Minggu, 27 Agustus 2017

QASWA PUN BERHENTI MELANGKAH

Masjid Nabawi atau disebut dengan Al-Masjid an-Nabawi, adalah masjid yang didirikan langsung oleh Nabi Muhammad. Terletak di pusat kota Madinah, Arab Saudi. Tercatat sebagai masjid ketiga mula pertama dibangun dalam sejarah Islam.




Kini Masjid Nabawi menjadi salah satu masjid terbesar di dunia. Merupakan menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah. Setiap hari dari berbagai belahan dunia, umat Islam terus berdatangan untuk mengunjunginya tak putus-putusnya. Menjadi dambaan umat Muslim di seluruh dunia ingin mendatanginya untuk beribadah, walau sekali dalam hidupnya.

Setiap aku memasuki salah satu pintu halaman Masjid Nabawi, perasaan tenang selalu menjalari segenap tubuhku seketika. Dalam udara siang yang sejuk atau pun waktu malam dengan udara yang dingin bagiku, pikiran dan hatiku menjadi hangat melafazkan Allahummasali’alaMuhammad dan Allahua’bar berulangkali.

Masjid ini berada dibawah perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua Tanah Suci. Berada tepat di tengah-tengah kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid Nabawi menjadi tujuan utama para jamaah Haji ataupun Umrah. Karena di Masjid Nabawi ini terdapat makam Nabi Muhammad.

Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m. Rasulullah turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.



BULAN TERLIHAT KECIL DI ATAS MADINAH


Aku tidak sedang mengkhayal atau berangan-angan. Dalam saat berkeliling Masjid Nabawi, aku berhenti pada salah satu sudutnya. Diantara para jamaah yang ramai. Sambil menatap bangunan masjid, aku berusaha menarik ingatanku dari kemegahan bangunan beton saat ini, jauh ke belakang, ke masa-masa dimana Rasulullah masih hidup. Mengira-ngira bentuk bermulanya Masjid Nabawi di zaman kenabian.

Aku pun membayangkan tentu di zaman itu, betapa demikian sulitnya ketersediaan air untuk berwuduk. Angin dan debu pasir dari gurun bahagian kehidupan. Juga terik sinar matahari kala siang, dengan kegelapan di waktu malam. Oh betapa sunyinya suasana malam-malam di zaman itu. Sunyi yang kental untuk berzikir dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Aku pun teringat akan ayat, “berserakanlah (siang hari) mencari penghidupan di muka bumi, jadikanlah waktu malam masa untuk beristirahat dan gunakanlah separohnya untuk berzikir (mengingat-Nya)”

Pada waktu selesai sholat Isya atau menjelang waktu sholat Subuh, selama di Masjid Nabawi, selalu aku gunakan untuk tidak menutup mataku dan membuka selebar-lebarnya hati dengan pikiran. Sehingga apapun yang terlihat dalam pandangan mata, selalu aku jadikan sebagai tanda penuh hikmah. Melihat tingkah laku orang. Cara masing-masing berada di tempat suci dan cara mereka melaksanakan peribadatannya diantara manusia-manusia lain. Karena di tempat itu tidak dirinya sendiri, juga ada orang lain. Tidak anak, tidak saudaranya, tidak teman, tidak orang sekampung, tidak senegaranya saja tapi sesama muslim dari seluruh dunia.

Di beberapa sudut dan ceruk bangunan Masjid Nabawi yang bersih dan lapang itulah, di bahagian luar masjid, aku selalu melihat setiap selesai sholat Isya atau dinihari menjelang sholat Subuh, ada saja terlihat orang-orang dengan tenang tidur nyenyak tanpa tikar. Wajah mereka hampir tak terlihat, karena pada umumnya kulihat tidur “berkelumun” berbungkus selimut tebal. Seakan-akan udara terbuka yang dingin sudah hal biasa bagi mereka.


IRVAN KHAIRUL ANANDA
KAKAK SULUNGKU KETIKA PAGI DI MASJID NABAWI


Disaat lain, sewaktu membaca literature perihal Masjid Nabawi, aku baru menyadari orang-orang yang tidur di bahagian luar masjid itu kenapa “tidak dilarang.” Bisa jadi pada zaman Rasulullah sendiri tidak melarangnya. Sebab bangunan Masjid Nabawi yang mula didirikan Rasulullah, di salah satu sisinya digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Kemudian orang-orang ini disebut sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.

Nabi sendiri bertempat tinggal di Masjid Nabawi. Bangunan kediamannya melekat pada salah satu sisi masjid. Disebutkan bahwa kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup.

Masjid ini sebenarnya merupakan bekas rumah Nabi Muhammad yang dia tinggali setelah Hijrah (pindah) ke Madinah pada 622 M. Bangunan masjid sebenarnya dibangun tanpa atap. Masjid pada saat itu dijadikan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat, majlis, dan sekolah agama. Masjid ini juga merupakan salah satu tempat yang disebutkan namanya dalam Alquran.




Diriwayatkan Nabi Muhammad setelah kedatangannya di Kota Madinah, menemukan lokasi ini sebagai pilihanya mendirikan Masjid Nabawi. Ketika itu Nabi mengendarai seekor unta yang dinamai Qaswa. Qaswa berhenti di tempat yang sekarang dijadikan masjid. Lahan tersebut pemiliknya ialah Sahal dan Suhayl. Bagian dari lahan ini digunakan untuk lahan tempat pengeringan kurma; sedangkan bagian lainnya dijadikan taman pemakaman.

Menolak di sebut "menerima lahan sebagai sebuah pemberian", Nabi membeli lahan tersebut dan memerlukan waktu selama tujuh bulan untuk menyelesaikan konstruksi. Saat itu luasnya 30.5 meter (100 ft) × 35.62 meter (116.9 ft). Atapnya, ditunjang oleh pelepah kurma, terbuat dari tanah liat yang dipukul dan daun-daun kurma. Tingginya mencapai 3.60 meter (11.8 ft). Tiga pintu masjid yaitu Bab al-Rahmah ke selatan, Bab al-Jibril ke barat dan Bab al-Nisa ke timur.

Kini merupakan jantung Masjid Nabawi ialah Raudlah (merujuk pada al-Rawdah al-Mutaharah) dan tempat dimakamkannya Nabi Muhammad, dan dikenalnya dengan nama Kubah Hijau.

Diterima dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad bersabda (artinya):"Barangsiapa melakukan salat di mesjidku sebanyak empat puluh kali tanpa luput satu kali salat pun juga, maka akan dicatat kebebasannya dari neraka, kebebasan dari siksa dan terhindarlah ia dari kemunafikan." (Riwayat Ahmad dan Thabrani dengan sanad yang sah).


Setiap memasuki pintu gerbang halaman Masjid Nabawi, aku mengucapkan Assalamualaikum dalam hati. Kuingat kedatangan Nabi ke Madinah dan nama onta kendaraannya yang indah, Qaswa (*) copyright: abrar khairul ikhirma 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar