Jumat, 21 Oktober 2016

HARI INI AKU TAK BERJUMPA MAHATHIR MOHAMAD, KECUALI JEJAKNYA TINGGAL DI SINI



TERTEGAK di depan pintu masuk ruang tamu, rumah kayu tua yang terawat baik, setelah terlebih dahulu menaiki 2 tangga dari halaman. Pertama tangga naik ke beranda. Kedua tangga masuk ke dalam rumah. Menatap ruang tamu rumah pada masa dahulunya. Seperti juga kita masuki rumah-rumah lama Orang Melayu.



Tertegak di pintu masuk ruang tamu. Beberapa menit. Mataku spontan tertuju pada sebuah radio lama. Terletak di atas lemari kecil paling sudut. Tersadar, aku segera dipersilahkan mengisi buku tamu oleh petugas museum. Selesai menerakan identitas, segera saja aku menuju pada bagian sudut ruang depan rumah itu, tak cukup lima langkah dari meja petugas. Menuju benda yang pertama menarik perhatianku. Naluri memotret datang seketika. Aku ingin berselfie dengan latar pesawat radio lama, milik keluarga Mahathir itu.

Belum sempat aku berpotret, tiba-tiba petugas museum memberi isyarat tak membolehkan memotret. Aku tak tahu dan tak diberitahu apakah pengunjung tidak boleh memotret. Segera saja aku beranjak dari tempat itu, melanjutkan masuk ke dalam dan sampai pada bahagian dapur rumah. Sampai keluar dari rumah itu, tak ada yang luarbiasa. Seleraku untuk mendocumentasikan sudah hilang. Aku rasa biasa-biasa saja semua isi yang terdapat dalam rumah. Perbedaannya dengan milik masyarakat umum, karena pemilik rumah ini dulunya adalah keluarga seorang Mahathir Mohamad. Tak ada patut dikategorikan sebagai suatu kerahasiaan. Bila memang rahasia, untuk apa museum ini dibuka untuk umum? Apakah itu tindakan pribadi atau memang aturan dari kerajaan ??? Itulah kekecewaan ku sebagai pelancong Museum Rumah Kelahiran Dr Mahathir Mohamad.

Tun Dr Mahathir bin Mohamad, dilahirkan 10 Juli 1925. Beliau dikenali dengan "Dr. M." Perdana Menteri Malaysia yang keempat. Menggunakan nama timangannya sendiri, "Che Det" sebagai nama pena, ketika aktif menulis dengan artikel pertamanya disiarkan oleh suratkabar The Straits Times Singapura, 20 Juli 1947, bertajuk “Malay Women Make Their Own Freedom” (Wanita Melayu Mencipta Kebebasan Sendiri). Masa kepemimpinannya, 16 Juli 1981 - 31 Oktober 2003, Mahathir berjaya membawa pembangunan melalui dasar-dasar dan perancangan yang diilhamkan dari kejayaan negara-negara luar, sehingga mengangkat Malaysia ke pentas dunia sebagai salah satu negara yang kuat dan maju di Asia Tenggara. Malaysia pernah mendapat julukan sebagai negara Harimau Ekonomi Asia.

Usaha beliau yang paling diingati masyarakat Malaysia dan antarabangsa adalah berhasil membawa Malaysia keluar dari Krisis Keuangan Asia 1997. Mahathir dengan berani menolak cadangan dan juga dana bantuan dari IMF, karena hanya akan menambah lebih buruk krisis itu sendiri. Langkah radikal Mahathir mendapat kritikan hebat ketika itu oleh banyak pihak. Termasuk dari IMF sendiri. 

Setelah lama situasi berlalu, Mahathir barulah menyatakan, kecaman dan pujian adalah hal biasa orang politik dan terserah kepada penilaian berbagai pihak. Mahathir memang dikenal tokoh politik yang vocal berkait isyu antarbangsa dan dinilai kontroversi.

Mahathir memang sudah tidak menjadi Perdana Menteri lagi tapi dari berbagai kekurangannya yang dianggap oleh sebahagian kalangan, namun sekarang Malaysia menikmati apa yang telah dibangunnya diantara kritikan yakni, Jambatan Pulau Pinang, Menara Petronas, Lapangan Terbang Antarabangsa Kuala Lumpur (KLIA), Koridor Raya Multimedia (MSC), Pusat Pentadbiran Putrajaya dan Litar Antarabangsa Sepang. Kesemua itu telah menjadi ikon dan kebanggaan Malaysia. Selain pembangunan lainnya di berbagai Negeri di Malaysia.


Sebelum aku berangkat menuju Malaysia ---sebelum kedatangan ke Kedah,--- Rumah Kelahiran Mahathir Mohamad merupakan hasrat tujuan utamaku. Aku tidaklah seorang pengagumnya, juga bukan seorang yang tak bersimpati padanya. Lebih tersebab, semasa nama beliau berjabatan di pemerintahan dan politik, aku sering membaca berita-berita mengenainya di suratkabar tanah airku. Semasa yang bersamaan itu pula, aku sendiri sedang “tergila-gila” dengan bacaan, rasa tak hidup bila tak membaca suratkabar setiap hari. Rasa ketinggalan bila tidak mengikuti peristiwa dan informasi. Disitulah pertemuanku dengan Mahathir. Nama Mahathir begitu popular dalam ingatanku, ketika disebutkan nama “Malaysia.”

Alhamdulillah, aku dapat menjejak Negeri Kedah. Melanjutkan perjalanan budayaku dari Kuala Lumpur, berkat kebaikan Amelia Hashim, penulis wanita Malaysia kelahiran Kedah. Juga dapat “tumpangan” menginap di bilik asrama saudara Andhyka Nugraha, selama berada di Negeri bahagian Utara Malaysia ini. Sehingga, hari ini, 6 September 2016, aku dapat mengunjungi Muzeum Rumah Kelahiran Mahathir Mohamad, di Lorong Kilang Ais, Jalan Pegawai Alor Star, Kedah, setelah hujan yang menderas berakhir di ibukota Kedah.



Sebelumnya, kemarin kami sudah datang ke sini untuk berkunjung. Namun tak tersadari kemarin adalah hari tutup untuk pelancong. Cuaca pun sama. Kemarin di depan pintu museum, gerimis yang membuat basah telah membuat kami surut dan mengalihkan tujuan semula. Maka hari ini, kedatangan kami sangat tepat. Hujan baru saja berhenti. Dapat menjejak rumah kelahiran seorang pemimpin yang pernah dianugerahkan Darjah Kebesaran Seri Maharaja Mangku Negara yang membawa gelaran Tun. Dinobatkan sebagai "Bapa Pemodenan Malaysia" kerana berjaya membangunkan Malaysia menjadi sebuah Negara industri baru yang disegani di kalangan negara-negara membangun. 22 tahun sebagai Perdana Menteri tercatat sebagai pemimpin kedua paling lama memegang jabatan di Asia Tenggara setelah Presiden Soeharto dari Indonesia.

Pertama berada dalam kawasan Rumah Kelahiran Mahathir, perasaan nyaman terasa. Pandangan mataku terasa nyaman. Karena ada bangunan berciri Melayu. Selain bangunan utama yang merupakan Rumah Kelahiran, ada 3 bangunan lain yang dibangun semi permanen. Satu rumah, berisi jejak Mahathir menjadi dokter. Rumah kedua, perjalanan politik Mahathir. Ketiga, auditorium. Di bahagian belakangnya terdapat mushala kecil. Aku suka. Bukan karena fungsinya karena sudah hal biasa fasilitas ini tersedia di ruang public tapi pada penataan dan penempatannya. Sederhana. Bisa digunakan untuk 3 orang. Tempat wudhuknya berada dalam satu ruangan. Sangat simple. Aku sholat zhuhur di sini.




Andaikan dalam kawasan ini terdapat sebuah kedai kecil minuman, semacam di daerahku, aku pasti akan masuk sejenak, duduk di salah satu bangku sambil menikmati secangkir kopi hangat. Apalagi di ruang terbuka di bawah kerindangan pohon pelindung, diberi pula kemerdekaan bagi pelancong yang memiliki kebiasaan merokok, “Smoking Area.” Aku pasti akan memuji, Mahathir setinggi langit, ia memberi kebebasan bagi perokok, bukan hanya “memenangkan” kaum yang anti rokok. Sayang hal itu tidak ada. Tidak berlaku di kawasan ini, seperti umumnya juga “tidak dibolehkan” di berbagai tempat. Aku tak memiliki sejenak menikmati “perjumpaan” itu dengan “Mahathir,” dalam suasana seperti di daerahku “suasana kedai kopi.”

Setelah berkeliling di halaman, diantara bangunan-bangunan dalam kawasan, aku bertemu serombongan pelancong di depan bangunan Rumah Kelahiran. Rupanya serombongan mahasiswa yang datang dari salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, Indonesia.

Museum seperti ini, memang pantas untuk didirikan dan dibuka untuk umum. Sekali lagi, yang terdapat dalam kawasan ini menurutku biasa-biasa saja. Karena memang Mahathir terlahir dalam kehidupan keluarga yang biasa-biasa saja. 

Walau pun museum ini biasa-biasa dan tak menarik tapi hal semacam ini perlu. Bukan tersebab Mahathir putera Melayu dari Kedah. Terserah keberadaan Mahathir dalam dunia perbincangan pro dan kontra, namun Museum Rumah Kelahirannya ini merupakan sebuah symbol yang harus tersadari oleh bangsa Malaysia, bangsa Melayu. 

Meskipun dari kehidupan biasa, karena kegigihan berjuang meraih pendidikan, kedudukan, ilmu pengetahuan dan penguasaan akan bangsa dan kenegaraan, beliau mampu “mengubah” kehidupan bangsanya. Rumah dan Mahathir adalah sebuah symbol. Mestinya menjadi spirite bagi regenerasi Malaysia. Menjadi inspiratif untuk kita bersama hendaknya.

abrar khairul ikhirma
Sintok Kedah Malaysia
7 September 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar