Kamis, 13 Februari 2014

Bidang, Titik dan Garis



PAMERAN lukisan pertamaku di awal tahun 1991. Pameran tunggal. Sebuah upaya ujung pemberontakanku dalam mensiasati, bagaimana bisa mengadakan kegiatan berkesenian tanpa menggunakan fasilitas program instansi terkait. Karena banyak para seniman, baru akan berkesenian, kalau mendapat “jatah” dimasukkan ke dalam program yang akan dilaksanakan instansi tersebut.

Biasanya yang bisa menikmati jatah program itu, senimannya hanya itu ke itu saja. Seniman yang menurutku, mereka baru akan berkarya kalau ada namanya masuk sebagai pengisi kegiatan, yang menjadi agenda kegiatan paket tahunan di instansi kesenian dan kebudayaan.

Bahkan aku anggap ada malah diselewengkan memunculkan “seniman” yang tercatat sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Menampilkan karya-karya hasil tugas mereka sebagai mahasiswa. Padahal mereka itu selayaknya, memanfaatkan lembaga pendidikannya, karena kedudukan mereka sebagai mahasiswa di perguruannya. Sehingga akan memperbanyak jumlah event kesenian diselenggarakan, bukannya malah memperkecil. Bahkan semakin banyak pula seniman dan karya yang akan tampil diapresiasi masyarakat.



Bidang, Titik dan Garis, adalah pameran tunggal keduaku, yang diselenggarakan secara nekad. Sama dengan pameran pertamaku. Pameran yang menampilkan 234 buah sketsa itu, aku biayai sendiri dengan modal peminjaman gedung pameran Taman Budaya Sumatera Barat, dengan membayar uang kebersihan. Sama sekali proposal yang aku sebarkan kepada sejumlah instansi ditolak dan telah menyita waktu persiapan acaraku ini.

Mulai menyiapkan sketsa untuk dipigura, menyiapkan undangan, bolak balik ke percetakan mencetak catalog, menyebarkan poster dan segala publikasi, membuat spanduk, kemudian mendisplay sampai menyiapkan acara pembukaannya yang sederhana. Semuanya kutangani sendiri. Ada satu dua yang membantu secara tenaga. Itu pun tentu aku harus menyediakan konsumsi walau hanya segelas teh manis dan beberapa batang rokok untuk mereka.



Pameran diselenggarakan 6 – 17 Desember 1991. Mendapat kunjungan apresiasi, terutama kalangan pelajar dan mahasiswa, tanpa ada pengerahan pengunjung sebagaimana kerap terjadi pada event kesenian resmi.  Rata-rata ruang pameran tidak pernah sepi. Satu dua atau berombongan selama pameran dibuka mereka berdatangan.

Pameran dibuka resmi atas permintaanku secara spontan pada sastrawan nasional Darman Moenir , yang hadir saat itu.  Di tiga media cetak terbitan Padang; Haluan, Singgalang dan Semangat, selain mendapat pemberitaan, juga hadir sejumlah tulisan dari pengamat kesenian, yang berkait dengan perjalanan kesenilukisanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar