Rabu, 14 Juni 2017

BENTENG MARLBOROUGH DI ATAS BUKIT BUATAN

Setiap berada di Kota Bengkulu, aku selalu berkunjung ke Benteng Marlborough, peninggalan penjajahan Inggris di Bengkulu ini. Bukan hanya aku pecinta bangunan tua tapi sejarah benteng ini, selalu menarik pikiranku ke masa silam, situasi dan kondisi satu bahagian dari tanah airku, Indonesia.




Selama berada di Kota Bengkulu, aku setiap hari berkunjung ke benteng ini dan kawasan sekitarnya. Mengelilinginya dan menikmati suasana kota yang tidaklah ramai. Mengunjungi benteng, otomatis juga mengunjungi kawasan pasar dan pemandangan laut Samudera Hindia. Pasar, Benteng dan Laut, memiliki satu keterkaitan. Tidak salah Inggris mendirikan benteng ini, tersebab berada pada posisi yang sangat strategis di masa lalu.

Benteng Marlborough (Inggris:Fort Marlborough) adalah benteng peninggalan Inggris di kota Bengkulu. Benteng ini didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1713-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Konon, benteng ini merupakan benteng terkuat Inggris di wilayah Timur setelah benteng St. George di Madras, India.

Pertamakali mengunjungi Benteng Marlborough di pertengahan tahun 1990-an. Kunjungan pertamaku itu bersama (alm) A.Alin De, tokoh teater Sumatera Barat yang juga seorang pelukis. Dihantar seniman teater Ilhamdi Sulaiman ---beberapa tahun terakhir ini bergiat pada seni pertunjukan monolog--- yang waktu itu sudah hijrah dari Sumatera Barat ke Provinsi Bengkulu.



Kedatanganku ke Bengkulu bersama A.Alin De, memenuhi undangan untuk menonton pertunjukan Teater Alam Bengkulu di Taman Budaya Bengkulu. Teater Alam Bengkulu, didirikan Ilhamdi Sulaiman, menghimpun bakat-bakat seni untuk tampil berteater ke atas panggung pertunjukan.

Selepas hari pertunjukan teater dan diskusi, kami menggunakan waktu melihat-lihat Kota Bengkulu. Salah satunya mengunjungi daerah Kampong ---sebutan yang kami dengar untuk kawasan lama Kota Bengkulu. Kawasan kota lama ini berdampingan dengan Benteng Marlborough dan pesisir pantai Samudera Hindia.

Di depan pintu masuk benteng waktu kedatangan kami, masih ada pohon besar yang sudah berusia tua tertegak di sana. Pohon yang rindang. Sejuk untuk bersantai. Pohon itu kini sudah tak ada lagi. Terakhir aku pernah baca beritanya di media, pohon itu yang sudah berlobang di bahagian bawahnya akhirnya “mati terbakar.”

Benteng Marlborough berada di atas ketinggian berupa bukit. Bukit tersebut adalah bukit buatan. Benteng menghadap ke arah kota Bengkulu dan memunggungi samudera Hindia. Benteng ini pernah dibakar oleh rakyat Bengkulu; sehingga penghuninya terpaksa mengungsi ke Madras. Mereka kemudian kembali tahun 1724 setelah diadakan perjanjian.




Tahun 1793, serangan kembali dilancarkan. Pada insiden ini seorang opsir Inggris, Robert Hamilton, tewas. Dan kemudian pada tahun 1807, residen Thomas Parr juga tewas. Keduanya diperingati dengan pendirian monumen-monumen di kota Bengkulu oleh pemerintah Inggris. Salah satu monument yang masih dapat dijumpai sampai saat sekarang, tak jauh dari benteng, dikenal masyarakat Bengkulu sebagai “Makam Bulek.”

Tahun 2013 aku agak lama berada di Kota Bengkulu. Aku menginap di rumah saudara yang rumahnya berada di Malabro. Malabro adalah kawasan pasar dan pemukiman yang berada arah Selatan Benteng Marlborough. Masih terdapat bangunan pecinan. Bangunan-bangunan lama yang mestinya sudah perlu penegasan dijadikan sebagai situs budaya selain Benteng Marlborough dan Makam Bulek. Sudah mesti dilindungi pemerintah daerah, sebagai kawasan Cagar Budaya.

 Arah Selatannya lagi dari pecinan Malabro, sebahagian besar pemukiman penduduk, perantauan Orang Minang. Mereka sudah turun temurun berada di Bengkulu. Salah satunya keluarga yang saat aku kunjungi berada di Bengkulu saat itu.

Selama berada di Malabro itulah, setiap hari aku selalu berkunjung ke kawasan Benteng Marborough. Baik waktu pagi, siang, petang maupun beberapakali pada saat malam hari. Entah aku merasa senang menikmati suasananya, entah memang bagiku objeknya menarik. Yang jelas, lelak liku bangunan benteng, setiap sudutnya menghadiahkan suasana dan pemandangan yang tak membosankanku.




Jika sudah bosan berada di Benteng, aku akan turun ke arah pantai. Dulu pertamakali mendatangi Marlborough, bahagian benteng sisi arah samudera ini, terhampar karang dan masih didapati air laut dan ombaknya.

Tetapi saat sekarang, akibat susutnya air laut dan pembangunan dam pemecah ombak, telah terbentuk kawasan luas daratan. Pemerintah sudah membangun jalan, fasilitas wisata dan taman-taman. Bila malam hari, warga kota, ramai bersantai di kawasan ini. Ada ramai pedagang kaki lima berjualan kuliner makanan dan minuman.

Dalam sejarah panjang kehadiran Benteng Marlborough ini, juga sejarah bagi perjuangan rakyat Bengkulu dimasa sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia. Marlborough akhirnya dari Inggris berpindah tangan kepada kekuasaan Hindia Belanda. Setelah keduanya melakukan perjanjian pertukaran. Belanda menyerahkan Singapura kepada Inggris dan Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Hindia Belanda.

Marlborough masih berfungsi sebagai benteng pertahanan hingga masa Hindia Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun 1942-1945, dan pada perang kemerdekaan Indonesia.

Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948, benteng itu manjadi markas Polri. Namun, pada tahun 1949-1950, benteng Marlborough diduduki kembali oleh Belanda.

Setelah Belanda pergi tahun 1950, benteng Marlborough menjadi markas TNI-AD. Hingga tahun 1977, benteng ini diserahkan kepada Depdikbud untuk dipugar dan dijadikan bangunan cagar budaya (*)


@ abrar khairul ikhirma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar