Jumat, 14 Oktober 2016

LILY SITI MULTATULIANA SUTANISKANDAR: DARI JAKARTA KE MELAKA BERSAMA DUNIA SASTRA



Malam Puisi Sungai Melaka 2016


LILY SITI MULTATULIANA SUTANISKANDAR, diberi kesempatan mempresentasikan pemikirannya terhadap kajian apresiasi sastra, buku kumpulan cerita pendek “Puteri Zakiyah,” karya pengarang wanita Malaysia, Amelia Hashim kelahiran Kedah. Kertas kerja yang disampaikannya bertajuk, “Kumpulan Cerpen Puteri Zakiyah: Suatu Perbincangan,” pada forum “Ekspresi Seni Srikandi Numera 2015,” di Institute Pendidikan Guru, Pulau Pinang.

Keinginannya menulis kajian apresiasi, berdasarkan dalam beberapa tahun terakhir ini, Lily rajin membaca dan menghadiri pelbagai kegiatan-kegiatan sastra, baik di Malaysia maupun di Indonesia. Kesempatan itu digunakan sebaiknya, karena dorongan positif Sasterawan Negara Dato Ahmad Khamal Abdullah, tersebab Lily juga tercatat bersekutu dengan persatuan sasterawan Numera Malaysia yang dipimpin Dato. 

Selain di Numera Malaysia, Lily sampai kini sudah 11 tahun menetap bersama keluarganya di Melaka, ia juga bersekutu dengan Persatuan Penulis Negeri Melaka yang dikenal dengan Penama. Sesuai dengan keinginannya, ia senang memiliki pergaulan di kalangan orang seni. Bersama kedua organisasi sastra itu, semakin memperbanyak pertemanannya, terutama Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam dan Indonesia sendiri. Ia dapat belajar dan mengetahui karya dan aktifitas kesastraan yang tengah berlangsung.

Baca Puisi Spontan di Kuala Lumpur


Walaupun Lily kelahiran Pariaman, daerah yang sama tempat kelahiranku sendiri, sebelumnya aku tidaklah mengenalnya. Mula mengenalnya, ketika ia minta pertemanan dengan akun fb-ku. Sejak itu kami seringkali berdiskusi dan bertengkar melalui inbox fb.

Topik pembicaraan kami tentu berkait dengan sastra, seni dan kebudayaan. Kemudian lewat sarana fb, aku perhatikan Lily semakin banyak mengenal para orang kesenian, terutama bergiat sastra di Sumatera Barat, Indonesia, yang merupakan kalangan teman-temanku beraktifitas selama ini. Hingga kini berlanjut sudah saling berjumpa satu sama lain.

Dengan ia semakin rajin berkontak dengan kalangan teman-teman di Sumatera Barat itu, Lily semakin mengenal atas keberadaan aktifitasku. Ia begitu “nyinyir” mendorong agar aku kembali meneruskan dunia kepenulisanku di media publik yang telah kutinggalkan sejak lama. Kadang sudah seperti atasan memerintah ke bawahan, seakan-akan aku anak buahnya yang makan gaji darinya, agar aku menghentikan pilihanku untuk “naik gunung.” Suatu istilahku lebih memilih diri untuk “bertapa.” Menjauh dari keriuh-rendahan keramaian kegiatan sastra dimana-mana yang kini tengah berlangsung. 

“Pemaksaannya” berujung pada akhirnya, kesediaanku untuk bersedia mengirimkan karya puisiku, “Hang: Kekalkan Selat Melaka,” via inbox akun fbnya pada malam hari di hari terakhir, dimana puisi itu menjadi salah satu puisi yang terpilih di Anugerah Puisi Dunia Numera 2014. Dengan 2 puisiku yang lain, puisi itupun telah dibukukan pada buku “Risalah Melayu Nun Serumpun,” terbitan Numera Malaysia.

Walau pun terpilih, aku tetap mengatakan padanya, “Dengan berpedoman sesuai pada tema yang dikehendaki, membandingkan dengan semua karya yang terpilih, membuktikan prediksi yang pernah kita perdebatkan perihal puisi terpilih, benar adanya, karenanya aku tidak puas….,”

LILY SITI MULTATULIANA SUTANISKANDAR, ISBEDY STIAWAN ZS (Lampung, Indonesia) SASTERAWAN NEGARA MALAYSIA, DATO AHMAD KHAMAL ABDULLAH dan ABRAR KHAIRUL IKHIRMA (Padang, Indonesia) di TEMU PENYAIR ASEAN 2016, 3/9/2016, di Dewan Bahasa Pustaka, Kuala Lumpur


Hari kedatanganku bertarikh 21 Maret 2014 petang di Kuala Lumpur, Malaysia, itulah baru perjumpaanku pertamakali dengan Lily di penginapan Jeumpa d’ Ramo, Bangsar. Lily salah seorang yang gigih mendorong kehadiranku untuk dapat hadir pada acara Anugerah Puisi Dunia Numera 2014 di Auditorium Dewan Bahasa Pustaka, Kuala Lumpur itu.

Termasuk mengajakku selanjutnya untuk menghadiri kegiatan Penama di Melaka. Setelah 2 kali menolak, barulah aku berkesempatan hadir di tengah bulan September untuk “Malam Puisi Sungai Melaka 2016,” selepas di awal bulan berada di Kuala Lumpur menghadiri “Temu Penyair Asean 2016.”

Lily Siti Multatuliana Sutan Iskandar yang lahir di Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia, pada tahun 1958 ini merupakan penulis sastra yang produktif. Selain menulis esei dan kritik sastra, ia juga menulis puisi. Puisinya tidak hanya diterbitkan di beberapa antologi bersama penyair dari Indonesia, Malaysia, Singapore dan Bangladesh, tetapi juga bersama penyair dari berbagai negara (33 negara di dunia). Begitu juga, tulisan esei sastra/budayanya pernah dimuat di media cetak (Koran Haluan, Tabloid Parle dan Majalah Titian) serta media online (Kompas.com dan Antara.com). Lily dari tahun 1990-2005 bekerja sebagai dosen di sebuah Universitas Swasta di Jakarta. Namun, sejak tahun 2005 tinggal di Jakarta dan Melaka, karena mengikuti suami yang bertugas di Melaka, Malaysia (Dasril Ahmad, pengamat sastra).

Lily mengakui, pada awalnya, ia mendekati kesastraan lebih dekat karena ia intens dimotivasi sepupu suaminya, Soetan Iwan Soekri Munaf, penyair Indonesia yang malang melintang, pernah namanya dikenal aktif dalam dunia kepenyairan di Sumatera Barat dan Bandung, di paruh akhir tahun 1970-an dan 1980-an. Mendorongnya untuk belajar sastra lebih serius dan dapat menuliskan pemikiran-pengalamannya.

Menghantarku ke destinasi sejarah & budaya di Melaka

Dalam sejumlah diskusi di inbox fb ---sebelum kami berjumpa--- mengatakan aktifitasnya bertujuan mempromosikan nama Indonesia ---menurut hematku, Lily bermaksudkan mengenalkan seniman dan karyanya antar negara.

Seperti telah dilakukannya selama ini secara natural antara Indonesia-Malaysia. Hal itu dimungkinkan sesuai intensitas kehadirannya di berbagai acara dalam kurun waktu dewasa ini.

Aku selalu membantah sebagaimana biasanya bahwa Indonesia tak perlu dipromosikan. Nama Indonesia itu sudah terkenal di dunia. Pada akhirnya kami tetap bertengkar. Berdiam diri untuk kesekian waktu. Lalu berbual lagi.

Selama berada di Melaka dalam perjalanan budaya kali ini, sembari dihantarkan Lily mengunjungi destinasi-destinasi berkait Melaka, terutama sejarah dan kebudayaan, kami terus saling memperbincangkan topik-topik kegemaran kami, perihal aktifitas seni sastra dan karya sastra. Ternyata cara pembicaraan kami lancar dan komunikatif. Jauh bertolak-belakang seperti sebelumnya di inbox. Begitu juga pada sejumlah kali, tatkala bertemu Lily pulang kampung ke tanah kelahirannya, pembicaraan hampir selalu tak pernah “nyambung.”

abrar khairul ikhirma
Bukit Katil, Melaka, 19 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar