Jumat, 09 Mei 2014

Zubir Said, Sayang di Sayang



“Bukan main bangganya saye, nama Zubir Zaid dipatrikan sebagai salah satu nama jalan akhirnya. Dia tokoh Melayu!” spontan terlompat dari mulut Asnida Daud, satu diantara warga Melayu Singapura, saat ditraktirnya makan siang bersama suami dan anaknya di satu restaurant kecil di Prinsep St Selegie Rd, waktu siang Singapura.




Bulu ramangku berdiri, airmataku menitik mendengarnya. Suatu tak biasanya. Jujur. Aku larut dalam pembicaraan kami terhadap nilai-nilai budaya Melayu. Tak mudah menemukan orang yang benar-benar mau memberikan perhatian pada masalah budaya atau pun kesenian yang tidak berorientasikan komersial. Lebih bertujuan menghidupkan identitas bangsa dan memberikan roh agar generasi tidak hidup di awang-awang tanpa akar budayanya sendiri.

Tentu perempuan yang sudah memilih jalan kesenian di hadapanku kini tidak sekadar berucap. Ucapan yang datang dari sepenuh jiwanya, hingga mampu menggetarkanku seketika. Tersirat dari ucapannya, perjuangan menanamkan semangat kemelayuan teramat berat, bagi masyarakat Melayu sendiri sebagai budaya leluhur. Arus budaya yang beragam melanda regenerasi.




Asnida Daud mengatakan, ia sangat bahagia dan berterimakasih dalam hidupya, suami yang dicintai Jeffrey Zauhari, yang telah memberikan 4 anak dalam keluarga mereka, walau teramat susah dia mengucapkan, kini sudah mau dan bisa berbahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Itu artinya… beliau perlahan akan lebih jauh mengenal dan mencintai budaya Melayu-nya.

Bahasa Melayu misalnya adalah bahasa nasional karena alasan simbolis dan historis. Secara umum dipertuturkan oleh masyarakat Melayu Singapura. Bahasa Melayu digunakan pada lagu kebangsaan “Majulah Singapura” dan cetakan koin.  Tetapi, sekitar 85% warga Singapura tidak mempertuturkan bahasa Melayu. Bahasa pengantarnya Bahasa Inggris.

Teater Victoria Singapura
Asnida Daud bersama suaminya mencintai kesenian. Ia mencintai budayanya dan mengambil spirit budaya leluhurnya Melayu. Teramat kaya dan sungguh indahnya. Begitu Asnida berkata. Keduanya memasuki ruang music dan lagu. 

Keduanya seniman muda harapan Singapura yang terus memperjuangkan agar Melayu diserap dan dikembangkan ke dalam bentuk-bentuk identitas kreatifitas. Sesuai dengan kapasitasnya, sesuai pada dunia yang mereka jadikan sebagai spirit hidup mereka.

Asnida pun tak puas dengan music dan lagu, ia pun masuk ke penulisan sastra. Dengan puisi dan keberadaan dirinya yang dirasanya masih belum apa-apa, merasa pengalaman berharga saat diberi jalan menghadiri event Numera: Anugerah Puisi dan Baca Puisi Dunia Numera 2014, di Kuala Lumpur, dapat mengenal kalangan sastra dari berbagai negara, termasuk diriku dari Indonesia.

Sejak dari Harbourfront menjemput kedatanganku, kami terus cerita dan berdiskusi singkat. Tentang seni dan budaya, perkembangan dan tantangan ke masa depan. Kami akhirnya berpisah sekeluar dari restaurant tempat makan siang itu. Karena aku pun harus menemani adikku untuk mengikuti kegiatan di dekat tempat kami makan siang. Asnida Daud bersama suaminya Jeffrey Zauhari pun kan kembali dengan kehidupannya. 

Kami akhirnya berpisah sekeluar dari restaurant tempat makan siang itu. Karena aku pun harus menemani adikku untuk mengikuti kegiatan di dekat tempat kami makan siang. Asnida Daud bersama suaminya Jeffrey Zauhari pun kan kembali dengan kehidupannya.
 

ERC Institute Singapore
  
Ketika petang hari meninggalkan kawasan Prinsep St Selegie Rd, bersama adikku, aku berjalan kaki menuju setasiun kereta. Dalam perjalanan tak berapa jauh itu, setelah meninggalkan bagian depan School Of The Art Singapore (SOTA) menyeberang jalan. Pandangan mataku tertumbuk pada nama jalan “Zubir Said,” kala itu aku ingat dengan percakapanku dengan Asnida tadi.


Zubir Said, rang awak itu nan merantau ke Singapore
 
Sepulang dari Singapura –begitu Singapore orang kampung kami sebutkan, dimana sebelumnya bernama Temasek. Orang Minang melafazkan sebagai Tumasik— barulah timbul pertanyaan bagiku, siapa Zubir Said ??? sebagaimana nama itu disebutkan Asnida Daud dalam percakapan kami.

Zubir Said ternyata Orang Minang!!!
Saat kugunakan fasilitas google di internet, semakin luas aku mengetahuinya, sudah banyak orang-orang menulisnya di berbagai blog. Zubir Said, dilahirkan di Bukittinggi, semasa masih bernama Fort de Kock dalam pemerintahan Hindia Belanda, 22 Juli 1907. Dialah pencipta lagu kebangsaan Singapura, “Majulah Singapura,” tahun 1958.

Zubir seorang musisi otodidak. Mendapat julukan “jiwa Melayu sejati.” Diyakini telah menggubah lebih dari 1.500 lagu. 1000 lagu tercatat telah dipublikasikannya. 12 tahun sebagai penggubah music dan penulis lagu di perusahaan film Melayu, Cathay Keris, anak usaha dari Cathay Holding Organization.

Dalam usia 21 tahun, tahun 1928, memutuskan mencari nafkah di Singapura. Pekerjaan pertamanya musisi bersama kelompok opera Melayu City Opera, yang dipimpinnya. Pernah menjadi juru foto di surat kabar Utusan Melayu, menjadi musisi untuk music film dan memimpin perusahaan film. Tahun 1957, pertama kali karya musiknya dipentaskan untuk umum di Teater Victoria. Saat Festival Film Asia kesembilan di Seoul, Korea Selatan, tahun 1962, lagu untuk film Dang Anom, memenangkan penghargaan.

Zubir Said sebagaimana dicatat, pernah mengungkapkan bahwa ia tidak pernah tergiur uang, meskipun hal itu penting untuk kelansungan hidup keluarganya. Namun, ia percaya bahwa uang diperoleh dari mengajar music dan menulis lagu cukup memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Hal yang utama adalah kejujuran dalam bekerja, terutama orisinilitas dalam menghasilkan karya.

Zubir Said sang seniman itu, tutup usia pada usia 80 tahun di Joo Chiat Place, Singapura, tepatnya pada tanggal 16 November 1987. Ia meninggalkan seorang isteri, empat orang putri, dan seorang putra. Pada tahun 1990, kehidupan Zubir dan semangatnya sebagai musisi didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Zubir Said: His Songs (Zubir Said: Lagu-lagunya). Kemudian pada tahun 2004, patung Zubir, terbuat dari perunggu dipajang di Taman Warisan Melayu, Singapura.

Meminjam dari salah satu judul lagu ciptaannya, Zubir Said: Sayang di Sayang…

--bahan dari berbagai sumber--

Abrar khairul ikhirma
17 April 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar