Mengunjungi Kota Bengkulu bagiku,
juga ingin melihat-lihat beberapa tempat yang berkait dengan keberadaan tradisi
Tabot. Di Pariaman Sumatera Barat namanya Tabuik, di Bengkulu namanya Tabot.
Keduanya memiliki perbedaan bentuk.
Tahun 2013 bersengaja
diri mendatangi tempat ini. Tempat Pengambilan Tanah Tabot Imam. Kali ini
adalah kali kedua. Lokasi titik terpenting dalam penyelenggaraan Tabot di
Bengkulu ini, terletak masih dalam Kota Bengkulu, arah ke Pantai Panjang.
Lokasinya memang
terlihat terhormat. Karena memang diperuntukkan secara khusus sebagai kawasan
tradisi sakral. Dipagar agar tak dimasuki sembarang orang. Disatukan dengan
areal penginapan yang berada di atas perbukitan di belakangnya.
Karena dipagar dan
tidak ada juru kunci yang dapat diminta izin masuk, aku hanya sekadar
mengintip-intip saja dari luar pagar. Melalui gapura yang terletak menghadap
jalan raya pusat kota menuju ke arah Pelabuhan Pulau Baai.
Tempat ini adalah
tempat “mengambil tanah” salah satu prosesi awal melaksanakan tradisi Tabot,
oleh keluarga Tabot Imam. Sembilan kelompok Tabot Imam Senggolo, pada 1 Muharam
akan mengambil tanah yang dikeramatkan di Kelurahan Anggut Bawah, Ratu Samban,
Kota Bengkulu ini.
Keluarga pewaris
Tabot mengambil dua kumpalan tanah dari dua lokasi. Merupakan prosesi yang
menggambarkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Tradisi Tabot
Bengkulu merupakan tradisi turun temurun dan masih tetap dilaksanakan sampai
saat ini, setiap bulan Muharram di Kota Bengkulu. Tradisi Tabot adalah mengenang
kisah kepahlawan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi
Thalib, dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid, di Padang Karbala,
pada 10 Muharram 61 Hijriah (681 M).
Penyelenggaraan atau
pun yang berkait dengan Tabot di Bengkulu, tampaknya pemerintah daerahnya
memberikan perhatian. Salah satunya melakukan “mempermanenkan” titik-titik
penting yang berkaitan dengan prosesinya. Semisal lokasi untuk mengambil tanah
atau pun “Padang Karbla” nya.
Begitu pula konon
kabarnya meskipun pemerintah menjadikan sebagai event pariwisata, namun sisi
adat budaya masih tetap terjaga. Tidak saling merusak. Karena di Bengkulu sudah
terbentuk sebuah kelembagaan Komunitas Kerukunan Tabut (KKT) Bengcoolen. Dimana
berhimpun 17 Kelompok Keluarga Pewaris Tabut Sakral. Terdiri, Sembilan kelompok
Tabut Syech Burhanuddin Imam Senggolo dan delapan kelompok Tabut Bansal.
Walau pun sudah
beberapakali mendatangi Bengkulu, aku belum memiliki kesempatan mengikuti
pelaksanaan Tabot. Ingin rasanya ikut merasakan bagaimana suasana pelaksanaan
sebuah tradisi di zaman sekarang, setelah melampaui zaman padamulanya
dilaksanakan para nenekmoyang di masa dahulu.
Mudah-mudahan di
waktu lain, saat berada di Bengkulu, di waktu yang tepat dilaksanakan prosesi
Tabot ini.
Disebutkan bahwa
istilah Tabut berasal dari kata Arab, secara harfiah berarti “kotak kayu” atau
“peti.” Dilaksanakan Tabuik di Pariaman dan Tabot Bengkulu, berdasarkan
hitungan kalender Islam, setiap 1 – 10 Muharram (*) copyright: abrar khairul ikhirma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar