Selasa, 27 Juni 2017

SUBUH PERTAMA DI MADINAH

Ketika terbangun, segera saja bangkit dari tempat tidur. Istirahat belum cukup, namun tubuh merasa kuat saja. Segera masuk ke kamar mandi. Bersiap untuk mengakhiri kantuk. Berharap dapat secepatnya meninggalkan penginapan. Bertarung melawan dingin udara terbuka untuk bersujud kepada-Nya. Ini waktu subuh pertama berada di Kota Medinah…




Memasuki hotel sudah waktu dinihari disaat pertamakali menjejak Madinah. Bersholat menjama’ Maghrib dan Isya. Karena sebelumnya situasi perjalanan. Kemudian langsung beristirahat. Tidur kurang lebih hanya 2 jam. Dalam keadaan begitu sudah bergegas lagi untuk bisa berada dalam Masjid Nabawi. Ingin berada di barisan paling depan. Karenanya harus datang lebih awal sebelum masuk waktu sholat Subuh.

Melawan rasa kantuk bersama dingin dinihari hanya dengan niat di hati. Tanpa ada niat, tidak akan teguh dalam menghadapi berbagai keadaan. Niatpun perlu diiringi usaha agar semuanya menjadi nyata. Itulah yang diam-diam kupatrikan dalam diriku, sesaat sejak turun pesawat Saudi Arabia Arlines yang membawa kami dari bandara Kuala Namu Medan Indonesia ke  Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz Airport, Madinah, Arab Saudi.




Keluar dari Mubarak Al Mase Hotel, tempat menginap selama di Madinah, sudah disambut udara dingin mencucuk tulang. Menurut keterangan, udara Madinah memang dalam keadaan dingin. Tidak hanya sekadar dingin tetapi sewaktu-waktu juga disertai tiupan angin. Kondisi tubuh yang memerlukan penyesuaian. Karena aku datang dari negeri musim tropis.

Di luar hotel benar-benar dalam situasi sepi. Jalanan pun hampir tak ada kendaraan. Senyap yang selalu aku rindukan bila berada di suatu daerah perkotaan di tanah airku. Aku sangat menyukai keheningan. Pada keheningan, aku merasa nyaman untuk merenung dan merasakan denyut nadi kehidupan.

Selain aku dengan kakakku, hanya satu dua yang terlihat berjalan bergegas saat itu. Tujuan kami sama yakni Masjid Nabawi. Kami berjalan dengan langkah cepat di trotoar, diantara kaki bangunan pencakar langit. Semuanya adalah hotel. Tiap jengkal yang dilalui terlihat bersih. Tak sepotong sampah pun terpandang olehku di sana sini. Aku kira…, debu pun enggan untuk turun.

Waktu kedatangan ke jantung Kota Medinah, bus yang membawa kami dari bandara ke hotel, harus melakukan jalan berputar dahulu. Pada saat itu, dari dalam bus aku sudah melihat Masjid Nabawi dengan menara-menaranya, penuh siraman cahaya lampu yang terang benderang. Melihat saja dari jauh, diantara sela-sela bangunan tinggi, perasaanku sudah bergetar, seakan-akan sudah teramat ingin segera bersholat diantara para jemaah yang berdatangan dari berbagai belahan dunia. Tak henti aku menyeru dalam hati, Allah dan Muhammad.

Sejak masa kecil, aku benar-benar tidak tahan dengan udara yang dingin. Biasanya untuk menghangatkan tubuh, aku segera menyembunyikan diri dari tempat yang terbuka. Memasang jaket tebal. Bahkan kalau segera tidur berselimutkan kain tebal. Jika dibandingkan dengan udara dingin yang pernah kurasakan, dingin saat di Medinah, jauh melebihi dingin yang pernah kurasakan di tanah air. Rupanya Allah mendengarkan permohonanku, agar aku diberi kemudahan melaksanakan ibadah, dari awal sampai akhir. Sehingga aku dengan berbekal sweater dan sebuah kain sarung, telah dapat menembus rasa dingin itu. Alhamdulillah…




Masjid Nabawi atau Al-Masjid an-NabawÄ« (pengucapan bahasa Arab) adalah masjid yang didirikan secara langsung oleh Nabi Muhammad. Terletak di pusat kota Madinah di Arab Saudi. Masjid Nabawi merupakan masjid yang dibangun ketiga dalam sejarah Islam. Kini menjadi salah satu masjid terbesar di dunia. Masjid ini menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah.

Masjid ini sebenarnya merupakan bekas rumah Nabi Muhammad yang dia tinggali setelah Hijrah (pindah) ke Madinah pada 622 M. Bangunan masjid sebenarnya dibangun tanpa atap. Masjid pada saat itu dijadikan tempat berkumpulnya masyarakat, majlis, dan sekolah agama. Masjid ini juga merupakan salah satu tempat yang disebutkan namanya dalam  Alquran.

Kemajuan masjid ini tidak lepas dari pengaruh kemajuan penguasa-penguasa Islam. Pada 1909, tempat ini menjadi tempat pertama di Jazirah Arab yang diterangi pencahayaan listrik. Masjid ini berada dibawah perlindungan dan pengawasan Penjaga Dua Tanah Suci. Lokasi masjid berada tepat di tengah-tengah kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi tujuan utama para jamaah Haji ataupun Umrah. Beberapa jamaah mengunjungi makam Nabi Muhammad untuk menelusuri jejak kehidupannya di Madinah.

Antara hotel tempat menginap dengan Masjid Nabawi lebih kurang hanya sejarak 100 meter. Karena antara hotel dengan masjid terdapat  bangunan-bangunan tinggi, sehingga dari hotel tak tak terlihat Masjid Nabawi, begitu juga sebaliknya. Untuk berjalan bolak-balik dari penginapan dan masjid tidaklah menyulitkan. Mudah dicapai dan tidak akan tersesat. Sehingga hal inipun menambah perasaan kenyamanan bagiku.

Meskipun sudah terbilang datang awal, bukan berarti di masjid belumlah ramai. Pemandanganku segera saja bertumbuk mulai dari pintu masuk halaman masjid dengan banyak orang. Ada banyak orang malah lebih awal lagi dari kedatanganku. Bahkan ada yang memang bersengaja menghabiskan waktu sesudah sholat Isya sampai waktu sholat Subuh hanya berada di masjid. Aku jauh kalah dengan orang-orang demikian. Menggunakan waktu selama berada di Madinah hanya beribadah di Nabawi.

Kekuatan untuk berjalan kaki memang sangat dibutuhkan. Stamina yang baik sangat terasa manfaatnya bila berada dalam suasana seperti ini. Jangankan melangkah di dalam masjid untuk mencapai bahagian baris depan, dari pintu masuk halaman saja sampai mencapai tangga masjid, bisa-bisa melelahkan, tersebab demikian luasnya. Kiranya, dengan bergerak sejauh kaki melangkah itu, ditambah dalam masjid dengan banyak orang, akhirnya rasa dingin dengan sendirinya kalah. Aku merasakan kehangatan, rasa syukur dan kebahagiaan yang tiada dapat terkatakan. Mataku memercikkan tangisku di balik kacamataku berembun menjelang waktu Subuh.

Mula pertama memasuki Masjid Nabawi, melalui pintu yang sejajar dengan mighrab. Sudah sangat ramai. Semua orang ingin berada pada posisi terdepan. Berada di dekat mighrab, berdekatan di belakang imam. Dalam keadaan ramai, bentangan saf hampir tak ada lagi tempat untuk ditempati. Namun semua orang terus saja mengalir bagaikan terhisap magnet.

Akhirnya menemukan tempat untuk bersholat. Jaraknya hanya beberapa meter dari posisi imam. Bahagian sebelah kanan imam. Segera saja aku bersholat sunat tahyatul masjid. Dilanjutkan dengan sunat hajat. Dengan tenang. Sekhusuk mungkin, diantara orang-orang yang terus saja melintas silih berganti. Berdo’a dan berzikir. Tiada merasakan lagi dingin atau pun mata yang mengantuk, seperti biasanya dalam keseharian pada jam-jam gawat ini. Dimana bantal, kasur dan selimut menjadi godaan paling berat kala menjelang waktu Subuh.

Kuakui, diriku selama ini tidak banyak mengetahui secara persis perkara keuntungan dan kerugian. Karena bagiku yang penting melaksanakan ibadah sebaik-baiknya. Termasuk kedatangan ke Tanah Suci pada kesempatan ini. Sama sekali aku tidak pernah memikirkan ganjaran pahala yang akan aku peroleh nantinya atau aku juga tak bermaksud berlomba-lomba mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Sekali lagi, aku tetap pada keyakinanku yakni, berusaha saja melaksanakan ibadah sebaik-baiknya sesuai dengan keterbatasan kemampuanku.

Karenanya, sama sekali aku belum pernah mengetahui banyak hal tapi barulah mengetahuinya setelah kembali di tanah air. Pada Riwayat Ahmad, dengan sanad yang sah, disebutkan oleh Rasulullah sebagaimana diterima dari Jabir ra, perihal keutamaan Masjid Nabawi; “Satu kali sholat di masjidku ini, lebih besar pahalanya dari seribu kali sholat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu kali sholat di Masjidil Haram, lebih utama dari seratus ribu kali sholat di masjid lainnya.”




Waktu sholat subuh masih ada sekitar dua jam lagi. Kakakku mengajakku untuk menemaninya keluar masjid. Kami tinggalkan saf. Di depan pintu keluar, aku disambut udara dingin. Telapak kaki serasa memijak batu es. Tubuhku kecut. Kesempatan itu kami pergunakan mengelilingi Masjid Nabawi. Perjalanan yang indah. Melintasi banyak orang dari berbagai bangsa dan Negara. Diantara payung-payung di pelataran. Ada masih kuncup, ada banyak berbaris dalam keadaan terkembang.

Kakak sulungku Irvan Khairul Ananda bersama isterinya sebelum kali ini, sudah pernah ke Tanah Suci. Termasuk kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku yang lainnya. Setidaknya bagi kakakku, Masjid Nabawi sudah menjadi masjid yang akrab untuk ditelusurinya. Hingga mendekati waktu sholat Subuh selesai mengelilingi masjid, melalui pintu yang lainnya, kami kembali memasuki Masjid Nabawi.

Mendapatkan saf hanya beberapa baris dari depan. Lebih dekat dari posisi kami semula, saat pertama bersholat sunat tadi. Termasuk hanya beberapa jarak dari Imam yang memimpin sholat. Alhamdulillah…, sebuah Karunia tak terkatakan bagiku. Alhamdulillah…

Karunia berikutnya, selesai berdo’a sejenak, aku sudah berada di dalam kungkungan terpal berwarna putih setinggi satu meter. Dengan cepat diblok petugas untuk membatasi mereka yang dibolehkan berada di dalamnya untuk bersholat sunat dan berdo’a. Baik musim Haji atau pun saat Umroh, tidak semua orang dapat mencapai dan bisa masuk ke dalamnya. Area yang lebih kurang dapat menampung untuk seratus orang di dalamnya.

Inilah salah satu bagian Masjid Nabawi paling utama. Merupakan jantung Masjid Nabawi. Terkenal dengan sebutan Raudlah (taman surga). Doa’do’a yang dimohonkan dari Raudlah ini diyakini akan dikabulkan oleh Allah swt. Raudlah terletak di antara mimbar dengan makam (dahulu rumah) Rasulullah.

Riad ul-Jannah terpisah dari Jannah (Surga). Ini diceritakan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Wilayah antara rumahku dengan mimbarku adalah salah satu taman surga, dan mimbarku itu berada di atas kolamku.”


Aku diberi izin dan kemudahan untuk bisa berada di Riad ul-Jannah diantara jutaan sesama muslim yang terus berdatangan ke Madinah. Semoga permulaan yang baik dan diredhoiNya bagi kehidupanku. Ketika subuh pertama berada di Kota Madinah (*) 

1 komentar:

  1. Terimakasih telah sudi berkisah Arkhi, sehingga dengan cara tersendiri, dapat ikut merasakan perjalanan umrah ini.

    BalasHapus