Minggu, 05 Februari 2017

TIADA TERDENGAR OMBAK DI MASJID SELAT MELAKA



Pertama mengunjungi Masjid Selat Melaka ini, di hari yang baik. Hari Jum’at. Satu hari dalam bulan September 2016. Masjid ini ramai para lelaki. Halaman parkir  yang luas penuh kendaraan. Cahaya matahari menyengat. Air Selat Melaka tenang dan tak berombak. Memandang  kejauhan pandangan seperti berkabut. 




Arsitektur Masjid Selat sungguh menarik. Mampu memberi daya artistic pada lingkungan sekitar, yang sekelilingnya biasa-biasa saja. Mungkin akan terasa bernilai lebih, andaikan sekeliling wilayah daratannya tumbuh pohon-pohon yang rindang. Sehingga waktu siang, kala matahari bersinar terang, akan mendatangkan kesejukan.

Awalnya aku menduga, bentuk bangunan masjid dari outdoor sudah memikat, tentu bahagian dalamnya akan jauh lebih menarik sebagai suatu seni interior. Rupanya setelah berada di dalamnya, ternyata biasa-biasa saja. Pemandangan biasa juga yang ditemui di banyak masjid. Termasuk menengadah memandang kubahnya. Lebih dibiarkan polos. 


Menjelang masuknya waktu sholat aku keluar lagi dari dalam masjid, ke bahagian teras masjid yang menghadap arah selat. 

Di beberapa bahagian sudut sebagai pembentuk lengkungan, antara tiang, terasa ada denyutnya. 

Aksentuasi agar tidak semuanya terbuka, ada pembatas antara bahagian luar dengan bahagian teras. Membentuk lubang-lubang angin. Tetapi juga penegas arsitektur secara detail.

Semakin dekat masuknya waktu sholat Jum’at, semakin banyak yang sudah memenuhi bentangan tikar dalam masjid. 

Setelah berwuduk di bahagian depan masjid, di sisi jalan masuk, dengan bangunan terpisah dari bangunan utama, aku kembali menuju ruang utama masjid. Antara tempat wuduk dengan teras masjid ada sejarak lebih kurang 20 meter.

Masjid Selat ini terletak pada sebuah pulau buatan. Terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan dengan daratan dari Melaka Raya. Terletak di dalam wilayah negeri Melaka, Malaysia. 

Selain bangunan masjid, terdapat juga bangunan lain yakni pertokoan. Tetapi tampaknya aktifitas masih belum sepenuhnya dibuka. Bangunan pertokoan masih banyak dalam keadaan tutup. Sementara di sana-sini masih terlihat kegiatan pembangunan. Jadi kawasan ini sampai saat ini masih belum sepenuhnya selesai kecuali bangunan Masjid Selat.

Selama berada di Melaka, aku sampai tiga kali dalam waktu yang berbeda, berkesempatan bersholat di Masjid Selat Melaka ini, walau pun tempat menginapku terbilang jauh. 

Kedatanganku mengunjungi Masjid Selat ini bersama dengan Pak Haji Sutan Chairulsyah bin AbdulWasli, suami Lily Siti Multatuliana, orang Pariaman, Indonesia, yang sudah menetap 11 tahun di Melaka. 

Dari 3 kali ke Masjid Selat, hampir selalu ramai yang datang untuk bersholat di sini. Tidak hanya mereka yang orang Melaka tapi ramai dengan para pendatang ke Melaka. Masjid Selat merupakan salah satu destinasi dari objek pelancongan yang ada di Negeri Melaka. Masjid ini tidak hanya sebagai sarana ibadah tapi juga menjadi objek kunjungan pelancong.


Pada waktu siang, saat berada di Masjid Selat, ramai rombongan pelancong asing datang berkunjung meskipun non Muslim. Mereka adalah pelancong antar bangsa. 

Tingginya minat mereka mendatangi tempat ini, terlihat di sana-sini mereka melakukan pemotretan dari berbagai posisi di halaman masjid yang terbentang kiri kanan, sejajar dengan tepian Selat Melaka.


Begitu juga mendatangi masjid ini untuk bersholat Maghrib, suasana seperti suasana bulan puasa di daerahku. 

Masjidnya ramai dengan lampu-lampu penerang di sana sini. Keramaian juga tidak berkurang. Sangat ramai yang ingin melaksanakan ibadah di masjid ini. 


Pada awalnya ingin menikmati matahari terbenam di lokasi ini. Rupanya cuacanya tidak artistic. Mungkin pengaruh langit tidak bersih. 

Walau pun waktu sudah berganti siang ke waktu malam, udara masih terasa panas. Seakan tak ada angin bertiup dari Selat Melaka. 

Dari tiga kali berada di Masjid Selat, hampir-hampir tak terdengar suara ombak atau desauan riak air, meskipun ada gelombang-gelombang kecil silih berganti mendatangi tepian daratan. 

Aku tidak tahu bagaimana suasana pada musim yang lain, selain saat tiga kali aku pernah mendatangi tempat ini (*)

abrar khairul ikhirma
melaka 16 – 17 – 18 september 2016
abrarkhairul2014@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar