Selasa, 01 November 2011

Rumah Panggung di Padang Ampalu


JIKA bepergian ke berbagai daerah, salah satu yang tak pernah kelewatan dari tatapanku sepanjang jalan adalah bangunan rumah-rumah tua. Selalu saja ingin untuk mendokumentasikannya dalam bentuk foto. Rasanya sayang tidak memotretnya. Aku sering menyesali jika tidak memiliki kesempatan melaksanakannya, apalagi terkendala begitu banyak sebab.

Sudah pasti saja, suatu saat besok atau lusa, apa yang aku lihat itu akan segera hilang. Sebagaimana biasanya rumah-rumah tua yang kulihat, nasibnya dibiarkan melapuk dan runtuh tanpa penghuni, Atau memang sengaja “dilenyapkan” oleh pemiliknya sendiri, karena di tempat yang sama akan dibangun dengan bangunan baru dan lebih sesuai dengan zaman ini.


Sepulang dari Nagari Patamuan tadi siang, aku sengaja berhenti di antara Balai Padang Sago dan Balai Satu Ampalu. Di pinggir jalan kabupaten itu masih ada satu dua bangunan yang menarik perhatianku. Tentu saja bangunan tua yang masih tersisa walau sudah tidak ditempati lagi. Salah satunya yang ada di Jorong Padang Ampalu, Lareh Nan Panjang, VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padangpariaman ini.

Dalam beberapakali melewati daerah ini, ingin sekali aku berhenti di rumah ini untuk dapat mendokumentasikannya ke dalam foto. Namun baru kali inilah 31 Oktober 2011 akhirnya kesempatan bagiku melaksanakan keinginanku itu walau cuaca kurang mendukung dan camera masih amat terbatas kapasitasnya yang kumiliki. Sebisanya, aku ingin cepat mendokumentasikannya, meskipun kualitas foto terbilang pas-pasan, sebelum bangunan ini terlanjur hancur atau diruntuhkan oleh pemiliknya.


Rumah panggung ini, kini sudah melapuk dan tidak terawat lagi. Gaya bangunan adalah arsitektur pesisiran meskipun daerah ini bukan daerah pantai. Padang Ampalu daerah ketinggian dari permukaan laut, daerah yang berjarak lebih kurang 15 km dari Pantai Pariaman.

Di zamannya, rumah seperti ini, pemiliknya dapat dipastikan adalah orang yang memiliki kedudukan atau mempunyai kehidupan ekonomi yang baik. Sebab di berbagai tempat tidak ditemukan semua masyarakat yang memiliki bangunan serupa. Lebih banyak bangunan biasa. Yang tidak memakai motif dan profil sebagai bahagian kekayaan arsitekturnya.


Rumah panggung ini berada di pinggir jalan kabupaten. Posisinya sekitar 15 meter dari jalan raya. Karena kontur tanah perbukitan, rumah berdiri lebih kurang 2 meter di bawah jalan. Pemiliknya kini sudah tidak menempatinya lagi. Generasi sekarang lebih memilih membangun rumah beton permanen di sampingnya sejarak 25 meter.


Menurut salah seorang ibu pewaris rumah ini, yang bertempat tinggal di rumah “barunya,” menemani saat aku memotret mengatakan, “rumah tua” itu sudah berumur lebih dari seratus tahun. Menurut orangtuanya tidak boleh diruntuhkan. Tetapi mereka sendiri kini tidak menghuninya lagi. Karena banyak pekayuannya yang sudah melapuk. Juga mereka tak mampu merawatnya meskipun tahu bahwa rumah itu memiliki sejarah masa silam “paling berharga” bagi keluarga mereka. [abrar khairul ikhirma – Senin 31-10-2011)

2 komentar: