Rabu, 28 September 2016

GESEKAN BIOLA ZALEE REDANG, "RASA MELAYU" DI KLiA2



Aku dan Zalee Redang (Foto: Amelia Hashim)



Aku datang Kuala Lumpur !!!

Di salah satu persimpangan blok pertokoan di Kuala Lumpur International Airport (KLiA2), yang maha luas, gerbang kedatangan dan keberangkatan berkonsep mall, seorang lelaki separo baya, berkostum Melayu, memainkan irama lagu Melayu demikian intensnya. Sangat menikmati. Berhanyut diri perasaan music instrumentalia.

Sang violis itu memanfaatkan lokasi terbatas yang nyaman, di depan toko-toko yang menjual pelbagai trend dan café-café santai. Menggunakan alat pengeras suara sederhana, tidak berisik, terbilang dapat dinikmati oleh semua orang untuk beberapa meter di empat sisi lorong blok. Tidak jauh dari pintu ketibaan B, dimana aku keluar dari kawasan imigrasi.

Pemandangan serupa, suatu hal yang lazim ditemui dewasa ini di berbagai kawasan ramai dengan konsep modern. Di pusat-pusat perbelanjaan atau pun di ruang-ruang public.  Tak terkecuali bagi Kuala Lumpur, yang menjadi pusat Negara Malaysia. Ada saja perorangan atau kelompok-kelompok music mengadakan pertunjukan pada public. Memanfaatkan lokasi orang-orang melintas silih berganti.

Tampaknya mereka tidak sekadar hanya ingin mengumpulkan uang receh dari sesiapa yang tersuka pada pertunjukan mereka. Namun lebih memperkenalkan diri pada kemampuan memberikan hiburan untuk masyarakat dari berbagai latarbelakang, selera dan tujuan, sekaligus dapat menjualkan karya rekaman musik dalam bentuk compacdisk (CD).

Zalee Redang, namanya aku ketahui kemudian dari CD pemberian sang isteri setianya, perempuan yang selalu menemani suaminya bermain music. CD volume 2 (Maret, 2016). Berisikan 10 nomor music instrumentalia biola; “Zapin Ya Salam, Kau Laksana Bulan, Beban Asmara, Pelayaran Senja, Dendang Berzaman, Di Pintu Mahligai, Falsafah Laksmana, Fatwa Pujangga, Salam Sayang dan Suci Dalam Debu.”

Ketika aku tertegun menikmati permainan violis itu, sang isteri menyambutku dengan akrab. Kami bercakap-cakap singkat. Sungguh amat menyenangkan. Ia senang, aku menyukai pertunjukan Zalee dan memberikan sekilas apresiasi terhadap permainannya yang kusaksikan.

Aku berikan satu eks buku kumpulan puisiku “Hang Tikam Tuah Kenang,” sebagai cenderahati. Tanda persahabatan. Isteri Zalee memberikan sebuah CD rekaman music Zalee Redang, suaminya. Kusampaikan, aku berjanji akan mendengarkannya bila sudah kembali ke tanah air. Isteri Zalee, menyampaikan pula terimakasih. Penuh kegembiraan dia akan membaca karya-karya puisiku dalam buku tersebut dengan baik.

Kukatakan aku datang dari Indonesia. Isteri Zalee tidak merasa aneh dan terkejut. Barangkali beliau sudah faham bahwa Malaysia sudah terbiasa dengan para pendatang dari berbagai Negara, hampir setiap hari silih berganti. “Zalee, juga orang Indonesia,” katanya. Zalee, Orang Melayu berasal dari Pulau Tanjung Balai Karimun, Riau Kepulauan, Indonesia. Sudah menjadi warganegara setempat.
Aku datang Kuala Lumpur !!!

Setelah berpisah, meninggalkan kawasan airport KLiA2, dalam bus menuju jantung Kota Kuala Lumpur, bus berlari pada kecepatan yang nyaman, termenung dalam diam, aku merasa ada yang kurang dengan pertemuan yang teramat berkesan itu. Kenapa, aku tadi tak terpikirkan seperti biasa kebiasaanku untuk merekam foto kami bersama.

Aku lerai saja dengan rasa maklum.
Aku ingat gaya suara perempuan itu, penuh kegembiraan yang sejuk, wajahnya berkharisma, memancarkan persaudaraan, gesturenya memikat hati, sulit untuk dikatakan tidak berkenan bagiku. Sukar untuk dilupakan. Diantara terngiang samar-samar gesekan biola. Luarbiasa. Berbahagialah keduanya. Suami isteri yang hidup dalam musikalitas irama dan dendang. Pun beruntunglah orang-orang yang pernah mengenal seorang Zalee, satu dari seniman music di belantara Kuala Lumpur.

(Foto: Amelia Hashim)

Aku datang Kuala Lumpur !!!

Zalee Redang yang aku temui di kawasan pusat perbelanjaan airport itu, adalah bentuk lain dari pernak-pernik ekspresi manusia cosmopolitan. Manusia yang terkadang luput menjadi perhatian kita. Hilang oleh kebergegasan, kesibukan dan persoalan-persoalan yang menjadi rutinitas kota. 

Padahal kehadiran Zalee dan yang lainnya, kerap hadir membuat pertunjukan bebas. Memanfaatkan lokasi, ruang dan waktu terbatas, di sudut-sudut ruang public, di depan toko-toko, kawasan keramaian, adalah penting. Memberi warna dan identitas pusat-pusat kesibukan-kehidupan modern.

Jangan lupa. Mereka memiliki public tersendiri. Mereka-mereka yang melintas, sebergegas apapun, akan terhenti sejenak. Jika tersuka, berelahati untuk berbagi sedikit wang, semacam honor atas pencapaian yang telah dilakukan. Syukur-syukur berminat untuk membeli CD yang mereka pajang di hadapannya. Kalau tidak terhenti, setidaknya pendengaran yang lalu-lalang di lokasi permainan musiknya, sudah disentuh oleh kepiawaian permainan musiknya. Sudut mata setiap yang lewat, akan tertuju sekilas kepadanya, meskipun langkahnya tetap bergerak melintas menjauh.

Aku datang Kuala Lumpur !!!

Datang dengan keterbatasan seorang kampung yang tak paham gunakan teknologi. Tak tahu bagaimana perangkat tablet dan ponsel yang dimiliki, dapat berfungsi ketika sedang berada diluar negeri. Aku sedikit sukar untuk menghubungi sahabat yang akan membantu perjalananku. Tak sedikit pun merasa malu dikatakan seorang bodoh. Memang aku bodoh pada teknologi yang sudah maha maju dan berkembang. Selama ini aku hanya menggunakannya sebatas yang terbatas tingkat dasar saja. Tidak tahu aplikasi, kegunaan  dan cara mengoperasikannya.

Aku harus bertemu seseorang berbaik hati, berelahati menuntunku dari KLia2 ke Temu Penyair Asean 2016, diselenggarakan ITBM-PENA-DBP Malaysia, yang hendak kuhadiri. Atas bantuan seorang perempuan perantau Minang, asal Payakumbuah, sedang menunggu kedatangan keluarganya dari Jakarta di pintu ketibaan B, KLiA2, dengan ponselnya mengontak sang relahati itu. Terimakasih. Mengingatkan ucapan ibuku ketika minta izin untuk berangkat, “Jika engkau pergi dengan niat yang baik, insyaallah Allah juga akan memudahkanmu dengan kebaikan.”

CD VOLUME 2 ZALEE REDANG
 Alhamdulillah…, Kami akhirnya bertemu di dalam KLia2 pada salahsatu lorong, dari pintu ketibaan B, tak jauh dimana seorang lelaki berkostum Melayu asyik memainkan alat musik biola, diantara lalulalang manusia-manusia. Antara yang datang dan yang akan berangkat. Beliau sang violis itu Zalee Redang.

Rupanya si Relahati yang menjemputku di KLiA2 sudah terlebih dahulu mengenal sang violis. Zalee biasanya senantiasa ditemuinya bermain music di KL Central, sebuah kawasan stesen terpadu utama di jantung Kota Kuala Lumpur. Zalee selain bermain music juga seorang pelakon (pemain drama). Isterinya selintas mengaku adalah seorang penulis skrip drama. Pasangan suami isteri dalam balutan rasa seni.

Si Relahati pun tak sangka, Zalee hari ini ada di KLiA2. Dia pun turut terpesona pada alunan gesekan dawai-dawai biola, dalam menunggu kedatanganku dari Bandara International Minangkabau, Indonesia. Insyaallah suatuhari kelak, dapatlah hendaknya kutulis sebuah cerita pendek, terinspirasi pertemuanku ini. Pertemuan yang membahagiakan. Di tarikh Jum’at 02 September 2016, kala petang hari.

Aku datang Kuala Lumpur !!!

Abrar Khairul Ikhirma
Melaka, 16/09/2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar