Kamis, 07 Desember 2017

PERADA CINTA ILYA KABLAM

Tiada kehadirannya di SISMI17, mungkinkah aku dapat mengenal nama Ilya Kablam? Sebuah pertanyaan “nakal” terhadir saat menatap compactdisk “Perada Cinta,” himpunan lagu-lagu group music GLP-Malaysia.





Sepulang dari acara penobatanku sebagai Tokoh Patria Numera 2017, sesampai di bilik hotel tempatku menginap, menjenguk isi tas pemberian panitia, saat malam melarut di sudut kota Kuala Lumpur. Isinya tidak banyak. Diantara beberapa buku, plakat, terselip sebuah compactdisk, dengan covernya bersimbolkan hati dengan warna kuning.

Tentu semua peserta Seminar Internasional Sastera Melayu Islam (SISMI) 28-30 September 2017, yang hadir malam penobatan tokoh, di Dewan Al Ghazali, juga mendapatkan compactdisk, seperti juga aku memperolehnya. Peserta seminar berasal dari Malaysia, Indonesia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam dan Bangladesh. Peristiwa Sastra yang diselenggarakan Persatuan Sasterawan Numera Malaysia dengan Masjid Abdul Rahman bin Auf Kuala Lumpur.

Ilya Kablam ialah vokalis Grup Lagu Puisi (GLP) dengan album Perada Cinta. Ia menjadi salah seorang “motor” di balik kesuksesan penyelenggaraan seminar sastra bertaraf internasional, yang dirancang oleh Sasterawan Negara Dato’ Dr. Ahmad Khamal Abdullah, yang telah malang melintang nama penanya “Kemala” tertera pada perjalanan sastera Melayu selama ini.

Sebagai Koordinator Acara, ia memiliki kepribadian yang mudah berkomunikasi kepada semua yang berkait dengan SISMI. Ilya bekerja sebagai Assistant General Manager di Bioapps Sdn Bhd. Pusat Perubatan Universiti Malaya (PPUM) Kuala Lumpur. Merupakan Ahli Jawatankuasa Numera selain sebagai Setiausaha Eksekutif Persatuan Aktis e-Sastera Malaysia.

Di bawah label Esastera Records, Ilya Kablam, graduan dari Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) dan mempunyai Ijazah Sarjana Muda dalam bidang Bahasa & Kesusasteraan Inggeris, bersama GLP, telah menerbitkan dua buah album berjudul, “Perada Cinta” (2014) dan “Dot Dot Dot,” (2016).

Setelah akan berakhir bulan November 2017, barulah aku mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan isi rekaman suara Ilya Kablam dan kawan-kawannya. Mula pertama yang aku perhatikan ialah penampilan dari cover dan penyertaan daripada desain compactdisk Perada Cinta.

Aku mengalami kesulitan, entah bagi orang lain yang “bermata terang.” Sukar untuk membaca teks yang terlampir bersama dengan cover. Pemilihan letter, font teramat kecil. Termasuk memberikan backround atas teks yang keduanya saling “berbunuhan.” Sehingga sulit untuk dibaca, apakah tulisan-tulisan itu isi yang disampaikannya. Termasuk untuk mengetahui nama-nama personil yang terlibat dalam proyek album music Perada Cinta.

Aku tidak tahu, apakah kesukaran itu salah satu sebab yang dapat mempengaruhi “seseorang” untuk mengetahui dan mendengarkan isi rekaman. Mempengaruhi untuk tidak melanjutkan mendengarkannya sebelum untuk menikmati sajian yang dikehendaki sebagai suatu karya music dan lagu, seterusnya puisi.

Bagiku, perihal itu jelas telah mengurangi “minat.” Dimana cover telah “memulakan” untuk tidak membuat “ketertarikan.” Aku tidak tahu, apakah produksi ini merupakan produksi comersial dengan pasar luas. Dan sejauhmana ia dapat diterima pasar industry music rekaman dan meraih kedudukan di pelataran lagu-lagu pop Malaysia?

Untung sekali PC burukku yang sudah ketinggalan generasi memiliki media player. Sehingga aku luangkan waktuku untuk sejenak mendengarkan lagu-lagu dalam album Perada Cinta. Musiknya bagus dan beragam alternative. Karena aku bukanlah “orang music” aku tidak mengetahui ragam music yang disajikan. Bagiku mungkin sebagai pendengar hanyalah berpihak kepada adakah harmonisasi, enak didengar dan menarik.




Vokal Ilya kudengar sangat merdu melantunkan lirik-lirik. Lagu-lagu ini lebih tepat didengar dalam suasana hening malam. Warna vokalnya bening dan lincah. Vocal itu sudah terasah dengan baik, seperti kudengar sepanjang acara SISMI, Ilya menjadi pembawa acara (MC).

Dalam kesasteraan di Malaysia sepanjang kuamati dalam beberapa tahun terakhir ini, ternyata antara karya puisi dan dunia music seringkali “berkahwin” membentuk “kehidupan rumahtangga.” Ada ramai kini mempertunjukkan pada berbagai media ekspresi seni, bagaimana hasil karya tulis didendangkan beriring music.

Di Indonesia pada masa perjalanan industry music rekaman, dikenal nama penyanyi Leo Kristi, Group Bimbo dan Ebiet G. Ade, yang melantunkan nyanyiannya berupa puisi. Nama mereka popular. Memiliki suara khas, music khas dan produk cassetnya “digemari.”

Di pentas-pentas sastra Indonesia diakui ada yang “tampil” dinamakan “musikalisasi.” Tetapi rasanya tetap saja ia merupakan terkesan “tidak dianggap” sastra, lebih kepada “music.” Puisi dianggap lebih “bertuah” pabila dibacakan.

Disaat mendengarkan Perada Cinta, aku teringat, mendengar suara Ilya Kablam sewaktu menjadi pembawa acara di SISMI. Kemudian aku bertanya-tanya sendiri, apakah suara itu suara yang sama pernah kudengar dulu di tahun 2014 di Auditorium DBP ketika menerima Anugerah Puisi Dunia Numera 2014. Suara MC yang “kupuji” karena terasa sejuk “Melayu”nya (*) copyright: abrar khairul ikhirma

1 komentar: