Senin, 17 Oktober 2016

MASJID ZAHIR KEDAH: BAWALAH AKU KE MASJID TUA DAN BERSEJARAH



BANDAR RAYA Alor Setar, Kedah, Malaysia, waktu tengah hari disungkup mendung. Cahaya matahari tak sempurna. Untuk pemotretan, selalu tak menghasilkan gambar yang bagus. Hujan deras baru berakhir, menyisakan rinai terlihat seperti jutaan jarum menghuncam kesibukan lalulintas kota. Mataku terasa perih. Tak sepenuhnya aku dapat menikmati suasana saat ini,  berkunjung di kota utama negeri tua yang memiliki perjalanan sejarah sangat panjang.



Amelia Hashim, penulis wanita asal Kedah, yang berelahati membawaku ke berbagai destinasi objek sejarah dan budaya di Kedah, mengingatkan bahwa sudah waktunya untuk bersholat Zhuhur. Langsung saja aku mengatakan sebaiknya bersholat ke masjid yang bersejarah dan sudah berusia tua. “Bawalah aku ke masjid tua dan bersejarah.” Alasanku, aku lebih menyukainya. Memiliki roh. Aku tak pernah merasa asing berada dalam bangunan selera arsitektur zaman tempoe doeloe.

Selain Amelia, bersamaku Andhyka Nugraha, lelaki asal Palembang ---Indonesia-- sedang menyelesaikan study Phd di Universitas Utara Malaysia, Sintok, Kedah, kami langsung saja menuju Masjid Zahir. Baru saja sampai di masjid, gerimis berubah menjadi hujan deras. Hari Senin bertarikh 05 September 2016. Sepintas cuaca seperti tak bersahabat. Namun berada dalam kawasan masjid ini, serasa ada kehangatan relegius

Baru saja terlihat menara dan kubahnya dari jauh, diam-diam perasaan senangku sudah menelusup ke dalam kebahagiaanku. Kubahnya bercat warna hitam. Membedakan dengan banyak kubah masjid ditemukan di berbagai tempat. Arsitekturnya sangat menawan hati. Belum lagi bila aku temukan catatan lebih jauh tentang keberadaan masjid. Sejarah tentu mencatat peranan masjid ini, bagaimana berperan penting di masa lalu pada pengembangan keislaman di Negeri Kedah.


Sesudah berwuduk, untuk mencapai masuk ke dalam masjid, harus melalui lorong panjang, dengan kiri kanan sisinya tak berdinding tapi dengan jejeran tiang-tiang bulat menyangga atap, di bagian atas antara tiang ke tiang dengan aksentuasi melengkung. Lorong ini pun cukup lapang. Terlihat beberapa orang menjadikannya sebagai tempat beristirahat. Ada yang tidur-tiduran. Ada yang membaca-baca buku bahkan ada yang memilih untuk menggunakannya bersholat.

Dari lorong ini, dari tiap tiang ke tiang, bila menghadap ke arah timur masjid, terlihat jelas Menara Alor Setar menjulang langit. Pun yang sangat jelas menghadap ke arah masjid adalah Balai Besar dan bangunan Istana Pelamin yang kini dipisahkan jalan raya, dengan kesibukan lalulintasnya.

Masjid Zahir mempunyai keluasan tapak kira-kira 124,124 kaki persegi. Ruang tengahnya (Dewan Solat) berukuran 62 x 62 kaki persegi. Dikelilingi oleh beranda berukuran 8 kaki lebar dengan 4 anjung yang setiap satunya terdapat sebuah kubah. Pembangunan masjid ini memakan waktu 3 tahun. Upacara perasmiannya dilakukan pada hari Jumaat, 6 Zulhijjah 1333H (15 Oktober 1915) oleh DYMM Almarhum Sultan Abdul Hamid Halim Shah. Pembaca khotbah, Tunku Mahmud. Yang menjadi imam, baginda Sultan Abdul Hamid Shah.

Langit tidak jua cerah sebagaimana diharapkan.
Hujan masih menderas.

Kedatanganku ke Alor Setar seakan disambut musim subur. Musim yang selalu dirindukan para petani yang bergiat menanam padi. Kedah adalah kawasan negeri bertanam padi. Karena Kedah turun temurun memiliki areal persawahan luas terbentang. Menjadikan Kedah sebagai lumbung beras bagi Negara Malaysia.

Tetapi dengan perkembangan zaman. Perkembangan kemajuan yang pesat terjadi di Semenanjung Malaya ini, Kedah juga tak bisa berhindar diri. Serupa juga dengan nasib di hampir daerah di Indonesia. Dalam melintasi Kedah selama berada di Negeri bagian utara Malaysia ini, aku selalu dengan pandangan awas selama perjalanan. Siaga di lubang kaca jendela kendaraan, dengan camera pocket yang siap untuk memotret. Aku senantiasa berharap dapat memotret bangunan rumah-rumah tua Melayu. Namun yang ada bangunan zaman beton. Entah berapa kali Amelia memberitahu saat melintasi suatu daerah bahwa kawasan itu dulunya adalah sawah. Sawah yang telah digantikan dengan bangunan.

Karenanya, berada di Masjid Zahir ini, bak mendapat rasa tawar. Masjid Zahir atau juga dikenali sebagai Masjid Zahrah merupakan Masjid Negeri Kedah. Bangunan bersejarah ini terletak di tengah-tengah bandar raya Alor Setar. Ia juga dikenali sebagai Masjid Raja kerana ia merupakan masjid Diraja dan terletak di halaman Istana Pelamin. 

Masjid Zahir merupakan mercutanda yang terkenal di Alor Setar, dengan ciri kubah hitam - satu kubah utama dan lima kubah lebih kecil, yang melambangkan lima rukun Islam.

Mulai dibangun pada 22 Rabiulawal 1330H (11 Mac 1912) atas usaha YTM Tunku Mahmud Ibni Almarhum Sultan Tajuddin Mukarram Shah. Lokasi masjid ini pada asalnya adalah tanah pusara wira-wira Kedah yang gugur semasa mempertahankan Kedah dari serangan Siam (1821). Reka bentuk masjid ini diilhamkan dari Masjid Azizi di Bandar Langkat, Sumatera Utara. Ia dihiasi dengan lima kubah utama sebagai lambang lima Rukun Islam.

Sumgai Kedah yang tenang dan air yang menguning

Hujan yang tercurah lama, memberi kesempatan untukku berkeliling menikmati keindahan arsitektur zaman lama ini. Aku pun terkesima serombongan kanak-kanak memasuki masjid dikawal guru mereka. Aku tak sempat memotret, pandangan yang menentramkan hati. Di belakang Masjid Zahir, terdapat Kompleks Bangunan Mahkamah Syariah dan Pusat Pendidikan Asas Kanak-Kanak. Bangunan ini juga terletak berhadapan dengan Balai Nobat dan Istana Pelamin. Masjid ini merupakan symbol pembangunan seni negeri Kedah. Konon merupakan masjid tercantik di Malaysia.



Terakhir, setelah berkeliling dalam masjid pada tiap lorong dan sisinya, aku menuju bangunan belakang. Di sana terdapat sebuah kedai terbuka untuk bersantai makan minum. Tepatnya berada di pinggir Sungai Kedah. Menghadap ke areal parkir yang luas. Tidak jauh dari Masjid Zahir terdapat bangunan lain yang ramai dikunjungi pelancong yakni Galeri Sultan Abdul Halim , Balai Nobat, Balai Besar, Balai Seni Negeri, Pekan Rabu, Rumah Merdeka, dan Menara Alor Setar.

Aku sudah ditunggu Amelia dan Andhyka di kedai belakang masjid, yang terlebih dahulu sudah berada di sana, untuk makan siang, dengan nasi goreng kampong dan secangkir kopi hangat. Alhamdulillah….

abrar khairul ikhirma
Perjalanan Budaya ke Negeri Jiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar