Jumat, 16 Juni 2017

AKU DI BUKU PELUKIS HASSO MORSCHEK

Seingatku, aku pernah menulis review pameran lukisan Pelukis Hasso Morschek dua tulisan, dimuat di dua suratkabar terbitan Padang, Sumatera Barat yakni, suratkabar Harian Singgalang dan Harian Semangat.




Ternyata sejumlah pandanganku, yang kutuliskan pada artikel di suratkabar tersebut, setelah menyaksikan pameran lukisan Pelukis Hasso di Gedung Pameran Taman Budaya Sumbar ---Sumatera Barat--- dikutip dan termuat pada buku sang pelukis berjudul “Hasso, Rajo Sampono nan Putiah” yang disusun oleh Drs Am Yosef Dt. Garang.

Buku yang berisikan gambar-gambar repro dari lukisan Hasso, dicetak full-color. Berikut terdapat sejumlah pandangannya terhadap kepelukisannya dan inspirasi dari lukisan-lukisannya. Juga diikuti pandangan pengamat terhadap karya-karya lukisnya.

Selain terdapat kutipan pendapatku dalam buku Hasso ini, juga ada pendapat dari teaterawan dan pelukis dari Sumbar yakni, A. Alin De.

AM YOSEF DT GARANG


Am Yosef Dt. Garang, penyusun buku lukisan Hasso, merupakan seorang pelukis Sumbar dan menjadi salah seorang guru di SMSR ---Sekolah Menengah Seni Rupa--- Padang. 

Selain pelukis dan seorang guru, dia juga di era tahun 1980-an, aktif menulis artikel perihal kesenirupaan di suratkabar terbitan Padang.

Buku Haso yang terbit pada tahun 1988 ini sesuai dengan daftar keterangan di dalam buku, disumbangkan kepada berbagai Kantor Kedutaan Asing yang berada di Indonesia. 

Lembaga-lembaga kebudayaan dan seni, berbagai kantor redaksi media dan para pengamat seni.

Aku pernah diundang ke rumah dan studionya di Wisma Indah, Ulak Karang, Padang bersama teman penyair dan jurnalis, Prayuda Widyastitu MIA. Pada kesempatan tersebut, selain berdialog dengan Hasso, kami juga melakukan wawancara, yang kemudian dimuat di suratkabar Singgalang. Pada kesempatan yang sama, pelukis Hasso memberikan bukunya kepadaku.

HASSO MORSCHEK


Hasso Morschek, lahir tahun 1938 di Hannover, Jerman. Tahun 1983, merupakan fase baru bagi kehidupan Hasso. Bekerja sebagai seorang ahli untuk proyek Indonesia dari pemerintah Swiss. 

Beliau terpesona oleh kehidupan dan alam Minangkabau ---Sumatera Barat--- dan menuangkannya dalam karya beliau berkali-kali.

Hasso jatuh cinta dan menikahi seorang wanita Minangkabau tahun 1985. Hasso semakin “gila” menuangkan inspirasinya yang diserapnya selama bermukim di Tanah Minang. Ia sangat produktif melukis dan memulai melukis dengan ukuran kanvas yang besar.

Elemen kebudayaan dan kepercayaan dari rumah baru bagi beliau tersebut menjadi bagian penting bagi kehidupannya. Hingga perjalanan dunia melukis kian mendorongnya, untuk melakukan pameran lukisan-lukisannya selama berada di Padang.

Hasso akhirnya terpanggil untuk menuju Pulau Bali. 1996, Hasso meninggalkan Padang, Sumatera Barat, meninggalkan museum kecilnya dan membuat gaya baru dalam senilukis yang disebutnya nihilism, terpengaruh oleh Pulau Bali.

Hasso meninggal dunia tahun 2002 di Bali, oleh penyakit yang cukup misterius. Meninggalkan istrinya, 3 anak dan 2 anak laki-lakinya yang sudah dewasa dari pernikahan pertamanya.

Salah satu anak pelukis Hasso yakni, Sabai Morschek, kelahiran Padang, dikenal sebagai aktris film dan FTV berkebangsaan Indonesia, setelah bermain di film layar lebar pertamanya Sang Dewi, 2007. Sabai yang bersuamikan Ringgo Agus Rahman ini, pada film tersebut meraih penghargaan sebagai “Pendatang Baru Wanita Terpilih” di Festival Film Jakarta, 2007 (*)


@abrar khairul ikhirma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar