort Marlborough yang sering kukunjungi.




Pada kesempatan berkunjung tahun 2017 ini di Kota Bengkulu, setelah sarapan, aku segera meninggalkan rumah tempat menginapku di Malabro. Tujuanku berkeliling kota, untuk dapat menemukan “sesuatu” yang menarik. Sesungguhnya, aku tak mengenal jalan-jalan dalam Kota Bengkulu. Kalaupun aku sudah melewati tapi aku termasuk sukar untuk menghafalnya. Namun hal itu tidak menyulitkanku. Meskipun tablet sebagai alat untuk membuka internet yang kumiliki, tehenti mendadak. Tidak dapat digunakan sejak 2 hari ini.

Kadang jauh lebih menarik, melakukan keliling kota dengan serba tidak tahu dan tidak memiliki alat pandu, dalam keadaan seorang diri. Yang aku yakini, kalau pun aku tersesat, tidak terlalu sulit untuk dapat kembali ke rumah. Karena Kota Bengkulu, sebenarnya masyarakatnya mudah untuk membantu memberi petunjuk arah jalan.




Yang membuat aku menggerutu dalam hati, beberapa hari ini aku hendak melihat lagi Rumah Pengasingan Bung Karno, saat Presiden Republik Indonesia ini “dibuang” ke Bengkulu. Aku sudah pernah ke sana waktu tahun 2013. Setelah itu hanya sekadar melintas saja. Yang kutahu arah jalannya dari Simpang Lima, kalau lagi berada di jalan protocol Soeprapto. Tetapi aku ingin ke sana dari arah Malabro, karena terbilang dekat. Nyatanya beberapakali kucoba tak pernah kutemukan mana jalannya.

Setelah bersantai sepanjang jalan yang menyisir Pantai Panjang, melakukan sejumlah pemotretan karena cahaya matahari pagi sangat cerah. Aku kembali mengarah dimana arah kawasan yang disebut sebagai “Persada Bung Karno.” Kadang aku masuk ke dalam gang rumah penduduk. Kadang setelah kulalui jalan-jalan penghubung, aku malah berbalik arah.



Pada satu ruas jalan yang lain, aku terpedaya melihat suatu bangunan lama nun di sana. Ketika berhenti di depan bangunan itu, rupanya bangunan beton itu tidak menarik untuk kupotret. Aku merasa hanya kesan bangunan lama tapi kelihatannya bangunan baru. Pun aku kira bangunan itu pun tidaklah bangunan bersejarah penting benar.

Aku berhenti di jalan yang berkontur tanjakan dan menikung. Saat aku hendak meninggalkan tempat itu, aku menoleh ke arah kanan. Tahu-tahu pandanganku bertumbuk dengan gapura putih yang sudah mulai tidak putih. Terlihat seorang pekerja di atas tangga, entah apa yang sedang diperbaikinya. Alamaak!!! Aku bersorak, karena kubaca tulisan di gapura itu “Makam Inggris.”

Padahal hari ini aku tidak bertujuan untuk mencari Makam Inggris ini. Aku hendak ke Rumah Bung Karno. Namun ketika hari sudah berangkat siang, aku justru tersesat ke Makam Inggris yang sudah masuk dalam agendaku sejak lama ingin kukunjungi.

Kompleks Pemakaman Inggris terletak di Jl.Veteran, Kelurahan Jitra, Kota Bengkulu. Merupakan komplek pemakaman tua. Pemakaman Kristen yang merupakan makam Inggris terbesar di Asia Tenggara. Obyek wisata ini merupakan saksi sejarah bahwa kota Bengkulu dan Inggris mempunyai hubungan sejarah di masa lalu. Selain itu adanya Benteng Fort Marlborough. Diperkirakan jarak makam dengan benteng kira 800 meter.

Kesempatan “tersesat” ini aku gunakan untuk masuk ke dalam komplek pemakaman, melalui pintu gapura. Situasi areal pemakaman, aku lihat dalam keadaan bersih. Tak obahnya ruang terbuka berupa taman. Tampaknya pemakaman saat kedatanganku ini, ada proyek perbaikan. Apa yang diperbaiki aku tidak tahu. Sebab ada 2-3 pekerja terlihat di sana.

Selain memperhatikan batu-batu nisan makam yang ada, aku melihat juga ada “kehidupan” di makam itu yakni, ada yang bertempat tinggal di sana. Sebab aku lihat, ada jemuran cucian pakaian dan sepeda mainan anak-anak. Tak jauh dari sana, di bawah pohon pelindung yang ada dalam makam, ada kursi plastic. Terlihat ada sepasang muda mudi di sana.




Tampaknya, sama saja dengan objek-objek peninggalan sejarah dan budaya dimana-mana. Selalu “terabaikan” tanpa benar-benar dalam pengawasan. Meskipun ada sebuah papan keterangan yang menyatakan bahwa ini di bawah pengelolaan dan pengawasan pemerintah. Sebab, tak dapat dipungkiri ada makam-makam dibiarkan rusak atau dirusak, termasuk kehadiran bangunan yang terasa “ganjil.”

Menurut catatan, dalam komplek makam ini terdapat banyak makam para tokoh penguasa Inggris yang pernah menguasai Bengkulu pada tahun 1775 sampai tahun 1940. Diantaranya adalah McDouglas, Parker, Hutchinson dan Mclean.

Inggris pernah menjajah Indonesia pada tahun 1650 dan Bengkulu merupakan pusat pemerintahan kolonialis. Tentara Inggris maupun warga sipil yang meninggal dikuburkan di Bengkulu di pemakaman Inggris ini.

Dikabarkan lahan Makam Inggris ini ada seluas 4,5 hektar. Tetapi dalam pandangan kasat mataku, apa tidak salah angka yang disebutkan itu. Sebab, saat kunjunganku ini, aku malah berpendapat, kenyataannya seakan-akan makam ini hendak disingkirkan dari tempat itu, walaupun dikatakan sebagai situs bersejarah yang patut dilindungi. Kemana lahan yang luas itu ???

Aku memperkirakan sendiri, lahan yang luas itu telah “dirampok” untuk kepentingan mendirikan bangunan lain. Meskipun bangunan tersebut adalah bangunan pemerintah juga, ini suatu hal yang membuktikan pemegang kebijakan di daerah hanya ingin “senang” dan “gampang” untuk membangun fasilitas baru. Tidak perlu “susah” menempatkan dengan mencari lahan “baru” yang tidak merusak. Dimanakah letaknya kepatuhan kepada undang-undang itu ?




Saat aku mengelilingi jalan di sisi bahagian belakangnya, aku melihat lagi terpisah dari lokasi semula, berupa makam di depan sebuah bangunan. Kalau tidak salah itu bangunan kantor agama. Nah… berarti bangunan itu mana yang lebih tua dibandingkan dengan makam di depannya? 

Komplek makam ini disebut-sebut sebagai yang terbesar di Asia Tenggara. Konon pernah ada sekitar 1.000 batu nisan yang berbentuk artistic monumental dalam berbagai ukuran terdapat di sini. Sayang jumlah 1.000 itu dipastikan tidak seribu lagi. Siapa yang bertanggungjawab. Mungkinkah kita selalu menyalahkan pemerintah pusat dalam hal kerusakan di daerah serupa ini, sedang apa peranan kita sebenarnya di daerah, di depan mata kita ???

Esoknya, aku pun mendatangi tempat ini lagi. Mengulang sesuatu yang tertinggal.(*) copyright: abrar khairul ikhirma 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar