Kamis, 26 Januari 2017

MAKAN PADANG DI KEDUTAAN INDONESIA-KUALA LUMPUR



Kala jauh di rantau orang, keinginan untuk dapat makan dengan masakan kampung halaman, merupakan kerinduan tersendiri. Begitulah, dalam perjalanan budaya, setelah menghadiri Temu Penyair Asean 2016 di Kuala Lumpur, aku meneruskan perjalanan ke utara Malaysia lebih dari sepekan lamanya. Kemudian dari utara kembali ke Kuala Lumpur dan seterusnya ke selatan menuju Melaka untuk beberapa hari lagi, sebelum kembali ke tanah air.




Masakan makanan Melayu yang aku makan selama dalam perjalanan, tidaklah terlalu bermasalah bagiku. Dengan sendirinya, aku dapat menyesuaikan sebaik mungkin. Tetapi di hari-hari penghujung perjalanan, kerinduan untuk dapat makan dengan masakan “orang kampung” sendiri, jelas mendatangkan sensasi tersendiri.

Suatu kebetulan sekali, ketika sudah berada di Melaka, ibu Lily Siti Multatuliana ---warga Indonesia yang 11 tahun bermukim di Melaka--- punya jadual hari ini (15 September 2016) mengajar di shelter Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia di Kuala Lumpur. Dengan bu Lily aku dapat berjalan-jalan untuk beberapa titik Kota Kuala Lumpur. Maklumlah, di negeri orang, kita butuh orang yang lebih tahu akan daerah yang kita kunjungi.

Tak pernah terbayangkan, aku dapat singgah di kedutaan Negara sendiri diluarnegeri. Walau pun hanya sekadar “mengikut” dan tidak memiliki tujuan untuk “urusan” dengan kedutaan. Tapi bagiku momen ini sungguh berharga. Setidaknya, aku sedikit banyak mengetahui kesibukan dan peranan sebuah kedutaan di luar negeri bagi Negara dan warganegara di negeri orang.

Sungguh aku dapat menyaksikan, begitu ramainya orang-orang yang berurusan dengan pihak kedutaan. Terutama pada beberapa ruangan yang luas itu, hampir semua bangku terisi oleh penunggu antrean. Tentu semuanya dalam melengkapi dokumen mereka sebagai warganegara, untuk memudahkan urusan mereka di Malaysia.




Setelah bu Lily selesai mengajar di shelter kedutaan, karena hari sudah siang, perutpun terasa keroncongan. Kami segera makan siang di kantin yang terdapat dalam kedutaan. Lokasinya berada di bagian belakang bangunan, dengan memanfaatkan sebuah ruangan yang tersisa. Luasnya lumayanlah untuk tempat menikmati makan dan minum. Meskipun boleh dikatakan belum memadai sebagai suatu ruangan untuk bersantai.

Pada saat kedatangan kami, hampir semua meja terisi. Sungguh ramai orang. Kantin kuliner Indonesia itu terdapat beberapa counter masakan daerah. Salah satunya yang langsung menjadi perhatianku ialah masakan Padang. Masakan orang “kampungku.” Orang Minang bila di rantau, selalu menyebutkan rumah makannya dengan “Masakan Padang.” Karena memang nama “Padang” dikenal oleh penikmat kuliner untuk urusan “makan” dan urusan nama rumah makan.

Aku memesan nasi putih dengan lauknya dendeng.  Walau pun “rasanya” tidak seperti makan di kampung, di tanah air, namun terasa enak, karena tidak jauh beda dengan masakan sehari-hari. Aku pun memaklumi masakan Padang di perantauan tentu sudah ada penyesuaian dengan selera “internasional.” Agar makanan yang dijual dapat dinikmati juga oleh mereka yang bukan “Orang Padang.”

Karena aku tidak bekerja di media lagi, aku tidak sampai harus mewawancarai counter kuliner Masakan Padang itu sebagai bahan berita atau tulisan untuk media. Meskipun naluri itu sempat juga menghampiriku saat menikmati makan siang. Tapi akhirnya aku urungkan niat. Memutuskan, aku hanyalah seorang “pelancong” saja.

Sebagai salah seorang warganegara Indonesia, aku berharap kedutaan-kedutaan kita diluar negeri, lebih serius menyediakan ruangan untuk kuliner seperti ini, lebih memadai dan layak, sebagai suatu tempat “perkenalan” kepada para mereka yang ingin merasakan kuliner Indonesia dan juga bagi warganegara kita diluarnegeri dapat menjadikannya sebagai arena pertemuan yang santai dan akrab kala di rantau orang (*)

abrar khairul ikhirma
abrarkhairul2014@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar