Meskipun “orang perantauan,”
keinginan untuk “memakai” budaya tradisi daerah asal, tetap suatu hal yang
“dirindukan.” Salah satu contoh melaksanakan budaya “arakan pengantin” ala
Pariaman ---daerah Rantau Minang--- melengkapi kemeriahan prosesi adat
perkawinan seperti di Kota Bengkulu.
Yang menarik bagiku untuk datang
ke Bengkulu kali ini, karena berkaitan dengan pesta perkawinan (baralek). Ingin
menyaksikan bagaimana suatu keluarga perantau Pariaman melaksanakan adat
perkawinan anggota keluarga mereka di rantau orang.
Untuk daerah Bengkulu, suatu
tidak asing lagi bagi Orang Piaman ---sebutan untuk Pariaman--- sebagai wilayah
rantaunya. Misalnya di Malabro, Kota Bengkulu, bahagian sepanjang pantai,
mayoritas penduduknya berdarah Pariaman dan Pesisir Selatan. Mereka sudah
berketurunan. Selain berdagang, kehidupannya mengandalkan potensi laut sebagai
nelayan.
Pada umumnya, perantau-perantau
yang berada di Bengkulu, sebahagian besar masih memiliki hubungan kuat dengan
kampungnya. Baik melalui komunikasi, pertemuan, pulang kampung maupun dari
kampung datang ke rantau secara berkesinambungan.
Sementara perantau yang berada di
Bengkulu dengan keturunannya, secara alamiah dalam keseharian dapat berasimilasi
dengan budaya orang setempat. Baik tata cara sosial dan budaya serta
berbahasanya. Prinsip universal Orang Minang, “dima bumi dipijak, di sinan
langik dijunjuang.”
Artinya, masyarakat perantau dan
keturunannya akan tetap “meninggikan” budaya setempat dimana mereka hidup. Memudahkan
keterhubungan sosial. Apalagi kebudayaan kedua daerah ini memiliki hubungan
erat dalam wilayah kemelayuan.
BASALAWAIK |
Aku tidak mengikuti prosesi dari
awal bagaimana tata cara perkawinan ini dilangsungkan. Mulai dari antar
keluarga meminang sampai pelaksanaan ijab Kabul pernikahan. Karena aku tidaklah
melakukan penelitian untuk pekerjaan ilmiah. Hanya untuk menghadiri pesta
perkawinan di pihak keluarga mempelai laki-laki yang berdarah Orang Piaman di
Kota Bengkulu. Dimana proses meminang, menikah dan pesta perkawinan di pihak
mempelai wanita, sudah berlangsung sebelum kedatanganku ke Bengkulu
.
6 Agustus 2017 adalah hari
bahagia keluarga, sanak saudara, kawan karib handai taulan bagi, Bang Awe dan Upik Lebok, nama panggilan pasangan suami isteri yang menyelenggarakan
“baralek,” resepsi pernikahan anak
laki-laki sulungnya Wil, yang
mempersunting Erin.
Kedua orangtua mempelai pria ini
merupakan keturunan Orang Piaman yang menetap di Kota Bengkulu. Bengkulu sudah
menjadi kampung halaman mereka, beserta anak-anaknya sejak lahir sampai menikah.
Keterkaitannya dengan keluarga di kampung asalnya, Jorong (kini kelurahan)
Pasia, Kota Pariaman, tetap terjaga sampai kini. Hingga di hari bahagia ini,
semua keluarga besar mereka berdatangan ke Bengkulu.
Tak heranlah sebelum hari pesta ini,
bau khas rendang menguap diterbangkan angin di sekitar rumah yang akan
mengadakan pesta di Malabro, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu. Masakan
yang disediakan untuk tamu dimasak anggota keluarga yang datang dari kampung.
Termasuk “sala lawuak,” kuliner khas Pariaman.
Dalam banyak peristiwa baralek
atau pesta perkawinan Orang Minang di rantau, hal serupa itu sudah lazim
terjadi. Masakan yang dihidang dengan masakan Minang, yang dimasak sendiri
tanpa mengandalkan dari usaha catering. Kegiatan memasak atau mengerjakan
persiapan untuk esok pesta ini, adalah mempertahankan tradisi yang dinamakan
“patang mangukuih.”
GANDANG TASA PIAMAN |
Patang Mangukuih ---malam hari--- di masa lalu di daerah
Pariaman (Kota/Kabupaten) biasanya sanak saudara dan orang kampung beramai-ramai
hadir di rumah pesta. Kaum ibu-ibu menyiapkan masakan, kaum laki-laki berjaga
dan mengerjakan pondok (kini diganti dengan tenda) untuk tamu. Sedang anak-anak
gadis membantu hias menghias (mendekorasi) di atas rumah. Anak-anak bujang hias
menghias di bahagian luar, termasuk pondok makan untuk tamu atau pentas
hiburan.
Pada pesta di Malabro ini memakai
jasa pelaminan dan tenda yang disewa. Semuanya disediakan dan dikerjakan oleh
penyedia jasa. Termasuk menyiapkan dekorasi di ruang tamu dan kamar pengantin dalam
rumah. Pelaminan sudah dibuat modern. Terkesan “kejawa-jawaan” dengan di latar
dipasang “ukiran” bermotif “ngejawa.”
Termasuk bangku duduk kedua
pengantin dan kedua pasangan orangtua pengantin. Tetapi pakaian pasangan kedua
orangtua dari pengantin, memakai pakaian khas Melayu Bengkulu. Mereka duduk di
pelaminan yang sama. mengapit pasangan pengantin yang berpakaian adat Minang.
Sementara di ruang tamu rumah,
mulai dari dinding atau pun langit-langit ruangan, terpasang dekorasi seperti
biasanya di Minang. Dinding tertutup oleh “tadia” kain bersulam dan
langit-langit ruangan bergantung “lidah-lidah” dan “rendo.”
Sebelum acara pesta dimulai,
diawali dengan melakukan arakan pengantin. Orang Minang menyebutnya “Maarak Nak
Daro jo Marapulai.”
Sekitar pkl. 09.00 wib, kedua
pengantin sudah berada di simpang empat Jalan Pendakian, dalam kawasan pecinan, kota lama Kota Bengkulu. Kedua
penganten akan diiringi rombongan pihak bako,
yakni, keluarga besar di pihak ayah penganten pria. Ikut menyertai kedua
orangtua pengantin wanita dalam rombongan.
Arakan diawali dengan membacakan
salawat untuk kedua penganten. Tradisi ini di Pariaman masih ada yang
mempertahankan dan sebahagian besar tidak melaksanakan lagi. Pembaca salawat
berdiri di belakang pasangan penganten. Sebagaimana biasanya, selama pembacaan
salawat, semua rombongan akan berhening diri. Sehingga terasa relegiusnya.
MANANTI ANAK DARO JO MARAPULAI |
Salawat berakhir, pasangan
penganten dan rombongan segera bergerak perlahan ke arah rumah mempelai
penganten pria. Berjalan kaki lebih kurang 150 meter.
Arakan diiringi music tradisional
Minang gandang tasa Piaman. Dimainkan oleh Azwar
& Fandos Group, kelompok seni pembuat Tabuik Piaman dan grup gandang
tasa di Kota Pariaman. Terdiri dari Azwar pemain tasa dan anak gandang, Amaik, Af Brimob, Zul (Pariaman) dan Si Zal (menetap di Bengkulu). Mereka
keluarga dari yang mengadakan pesta.
Arakan ini, sepanjang jalan
menjadi perhatian ramai. Karena hentakan dinamik gandang tasa yang tak biasa
didengar di Bengkulu. Biasanya music setempat adalah music dol, alat beda dan
ketukannya pun beda. Apalagi rombongan melalui depan Pasar Pantai Malabro.
Sampai di rumah pesta, pasangan
orangtua mempelai pria bersama anggota keluarga, menyambut pasangan kedatangan
penganten. Dilakukan penyiraman beras kuning oleh orangtua perempuan penganten
pria, kepada kedua penganten, kemudian membawanya untuk naik ke pelaminan (*) copyright: abrar khairul ikhirma - bengkulu
Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
BalasHapusMenikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.
Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.