Minggu, 27 November 2016

MELIHAT TABUIK PIAMAN


TABUIK bukanlah suatu yang asing bagi saya. Termasuk bentuk-bentuk penyelenggaraannya dari tahun ke tahun. Saya memiliki pengalaman dan kenangan tersendiri setiap penyelenggaraan “helat besar” di kota kelahiran saya ini, dari masa kecil sampai kepada hari ini. 




Saya tak pernah sekalipun terlibat dalam kepanitiaan walau pun orang-orang mengenal saya, beranggapan saya terkait dengan penyelenggara, atau salah satu pihak dari kedua Tabuik. Saya independen, seorang pemerhati tradisi dengan kacamata budaya dan sebagai salah seorang Orang Piaman.

Ada sebahagian beranggapan saya berada di pihak Tabuik Pasa. Sejak masa remaja, saya hidup dalam masyarakat Kampuang Perak dan Pasia. Itu hanya tersebab saya merasa memiliki dua orang yang menyayangi saya di Kampuang Perak dan Pasia, yang sudah saya anggap ibu. Teta Tapai di Kampuang Perak dan Inuang di Pasia. Dua Jorong ---kini kelurahan—dalam Kenagarian Pasa. Kedua orang perempuan itu, sudah wafat. 

Tidak banyak yang mengetahui saat ini, ayah saya Sidi Chairul Munir pernah menjadi Wali Nagari V Koto Aia Pampan selama 3 periode. Di tahun 1960-an dan awal 1970-an. Kemudian berlanjut menjadi Anggota DPRD Padang Pariaman selama 3 periode. Pada masa kecil, saat prosesi Tabuik, saya selalu dibawa ayah pada lokasi Tabuik Subarang dikerjakan atau pada penyelenggaraan acara-acara terkait.

Itulah sebabnya, saya selalu tidak menjawab dan hanya tersenyum dalam hati saja, pabila mengetahui seseorang merasa sinis, bila saya berbicara Tabuik atau pun menulis tentang Tabuik di media public. Kesinisan itu lebih saya anggap berkesan bahwa saya dianggapnya baru mengenal Tabuik.  

“Tabuik Piaman, Prosesi Tradisi Muharam 2012, Sebuah Reportase Budaya,” ini merupakan sebuah buku yang mencatat peristiwa penyelenggaraan pesta seni tradisi Orang Piaman tahun 2012, dalam konteks reportase. Pun saya menilai, penyelenggaraan tahun 2012 terbilang cukup baik. 

Awalnya merupakan reportase berita untuk media sumbaronline.com. Pada peristiwa tahun 2012, hanya sayalah yang menulis berita secara lengkap, dari awal sampai akhir penyelenggaraan Tabuik. Kerja inisiatif saya tanpa dukungan panitia atau pun pemerintah selama melakukan liputan. Berita-berita tersebut kemudian dikumpulkan kembali, dilakukan perbaikan dan editing untuk dapat diwujudkan ke dalam sebentuk buku. Sebagai sumbangan untuk bahan bacaan bagi masyarakat.

Acara “Ba Tabuik” merupakan Tradisi pesta rakyat Orang Piaman mengambil momentum perayaan Tahun Baru Islam. Berlangsung dari 1 Muharam sampai diakhiri pada 10 Muharam. Bangunan dan hiasan terdapat pada konstruksi Tabuik, adalah sarat simbol dan filosofi, selain merupakan sebuah karya seni. 

Orang Piaman sebutan untuk mereka yang berada di wilayah, Gasan-Tiku (Kabupaten Agam), Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman dan Koto Tangah-Kuranji-Lubuk Begalung-Lubuak Kilangan-Pauh Limo-Bunguih Taluak Kabuang (Kota Padang).

Pada tahun yang silam, banyak Nagari di Pariaman membuat Tabuik pada 1-10 Muharam. Pada tahun 1980-an ada seorang orangtua bercerita pada saya bahwa di Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, pernah diadakan Tabuik di zaman dahulunya. Sungai Limau sendiri pada masa silam, merupakan salah satu daerah titik pusat di daerah pedalaman Pariaman di Zaman Belanda selain Nareh, arah utara Kota Pariaman. Keterhubungan daerah itu sebagai salah satu titik keramaian di pedalaman, dimungkinkan dengan dibangunnya rel kereta api dari Kota Padang yang menjadi pusat pemerintahan.

Dari zaman ke zaman, terjadi penyusutan jumlahnya. Hingga terakhir secara tetap menyelenggarakan Tabuik sebagai Alek Nagari atau Pesta Anak Nagari ialah Kenagarian Pasa dan Kenagarian V Koto Aia Pampan. Ini dimungkinkan dengan posisi Kota Pariaman menjadi pusat daerah Pariaman.

Akibat pada penyelenggaraan timbul ekses yang dianggap tidak dapat dikendalikan, dimana antar kedua anak nagari dicemaskan timbulnya perkelahian, penyelenggaraan Tabuik dihentikan pemerintah untuk waktu yang tidak ditentukan.



Dengan diangkatnya Anas Malik sebagai Bupati Padang Pariaman di tahun 1980, di masa jabatannya,  Tabuik dihidupkan lagi. Alasan Sang Bupati, pembangunan Piaman harus dibangkitkan potensi budayanya. Ekonomi daerah dapat meningkat dan berkembang, pabila ada kegiatan budaya semacam Tabuik. Ratusan juta bahkan sampai milyaran rupiah uang selama ada Tabuik berputar di Pariaman.

Gagasan Bupati ini mendapat sambutan para pemuka masyarakat dan masyarakat. Termasuk mendapat dukungan penuh dari para perantau Piaman tergabung PKDP (Persatuan Keluarga Daerah Piaman) di berbagai daerah di Indonesia. Sejak itulah Tabuik sampai sekarang terus diselenggarakan. Pemerintah memberikan dana hibah pada panitia penyelenggara, selain pembiayaan partisipasi masyarakat. Tapi kini penyelenggaraan dan pendanaannya sudah “dikendalikan” pemerintah, karena Tabuik sudah dimasukkan ke dalam APBD (Anggaran Pembelanjaan Daerah) Kota Pariaman.   

Peristiwa Kebudayaan Anak Nagari Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang V Koto Aia Pampan ini, pada Hari Puncak Tabuik, mampu menjadi “magnet” membuat ribuan orang ingin berkunjung ke Pariaman, pesisir pantai barat Pulau Sumatera. Merupakan momen bagi perantau Piaman untuk pulang kampong selain saat hari raya Iedhul Fitri setiap tahun.

TABUIK dan prosesinya merupakan tradisi pertemuan budaya yang kompleks, adat, agama, seni, ekonomi, kekuasaan dan hiburan masyarakat. Perlu dijaga dengan baik walau zaman bertukar waktu yang beralih. Patut dipertahankan. Banyak daerah berupaya membuat event-event agar daerahnya memiliki event, sementara Pariaman tidak perlu “mencari” lagi. Karena sudah memiliki tradisi yang diwarisi !

abrar khairul ikhirma
Pariaman, Oktober 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar