Jumat, 09 Juni 2017

KESENYAPAN RELEGI DIKALA DINIHARI

Sungguh! Selalu tersua dalam hidup ini, sesuatu yang sukar dibayangkan dan diluar yang pernah direncanakan. Hidup penuh keajaiban atau…??? Apakah makna dari semua ini.


PANGERAN MOHAMMAD BIN ABDUL AZIZ AIRPORT, MEDINAH


Sembari menunggu koper-koper rombongan kami semuanya terkumpul dari bagasi pesawat, diuruskan petugas biro perjalanan, diantara udara yang semula terasa sejuk, berubah bertalu-talu berhembus angin gurun, membuatku merasa mengigil meskipun memakai baju penghangat.

Saat kala terbilang dinihari itu, dalam kedinginan di pelataran parkir bus airport Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz, bandara yang terletak di Timur Laut Kota Madinah, tak ramai, selain hanya rombongan jemaah yang turun dari pesawat Saudi Arabia Airlines.

Beberapa orang diantara kami rombongan jemaah Umroh yang bertolak dari Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara, memilih untuk tidak naik ke atas bus sambil menanti koper-koper mereka. Bersantai disekitar bus yang akan membawa rombongan ke hotel, dimana kami akan menginap beberapa hari selama berada di Kota Madinah.

Aku menyempatkan diri menikmati kesunyian areal parkir itu. Ada beberapa bus terlihat parkir, di beberapa tempat yang terpisah. Ada diantara udara dingin itu, seorang sopir dengan tenang bersholat di pelataran yang bersih. Pohon-pohon kurma yang baru ditanam, masih terlihat ditopang oleh penyangga. Konon bandara ini masih terbilang baru selesai dibangun.

Dalam perjalanan dari bandara ke hotel, di dalam bus, aku tak memiliki ruang gerak yang cukup untuk melakukan pemotretan sepanjang perjalanan. Karena saat ini, posisi aku duduk bersama ibundaku, dimana ibu duduk dekat jendela. Susah bagiku untuk memotret dengan cameraku, pun tak sepenuhnya dapat melihat hal-hal yang dapat diamati.

Andaikan aku ingin memaksakan diri untuk memotret, bisa saja aku mencari-cari posisi dan kesempatan. Namun kali ini, sejak keberangkatan, aku sendiri sudah memposisikan diriku, aku tidak akan bertujuan memotret sebagaimana hobiku membuat dokumentasi seperti biasanya. Aku sudah menekankan pada diriku, aku bertujuan untuk melaksanakan ibadah bukan untuk berpotret ke Medinah dan Mekkah.

Ada banyak orang terlihat bagiku dari awal sampai akhir, selama perjalanan Umroh, demikian sibuk menggunakan camera ponselnya berselfie-selfie disaat melaksanakan tawaf maupun bersa’i.  Alhamdulillah…, aku sama sekali tidak tergoda, meskipun aku memiliki tablet maupun camera pocket, yang selalu berada di tas kecilku dibawa kemana pun pergi.

Sejak awal keberangkatan dari Medan, aku sudah berniat, ingin sampai pulang ke tanah air, selama aku tidak dalam keadaan istirahat tidur dalam melaksanakan perjalanan ibadah Umroh, aku akan berzikir semampuku. Karenanya, aku berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak tujuan yang telah aku niatkan semula. Alhamdulillah…, aku dapat mengalahkan kesenanganku untuk memotret dan memikirkan hal-hal lain. Sekali lagi Alhamdulillah…, semoga semuanya terjauh dari yang bersifat ria dan semoga Allah mengampuninya.

Beberapa menit bus bergerak perlahan keluar dari kawasan bandara, terdengar suara pemandu Umroh kami melalui loudspeaker bus, mengucapkan salam, memberi sedikit keterangan gambaran perihal tujuan kedatangan dan hal-hal mengenai Kota Medinah. Termasuk berkait dengan Rasulullah yang menjadikan Kota Medinah sebagai daerah bertempat tinggal sampai akhir hayatnya. Juga Masjid Quba dan Masjid Nabawi, kebun kurma dan Jabbal Uhud.

Diam-diam, tak dapat kupungkiri, sewaktu menjejakkan kaki seturun dari pesawat dari Indonesia, aku menitikkan airmata. Aku tidak tahu, airmata apakah itu. Apakah kegembiraan ataukah kesedihan. Jiwaku terliputi dalam perasaan yang sulit untuk kugambarkan kepada siapapun. Hanya Allah yang tahu untuk semua yang ada dalam diriku.

Yang kuingat saat itu hanyalah, ampunilah diriku, hidupku, sebagai seorang anak kepada kedua orangtuaku. Terimalah ibadahku yang kulakukan hanya sebisaku, seadanya, sekekuranganku sama sekali tak pernah menghafal satu do’apun, kecuali suara hatiku sendiri yang dapat kusampaikan kepadaNya, Yang Maha Mengetahui, betapa bertahun-tahun aku mengendalikan diriku dalam berbagai cobaan hidup yang getir dan luka-luka batin yang harus kutanggungkan sampai akhir hayatku.


BUS DARI BANDARA KE HOTEL


Tiba memasuki Kota Medinah, pemandu kami yang disebut muntawif, memandu kami membacakan do’a datang di Medinah dan bershalawat untuk Rasulullah. Tubuhku, jiwaku, amat bergetar. Lampu-lampu penerang di kiri kanan jalan tak mampu melihatkan yang tersembunyi dalam diriku. Biarlah Dia yang menampak dan mengetahui.

Aku meyakini, sehina-hinanya aku, selemah-lemahnya aku, tiada mungkin aku akan luput menjadi perhatian Allah. Aku teringat, sebatang pohon di halaman rumah kita. Kita yang menanam, kita yang merawat dan terlihat saban waktu, kita hanya tahu pohon itu tumbuh subur tapi Allah amat mengetahui saat setiap sehelai daunnya gugur dari yang hanya terlihat subur dari perhatian kita.

Kuakui, aku memang pernah memiliki niat untuk dapat melaksanakan ibadah Haji, kemudian bertahun-tahun rasanya hal itu mustahil, lalu terlintas keinginan untuk suatu saat biarlah melaksanakan Umroh saja. Tetapi aku tak pernah menemukan jalan untuk niat itu. Demikian besar cobaan arus batinku yang harus kuatasi dari hari ke hari selama bertahun-tahun, sehingga aku tak memiliki kesempatan untuk mewujudkan sebuah niat menjadi suatu kenyataan.

Aku berteguh diri, menaklukkannya untuk memupuk rasa kesabaran terhadap semua yang pernah kualami, yang kusimpan selama ini jauh dalam-dalam di relung yang paling dalam, yang kutebus dengan pengorbanan hilangnya kesempatan dan usiaku terbuang begitu saja, yang akan kubawa sebagai luka sampai akhir hayatku, demi memenuhi janjiku semata-mata hanya karena Allah.

Dalam keheningan disaat bus yang terus menuju jantung Kota Medinah, dalam keadaan lampu penerang dalam bus yang tidak dinyalakan, pada suasana hening, diantara zikirku dalam hati, aku dapat memahami saat ini, ada banyak orang pernah kudengar selalu berkata, “dirinya belum siap untuk melaksanakan Umroh atau Haji.”

Padahal mereka memiliki kesempatan kemampuan ekonomi untuk mencapai Tanah Suci. Jika hendak jujur, sebenarnya aku lebih melihat di balik hal itu ialah ada banyak orang merasakan “kegamangan” untuk datang ke Tanah Suci. Kegamangan pada “hidup” mereka selama ini oleh bermacam sebab “tersembunyi” di balik cara-cara hidup mereka yang terlihat. Hanya mereka yang tahu dan Allah yang mereka percayai.

Sudah umum ditemui dalam kehidupan sehari-hari, termasuk banyak orang yang pernah langsung kukenali, terjadi ada yang sebelumnya kurang taat beribadah tapi sepulang dari Tanah Suci mereka berobah semakin lebih baik. Termasuk perilakunya sehari-hari juga berobah ke arah yang dapat ditauladani lingkungannya. Ada beribadahnya semakin baik tapi perilakunya tetap tak berobah. Ada beribadahnya semakin buruk, termasuk perilakunya semakin terlihat lebih buruk lagi. Semuanya adalah contoh-contoh berharga dalam kehidupan yang diperlihatkan Allah kepada manusia.


BARU SAJA SAMPAI DI DEPAN HOTEL


Sedang bagiku, sama sekali aku tak sedikitpun merasa gamang dan takut. Insyaallah…, demikian juga untuk seterusnya. Karena aku tak pernah sedikitpun lari dari kenyataan hidupku. Aku hanya melakukan sesuai dengan kemampuanku. Aku telah memasrahkan diriku, aku telah menyerahkan semua persoalan hidupku, untuk ditetapkanNya, amal dan dosaku. Banyak atau sedikit sekalipun. Karena Dialah yang kupercayai mengetahui niat dan segala perbuatan yang kulakukan sejak aku memasuki aqil-baliq. Aku ikhlas dan redha, Allah memberiku hal baik atau pun buruk. Cobaan maupun kesabaran.

Karena tak sedikitpun dalam perjalanan hidupku terniat untuk berlaku menyimpang dari apa yang kuyakini hanya demi memperoleh yang kuingini, demi terlihat baik dimata orang-orang meskipun aku sadar harus kehilangan yang semestinya kuperoleh seperti terlihat dimiliki manusia-manusia lainnya. Meskipun kusadari demikian banyak hidupku dengan kekurangan amalanku dalam beribadah. Tetapi aku tak pernah jera untuk berusaha agar hidupku kujalani tidak di jalan kesesatan, sekecil apapun, dengan alasan apapun. Insyaallah…

Aku merasa bersyukur, aku diberi kesempatan olehNya untuk datang saat ini ke Baitullah untuk Umroh. Dalam usiaku yang tak terbilang muda. Tak pernah menetapkan secara rinci kapan waktunya. Nyatanya tahun ini panggilan hati itu datang seketika dan kesempatan itu ada. Tak terbayangkan secepat itu prosesnya, dibandingkan yang terniat bertahun-tahun sebelumnya. Inilah yang disebut panggilan itukah ??? Yang jelas kini aku sudah berada di Tanah Suci.

Dalam bus yang membawa kami, tak ada suara music atau pun terdengar percakapan. Senyap. Diluar sepanjang jalan yang dilalui, kiri kanan terasa juga senyap. Benar-benar suasana yang sudah diliputi alam yang relegius. Aku tetap berzikir, berhindar diri dari ingatan-ingatan yang dapat merusak perjalanan ibadahku. Tiada yang tahu, airmataku tiada berhenti jatuh ke dalam. Ya, Allah…

Tiada henti aku dalam hati mengucap syukur dan ampunan. Teringat akan Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 97 yang berbunyi: “Dan menjadi hak bagi Allah atas manusia untuk mengunjungi rumah itu (baitullah), Yaitu bagi siapa saja yang ada baginya kemampuan untuk berjalan (pergi) ke sana. Dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.”

Bismillahirrahmanirrahim… (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar