Sabtu, 08 Oktober 2011

PULAU TANGAH: Pantai Bertebing Sampai Kantong Obat dari Apotik

CATATAN BAGIAN KEDUA “SEKALI BERDAYUNG, TIGA PULAU TERKUNJUNGI” 04-10-2011

SAMPAI di Pulau Tangah sudah lewat tengah hari. Biduak dilabuhkan di sisi pulau yang menghadap ke arah pantai, arah Timur pulau, kira-kira setentang Pantai Cermin Lohong dengan Pantai Karan Aur. Nun di Karan Aur ada sungai yang kini sudah tidak besar lagi terdapat muara sungai. Sebelum aliran sungai lepas kelaut, terbentuk telaga yang cukup lebar menjelang pintu muara, dimana bersatunya air tawar dengan air laut yang asin. Tampaknya kehadiran pulau-pulau di depan pantai sepertinya memiliki kaitan erat dengan adanya muara sungai di daratan. Ini memiliki catatan tersendiri bagi saya sejak lama, dalam menyisir pesisiran pantai barat Pulau Sumatera selama ini.


Hempasan ombak di sisi timur pulau agak keras. Biduak yang sudah tertambat bergerak ke kiri dan ke kanan. Bagian lambungnya sengaja disekatkan ke pasir di pantai pulau, lalu talinya direntang untuk diikatkan ke salah satu batang kelapa yang tumbuh dekat pantai. Mengapa sisi timur kami berlabuh ? Karena di sisi barat terentang hamparan karang, demikian juga utara dan selatannya. Selain tidak bisa merapat ke pantai, juga memiliki resiko sangat tinggi jika pasang naik dan angin berhembus dari berbagai sisi pulau.


Perjalanan dari Pulau Ujuang ke Pulau Tangah bak kata urang awak ibaratkan “seperokok-an sebatang rokok.” Cuaca masih sangat baik. Sinar matahari masih malu-malu. Mungkin juga pengaruh kabut yang dikabarkan akhir-akhir ini sehingga sinar matahari kurang menerang. Entahlah. Seharusnya di jam-jam seperti ini panas terik bisa menembus ubun-ubun tapi cahaya matahari nyatanya agak melembab. Namun membuka mata bisa memicing juga jadinya. Angin laut tidak terlalu keras berhembus. Yang jelas kulit dapat sekejap menjadi hitam legam. Aku duduk di bagian agak depan biduak. Sangat santai. Sangat menikmati alunan jalan biduak di laut yang sedikit meresah. Di perjalanan menuju Pulau Tangah aku sempat melihat ada penyu muncul berenang di permukaan. Kira-kira sampai disandiang (sudut) pulau kami berpapasan dengan biduak bercadik, dengan dua orang yang lagi asyik memancing ikan. Keduanya bersorak saat melihat kami. Menyapa kami. Mereka kelompok nelayan yang sama tempat berlabuh dengan biduak yang kami pakai saat ini. Keakraban di laut memang lain rasanya.


Sisi timur Pulau Tangah yang menghadap ke arah pantai terlihat kondisi bertebing. Tidak landai sebagaimana pantai biasanya. Hempasan ujung ombak saat pasang mulai turun itu masih menjilat kaki tebing. Abrasi ??? Di bagian agak ke atas ternyata berserakan sampah. Pulau Tangah tidak dihuni penduduk, termasuk juga Pulau Ujuang dan Pulau Anso Duo. Pulau Tangah setahu saya tidak dibuka sebagai objek wisata untuk umum meski juga tidak ada larangan untuk berkunjung ke sini. Demikian juga dengan Pulau Ujuang. Berbeda misalnya dengan Pulau Anso, pemerintah seringkali mempromosikannya sebagai “jualan” dan membentuk “panitia jasa” untuk membawa pengunjung pantai ke pulau saat keramaian semacam pelaksanaan Tabuik, Lebaran dan Tahun Baru. Resikonya ya itu tadi, sampah. Pengunjung pergi, sampah tersebar begitu saja.


Bila melihat sampah berserakan, saya selalu terpikir “bagaimana kita dapat mengatakan berharga diri, berpendidikan, lalu mengatakan telah maju ???” sementara masih banyak diantara kita yang membuat kerusakan di muka bumi. Sampah yang kita hasilkan dibuang ke sungai, ke pinggir laut, hingga terbawa oleh ombak kemana-mana, termasuk semacam yang terlihat di pulau ini. Dapat dipastikan sampah ini mayoritas terbawa oleh ombak. Selain mengotori tempat yang semestinya bersih juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan, yang dianggap tidak merusak diri sendiri namun dapat merugikan kehidupan kita bersama. Saya sengaja memperhatikan tiap jengkal sampah-sampah yang saya lihat di sisi timur pulau, mulai dari pempers bayi, bekas pembalut wanita, bungkus makanan ringan dan botol-botol plastic bekas minuman kemasan, bahkan saya juga menemukan ada bekas kantong obat dari apotik.


Saya sengaja mengelilingi sendiri Pulau Tangah untuk melihat-lihat, sementara kedua teman nelayan yang membawa saya asyik “manjalo ikan. Saya memang tidak masuk ke dalam pulau, hanya sekadar berjalan di bagian pantainya saja. Semak belukarnya tidak terlalu rimbun. Tetumbuhan kelapanya juga seperti tidak banyak. Namun dibandingkan dengan Pulau Ujuang, Pulau Tangah lumayan masih banyak pohon-pohon kelapanya. Tidak diketahui apakah kurangnya pohon kelapa dan pohon-pohon lain ini akibat ada penebangan ataukah terganggunya regenerasi pertumbuhan alaminya selama ini, akibat kehadiran manusia ke pulau. Misalnya mengambil kelapa yang sudah masak tanpa meninggalkan sebagai bibit dan membiarkan tumbuh pohon-pohon baru ???

Pantai yang menghadap ke Samudera Hindia, biasa disebut juga bagian belakang pulau, terbilang bersih. Pantai yang saya sebutkan tidak lebih seluas lima atau enam meter saja, selebihnya adalah hamparan karang. Saya tidak mengetahui persis bagaimana karang itu lima atau sepuluh tahun yang lalu bentuknya. Sehingga tidak dapat memastikan bahwa telah terjadi kerusakan. Yang jelas hamparan karang dari bibir pulau sangat luas, kira-kira jaraknya 500 meter ke bibir ombak memecah, kalau pasang lagi surut. Saat kami mencapai pulau, pasang laut sudah surut. Namun di antara karang-karang itu masih tergenang air laut dan masih didatangi alunan riak ombak nun dari arah sana.


Sebenarnya perut sudah mulai terasa lapar. Namun karena tidak adanya bekal yang dibawa, yah, akhirnya terpaksa kompromi saja dulu. Untunglah teman nelayan datang segera. Katanya tidak ada tangkapan. Mereka mengajak saya untuk berangkat meninggalkan Pulau Tangah dan pindah menuju Pulau Anso Duo. Sebenarnya saya juga setuju, karena di Pulau Tangah ini saya merasa cepat bosan, mungkin karena serba menanggung saja. Tidak banyak objek yang saya temukan menarik untuk saya foto. Agak lebih baik kalau berada di Pulau Angso. Saya merasa lebih akrab, karena entah sudah berulangkali berkunjung ke sana. (abrar-khairul-ikhirma-06-2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar