Sabtu, 10 Juni 2017

DARI SUMPUA KA PANINGGAHAN

Danau Singkarak yang termasuk dalam wilayah dua kabupaten yakni Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat, satu dari danau yang terkenal namanya. Salahsatu sisi danau, terdapat lintasan jalan Lintas Sumatera. Jalan yang umum ditempuh kendaraan umum maupun pribadi yang menghubungkan dua kota terdekat, Kota Padang Panjang dengan Kota Solok.




Selain jalan Lintas Sumatera yang dikenal sebagai jalan menikmati keindahan Danau Singkarak selama ini, sejak lama sebenarnya terdapat jalan lingkar danau pada sisi lainnya yakni bermula dari daerah Sumpua (nama yang dibahasa-indonesiakan dengan Sumpur) terus menuju daerah Paninggahan, Saniangbaka dan terhubung dengan daerah Sumani, Kabupaten Solok.

Jalur Sumpua dan Paninggahan ini tidak seramai Jalan Lintas Sumatera yang dilalui kendaraan umum. Jalannya menyisi tepian danau, dengan melintasi perkampungan penduduk yang berdiam di tepian danau. Keindahan pemandangan danau sepanjang menelusuri jalur ini tak kalah menariknya.




Kita juga akan melihat pemandangan perbukitan, persawahan penduduk, kebun-kebun serta aktifitas masyarakat tepian danau, seperti bersunyi diri mengail ikan di atas perahu atau menebar jaring menangkap ikan bilih --- ikan khas Danau Singkarak.

Jalur Sumpua dan Paninggahan ini dikenal juga sebagai jalan untuk mencapai Malalo. Malalo adalah daerah yang sampai kini masih tetap dikenal, salah satu titik pengembangan pendidikan keagamaan di Ranah Minangkabau. Malalo terletak di tepian Danau Singkarak ini memiliki tokoh yang dikenal dalam sejarah keagamaan, dengan nama popular yakni Uwai Malalo.

Ulama besar ini mashur digelari dengan nama Uwai Limopuluah Malalo, tokoh yang dikenal sebagai ulama besar Tarekat Syatariah. Di Malalo terdapat surau dan makamnya.




Aku sudah beberapakali sendirian menempuh jalur Sumpua ke Paninggahan ini. Terakhir pada bulan puasa tahun 2016 lalu. Tak terasa sudah satu tahun saja. Tampaknya sudah masuk pula bulan Ramadhan di tahun 2017 tapi aku tak memiliki kesempatan untuk kembali menelusurinya. Aku kira tidak banyak terjadi perubahan. Tentu masih tetap menjadi kawasan tepian danau yang menarik untuk dinikmati.

Pada tahun lalu, aku sempat melakukan pemotretan objek-objek yang dilalui. Ketenangan air danau, persawahan yang baru selesai dipanen, rumah-rumah gadang yang sedang menghadapi masa kehancuran karena tiada penghuni. Juga sempat bertemu salah seorang masyarakat yang baru saja selesai memancing ikan danau.




Jalanan yang sepi, jika seorang diri, wajar saja membuat diri merasa gamang. Apalagi sepanjang jalan tidak ramai orang yang ditemui. Namun terasa lain, ketika melaksanakan sholat di salah satu surau yang terdapat di pinggir danau di Malalo.


Termasuk dapat melihat hasil panen bawang di daerah Saniangbaka, dimana di rumah-rumah penduduk terlihat bawang-bawang dikeringkan dengan menggantungkannya di banyak teras rumah. Juga rombongan burung bangau putih, asyik mencari makanan di areal persawahan yang baru selesai dipanen dalam keadaan air yang tergenang (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar