Sabtu, 24 November 2012

AZWAR: GENERASI TABUIK PIAMAN, PEWARIS SENI TRADISI


TAK banyak Indonesia memiliki orang yang mencintai tradisinya sendiri. Diantara yang tak banyak itu, Azwar, boleh dicatat salah seorangnya. Dia bukan keturunan dari “rumah tabuik” pewaris Tabuik tapi nyaris hari-harinya tenggelam sejak kecil mengikuti prosesi Tabuik dari tahun ke tahun. Ia beruntung dilahirkan sebagai anak Kampuang Perak, salah satu jorong dalam Kenagarian Pasa, yang memiliki empat jorong yakni Kampuang Perak, Pasia, Lohong dan Karan Aua.


Kampuang Perak adalah jorong keluarnya Tabuik Pasa, disebut juga Tabuik Asa (asal Tabuik). Dari Rumah Tabuik Kampuang Perak dimulai turun temurun diselenggarakan prosesinya. Sebagai anak Kampuang Perak yang tertarik dengan kegiatan Tabuik, setiap diselenggarakan prosesi, Azwar selalu berusaha merekam hal-hal yang menjadi daya tariknya. Mulai sambil bermain-main, kemudian “melibatkan diri” sebagaimana lazimnya masyarakat setempat, menghabiskan waktu bersama pekerja selama pembuatan Tabuik. Ikut membantu-bantu pekerja siang atau pun malam meskipun bukan pekerja. Sampai ikut menjadi pekerja dan akhirnya dipercaya untuk membuat Tabuik.

Alhasil, Azwar mengenali struktur bangunan sebuah Tabuik. Ia kenal bagian-bagian detilnya, fungsi dan maksud kenapa itu ada pada sebuah Tabuik. Ia pun mengenali warna, ornament dan komposisi yang turun temurun dilekatkan pada Tabuik Pasa. Selain itu ia mempelajari akan bahan rangka tabuik dan konstruksi yang baik, agar Tabuik jika dihoyak, dihentakkan, tak akan mudah patah dan rontok bagian-bagian yang dilekatkan. Ada bagian yang harus dipaku, harus memakai sistim pasak dan melalui sistim ikat. Semuanya itu diakuinya memang memerlukan proses.

Mula-mula Azwar menyediakan dirinya sebagai pekerja dalam pembuatan-pembuatan Tabuik. Baik saat prosesi Tabuik yang diselenggarakan satu kali setahun, sampai pada Tabuik pesanan untuk event-event dalam propinsi maupun luar provinsi. Diantara itu ia mulai mengerjakan sendiri pembuatan Tabuik Lenong, Tabuik Sedang dan Tabuik Mini sebagai cinderamata. Mulanya hanya sebagai dorongan pribadi dalam mengisi kesehariannya, namun akhirnya berupa pesanan dari orang perseorang dan organisasi mulai berdatangan sampai kini.

FESTIVAL SUNGAI MUSI DI PALEMBANG
Sebagai lelaki Pariaman, ia pernah melakukan perantauan ke daerah Lampung berdagang masuk kampong keluar kampong. Lalu ke Bengkulu.

Lantas cukup lama bekerja di kapal penangkap ikan dengan kapal di Bengkulu dan kapal tonda di Pariaman. Namun panggilan untuk bekerja dalam seni Tabuik tak pernah luntur dalam jiwanya. Ia merasakan ada kepuasan lain membuat Tabuik walau terkadang uang yang dia terima sering tak sepadan dengan nilai yang dikerjakannya.

Selain pembuat Tabuik, Azwar sebenarnya sejak kecil piawai memainkan alat music tradisionil yakni tasa dan gandang tambur. Boleh dikata ia “tukang tasa” tukang yang menjadi penentu ritme bergandang tambur. Nyaris semua pemuda yang berada di Kampuang Perak atau kenagarian Pasa dan sekitarnya dapat memainkan gandang tapi untuk “tukang tasa” pemainnya memang termasuk langka dan orang yang biasanya dapat memainkankan alat itu memang amat terbatas.

Dan Azwar bila ada kegiatan bergandang tasa di Kampuang Perak dan sekitarnya, ia selalu memegang tasa. Ketika ia masih duduk di bangku sekolah SMP, tahun 1980-an Azwar terpilih sebagai salah seorang untuk tim gandang tasa penyambutan Adam Malik di Bandara Tabing dan di Gedung Bagindo Aziz Chan. Pengalaman yang tak terlupakan baginya, karena ia yang menjadi tukang tasanya.

Sejak itu ia semakin percaya diri bahwa alat music gandang tasa sulit untuk punah. Tentu saja alat music inilah yang selalu akan memberi daya hidup dan ritme heroic pada setiap kehadiran tabuik. Kehidupan bergandang tasa masih hidup dalam masyarakat setempat sampai kini, bukan hanya sekali setahun untuk mengiringi menghoyak Tabuik. Maarak Penganten [anak daro dan marapulai] misalnya sampai kini masih memakai gandang tasa, melengkapi prosesi pernikahan dalam masyarakat. Begitu juga untuk event-event yang diselenggarakan pemerintah dan organisasi. Meskipun peralatan music sudah modern, namun daya hidup bergandang tasa serasa tak lengkap jika tak diikutsertakan.

Karenanya dengan sendirinya, Azwar juga sering mendapatkan pesanan dari berbagai orang dan organisasi dalam kesehariannya, untuk dibuatkan satu set gandang tasa. 4 gandang dan 1 tasa. Dengan kegiatan yang terkait itu, ia semakin memantapkan dirinya dalam penguasaan pembuatan Tabuik. Azwar tidak hanya berkutat membuat Tabuik di Pariaman saja, namun pernah membuat Tabuik untuk kegiatan perantau ke Batam, Pekanbaru, Padang dan Palembang. Ke Jakarta untuk membuat Tabuik dan memainkan di Festival Istiqlal tahun 1991.

Sampai kini menjadi berkesan bagi Azwar ketika dipercaya langsung membuat Tabuik untuk PKDP Palembang, 2 buah sekaligus, atas ajakan (alm) H.Zakaria, Ketua PKDP Palembang, dimana PKDP berpartisipasi di Festival Sungai Musi itu. Hampir semua tokoh-tokoh perantau dan masyarakat Pariaman turut berbaur saat kedua Tabuik itu dihoyak, termasuk unsur penjabat di Propinsi Sumatera Selatan yang saat itu hadir, spontan bergabung dalam kegiatan arak-arakannya, sehingga kehadiran Tabuik Piaman di Palembang menjadikan Festival Sungai Musi tahun 2008 silam sontak meriah luarbiasa.


Dalam beberapa tahun terakhir ini Azwar telah dipercaya ninik mamak Kenagarian Pasa sebagai pembuat Tabuik Pasa, Tabuik sekali setahun, yang dihidupkan kembali sejak mendiang Bupati Anas Malik setelah sebelumnya dinyatakan dihentikan, karena seringkali menimbulkan perkelahian.

Kepercayaan itu tidak disia-siakan oleh Azwar. Ia mendapatkan kesempatan sedapat mungkin mengembalikan ke bentuk asli Tabuik, sebagaimana tekadnya untuk tetap menjaga unsure dan nilai tradisi yang turun temurun itu.

Karena menurut Azwar, Tabuik sekali setahun mestilah mengikuti tradisi, tidak pada tempatnya dijadikan sebagai kreasi. Sebab dimana lagi sebagai pedoman bagi orang, jika keasliannya dilenyapkan. Itulah tanggungjawab seniman yang bukan tukang, tegasnya.

Azwar merasa memiliki tanggungjawab moral. Bukan hanya sebagai warga asal Kampuang Perak tapi sebagai seniman Tabuik dari Pariaman. Ia berusaha menjaga apa-apa yang pernah dipesankan akan kaidah pembuatan Tabuik dari pembuat Tabuik Pasa terdahulu, yang pernah didengar dan diketahuinya dari tahun ke tahun, sebelum ia dipercaya orang untuk membuat Tabuik. Diakuinya, batinnya sebenarnya tidak menerima pembuatan Tabuik Pasa sekali setahun dilakukan diluar Kampuang Perak. Namun sebagai pembuat ia tak memiliki hak suara untuk mengatakan bahwa sebagai penjaga tradisi kita semestinya “pulangkan saja pinang ke tampuknya.” Begitu juga dengan Tabuik Subarang, Tabuik orang Nagari Aia Pampan, dikembalikan pembuatannya di Kampuang Jawo, ke Rumah Tabuik yang mewarisinya, sebagaimana masa dahulunya.

Setiap mengerjakan pembuatan Tabuik, Azwar secara langsung tidak pernah mengajak anggotanya. Namun akan ada saja sejumlah orang yang menyediakan dirinya untuk ikut bekerja. Mereka-mereka itu jelas tidak sekadar pekerja yang terampil tapi memiliki rasa kecintaan akan Tabuik. Terbukti masing-masing berusaha bekerja agar Tabuik bisa siap sesuai dengan jadual yang ditentukan dan menghasilkan kerja yang sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan dalam pembuatan beberapa tahun terakhir ini, terlibat seorang anak muda ikut mengerjakannya. Sebagai bentuk regenerasi itu tengah juga disiapkan ke masa depan dalam pembuatan Tabuik Pasa.

Sebagai Seniman Tabuik Piaman Azwar tak ingin menonjolkan dirinya. Sehingga ia tak banyak terliput oleh pekerja media selama ini. Meskipun ada yang sudah berhadapan dengannya, ia selalu menunjuk anggota yang bersama dengannya bekerja, jika ada yang bertanya mengenai Tabuik yang sedang dikerjakan.

Dengan sendirinya, ia tak ingin besar sendiri tapi Tabuik itu adalah kerja bersama. Bukan hanya selama mengerjakan Tabuik Tradisi sekali setahun saja, jika mengerjakan Tabuik di perantauan pun ia selalu menunjuk salah satu anggotanya saja, bahkan sering dia katakan anggotanya itulah yang si pembuat Tabuik.

Padahal di balik semua itu, Azwar memegang peranan penting agar kualitas Tabuik terjaga. Meskipun bukan Tabuik Tradisi, ia tetap tak ingin berkreasi-kreasi, apalagi mencantumkan namanya di Tabuik, karena dia ingin mempertahankan Tabuik tetap dengan wajah aslinya. Milik Anak Nagari! Sampai saat ini Azwar tak pernah mengimpi untuk membawa Tabuik Piaman keluar negeri. Ia hanya punya impian suatu saat bisa membuat dan menghoyak Tabuik di Pulau Bali. Bisa dalam event Orang Minang, PKDP atau event kebudayaan. Entah kapan waktunya. (abrar khairul ikhirma, 1/10/2012)

1 komentar: