Rabu, 10 Mei 2017

MEREKA PERNAH MENYEBUT NAMAKU



Pada masa yang panjang, semenjak masa sekolah menengah, aku lebih senang dipanggil namaku dengan Arkhi. Akronim dari namaku yang sepanjang tali beruk; Abrar Khairul Ikhirma. Nama yang selalu aku tuliskan pada karya-karya tulisku dengan huruf tanpa capital.




Tetapi perjalanan hidup yang membuatku berpindah-pindah tempat, lingkungan berganti-ganti dan pergaulan yang tak selalu sama, akhirnya sebahagian orang tertentu di berbagai tempat dan lingkungan. memberikan sejumlah “penamaan” kepada diriku.

Termasuk dalam masa terakhir ini, ketika aku “menyentuh” dunia komunikasi media social fesbook, ada yang mengenalku dengan; Putu Ikhirma – Tantejo Gurhano dan Angku Gadang, dan mengangkat diriku sendiri sebagai Pangeran Kegelapan, yang menginspirasi nama blog pribadiku, Hikayat Pangeran Kegelapan.




Inilah nama orang-orang yang pernah kuingat pernah menyebutku:

SI SULI DALANG, orang di kampong kelahiranku, sejak masa anak-anak menyebut dan memanggilku dengan “Ustad Coboy”

Almarhum guru mengaji di Pariaman, SIBOLON, menyebutku, “Pujangga.”

Almarhum sastrawan dan budayawan Indonesia, A.A. NAVIS, menyebutku, “Penulis yang menulis dengan bahasa Indonesia-Minang nan kalamak die je ---yang enak menurutnya saja”

Almarhum sutradara dan actor film Indonesia, AMI PRIYONO, menyebutku “Datuk Hitam.”

BERRY A. BATHSELET, Doktor Etnomusikologi dari Swiss, menyebutku “Hantu Hitam.”

Aktris film Indonesia, MARISSA HAQUE, menyebutku, “Si Padang.”

Sutradara film Indonesia, MT RISJAF, menyebutku, “Si Karikatural.”

Almarhumah koreografer tari dan pendiri Gumarang Sakti Dance Company Indonesia, GUSMIATI SUID, menyebutku, “Anak Chairul” (Harun).

Almarhum mantan Bupati Kabupaten Padang Pariaman, Kolonel ANAS MALIK, menyebutku, “Wartawan Ngenek.” (Wartawan Kecil)

Almarhum penyair Indonesia LEON AGUSTA, menyebutku, “Generasi Terakhir.”

Almarhum “sastrawan lisan” Minang – Sumatera Barat, BAGINDO FAHMI, menyebutku, “Anak Kareh Kapalo”
 
Almarhum mantan wartawan - Ketua PWI Sumatera Barat – anggota DPRD Sumatera Barat – KAMARDI RAIS DATUAK SIMULIE, menyebutku, “Wartawan Cilik.”
 
Majalah Berita Mingguan TEMPO, Jakarta, menyebutku, “Wartawan Pariaman yang Lincah.”

Almarhum wartawan – penyair – sastrawan dan penulis biografie Indonesia, ABRAR YUSRA, menyebutku, “Orang yang harus kutemui.”

Almarhum budayawan dan impresario Sumatera Barat, ROESTAM ANWAR, menyebutku, “Anak tak bernomor.”

Almarhum mantan buruh angkat di Pelabuhan Teluk Bayur, mantan anggota DPRD Kota Padang dan penulis cerita silat, AMRAN SN, menyebutku, “Ubi Parancih” (Ubi Kayu).

Guru besar bidang bahasa dan sastra Indonesia dan daerah Universitas Negeri Padang – Sumatera Barat, penyair dan cerpenis Indonesia, Doktor HARRIS EFFENDI THAHAR, menyebutku, “Kamari masuak.”

Almarhum sekretaris redaksi suratkabar Harian Haluan, Padang, FIRDAUS, menyebutku, “Siluman bukan seniman.”

Teaterawan Sumatera Barat dan pendiri Sanggar Semut Padang, EDI ANWAR, menyebutku, “Anak Ajaib.”

Aktifis kepemudaan dan anggota DPRD Sumatera Barat, RIZANTO ALGAMAR, menyebutku, “ Inyiak.’

Pemain teater, pengasuh Teater Dayung-Dayung Padang dan guru, ERNAWATI A ALIN DE, menyebutku, “Arkhi Samawati.”

Penulis dan wartawati Sumatera Barat FITRI ADONA, menyebutku, “Arkhi Similikiti”

Almarhum pemain teater Sumatera Barat, ASRI ADENAN, menyebutku, “Bujang Salamaik.”

Pelukis Wanita Indonesia, Jakarta, TITIEK SUNARTI DJABARUDDIN, menyebutku, “Akik (kakek) bukan Arkhi.”

Sasterawan Negara ke 11 Malaysia dan Presiden Persatuan Sasterawan Numera-Malaysia, Dato AHMAD KHAMAL ABDULLAH, menyebutku, “Mamak.”

Penulis Sumatera Barat dan pegawai negeri, RINI F. JAMRAH, menyebutku, “Kakak.”

Penyair, Cikgu dan Duta Bahasa Melayu Singapura, ASNIDA DAUD, menyebutku, “Kita jatuh cinta dengan personality individu ini.”

Penulis script film dan penulis karya sastra Malaysia, ASMIRA SUHADIS, menyebutku, “Murai yang selalu membawa khabar benar.”

Insinyur ANIDA KRISSTINI, pegawai negeri Pemerintah Kota Padang, menyebutku, “Basisuruik”

Teaterawan dan monologer Indonesia, ILHAMDI SULAIMAN, menyebutku, “Guru.”

Aktifis wanita di Bantaeng, Sulawesi, YOSI KIFNI CHANIAGO, menyebutku, “Suhu.”

Amak penjual jagung bakar dulu di simpang Purus I, Padang, menyebutku, “Frenkey”

Pengamat Sastra admin Halaman Hudan di media social, HUDAN HIDAYAT, menyebutku, “seseorang  yang saya lihat unik di depan saya, belum saling mendekat (mengenal) kecuali kehadirannya sudah menghuni di sudut hati kita. Unik kawan kita ini, sambil menyisakan ruang misteri yang kita gemari --- siapakah dia, apakah karyanya…,”

Teaterawan dan Penyair Sumatera Utara, PORMAN WILSON MANALU, menyebutku, “Arkhi memang aneh, selalu membuat kita cengar-cengir.”

Di sejumlah tempat yang pernah aku menetap, anak-anak menyebutku, “Opung.”

Sejak tahun 1990-an aku sendiri memproklamirkan diri sebagai, “seniman rupa-rupa,” dengan mencantumkan di akhir setiap tulisanku yang dipublikasikan di media cetak suratkabar terbitan Padang, Sumatera Barat (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar