MENYONGSONG SISMI17 DI KUALA LUMPUR
Oleh: ABRAR KHAIRUL IKHIRMA- INDONESIA
Orang Minang menyadari bahwa rendang yang
lezat dinikmati, adalah rendang dimasak di tungku berbahan bakar dari kayu. Dikincah baunyai-unyai, disangai dek baro
api. Dikicok raso tak sampai, dilatak-an raso kapai.
Rendang merupakan kuliner utama
bagi masyarakat etnik Minangkabau turun temurun. Salah satu menu yang selalu
terhidang pada setiap jamuan adat, pertemuan dan acara-acara penting dalam
kehidupan social masyarakat.
Nama kuliner orang Minang ini
berkembang dan popular. Dikenal dengan nama Rendang Padang. Tersebab ada banyak
perantau-perantau Minang di berbagai daerah di nusantara dan luar Negara
membuka usaha rumah makan atau kedai nasi, berlabelkan “Rumah Makan Padang”
atau hanya menuliskan, “Masakan Padang” di bawah nama kedainya. Rendang satu
diantara menu utama di Rumah Makan Padang.
Masakan rendang boleh saja
namanya sama. Akan tetapi cara masak dari tiap daerah adalah hal menentukan.
Tukang Masak lain-lain kepandaian, berbeda keahlian dan pengalamannya.
Karenanya dijumpai rendang yang enak dan tidak enak. Walaupun namanya tetap
rendang dan sama-sama dimasak menggunakan tungku dan api.
Apakah hubungannya rendang dengan
sastra atau sastra Melayu dengan rendang?
Yang satu adalah kuliner berbahan
daging, bumbu dan dimasak sebagai makanan. Satu lagi penamaan dari bentuk lisan
atau pun tulisan, yang mengandung keindahan bahasa, memiliki makna dan
pesan-pesan untuk setiap pendengar dan pembacanya.
Secara harfiah tidak memiliki
keterkaitan tetapi dalam pembicaraan kali ini, menurut saya memiliki
keterhubungan di dalam menjaga kontinuitas yang sama. Membuat sastra menjadi
lebih hidup dan memiliki kesinambungan menjadi bahagian dalam perkembangan
masyarakat. Menjadi alat membuka pikiran, mengasah perasaan, memperkaya alam
kebudayaan kehidupan manusia berkehidupan social. Beradab dan bersikap.
PRASASTI MELAYU |
Keterhubungan dan keterkaitan
tidaklah serta merta pada kehidupan manusia. Ada proses kehadiran dan
kebutuhan. Di alam nusantara, beralam sastra Melayu tidaklah hal ganjil dan
asing atau pun baru. Sejarah perjalanan penyebaran manusia Melayu di nusantara,
juga diikuti oleh kesastraan.
Konflik kekuasaan, tragedy, agama
dan bahasa, telah melahirkan kekayaan hasil-hasil sastra oleh para pemuka
masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, pemimpin, penutur dan pujangga. Hasilnya
dapat ditelusuri melalui jalan sejarah. Baik lisan, tulisan, jejak benda dan daerah.
Dari masa lalu, kita diwarisi
pelbagai folklore, cerita rakyat, legenda, hikayat, pepatah petitih, mamangan,
pandangan-pandangan hidup melalui adat istiadat maupun penghantar nilai-nilai
keagamaan. Semuanya tidak verbal. Melekat dan menjadi bahagian dalam hidup
masyarakat, tersebab memiliki nilai seni. Seni itu Keindahan. Karena pada
hakikatnya manusia pastilah menyukai keindahan. Keindahan berbahasa dan
keindahan yang disampaikan.
Melayu itu indah.
Indah tutur kata.
Indah budaya.
Apakah Melayu itu ?
Ramai yang tahu akan nama Melayu
atau mengenal Orang Melayu. Tahu karena mendengar perkataan atau perbualan.
Kenal tersebab berpakaiannya. Namun sedikit mengetahui bahwa Melayu telah
melalui jalan sejarahnya yang panjang di nusantara ini.
Nama "Malayu" berasal
dari nama Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari, Jambi, Pulau Sumatera – Indonesia. Dalam
perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan
Sriwijaya. Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera,
mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa,
Kalimantan dan Semenanjung Malaya. Jadi orang Melayu Semenanjung berasal dari
Sumatera.
Itulah yang dimaksudkan dengan
penyebaran. Dimana tersebarnya manusia dan kebudayaan Melayu, juga diikuti
penyebaran bahasa dan hasil-hasil (karya) dari bahasa ke berbagai peradaban.
Kita tak akan menyadari, betapa
“pentingnya” Melayu dalam keberagaman etnik dan budaya di dunia ini. Karena
Melayu adalah bahagian dari banyak bangsa dan budaya di dunia. Berkat jalan
sejarah, meskipun pada umumnya penuh “berdarah” dan “kelam,” kita kini dari
literature, dapat menemukan pandangan dan catatan mengenai perjalanan Melayu di
nusantara. Semakin menguatkan bangsa dan Negara dalam menempatkan posisinya
menjadi masyarakat dunia.
Adalah terbukti, betapa
pentingnya suatu literature yang dihasilkan oleh bahasa itu. Tanpa adanya
“pencatat” dan “catatan” mungkin akan “membutakan” kita dalam mengetahui banyak
hal. Tidak hanya menyangkut diluar wilayah saja tapi juga perihal jati diri
kita sebagai suatu bangsa. Termasuk sejarah yang berguna untuk kepentingan
regenerasi. Yang akan kita hantarkan ke gerbang masa depan. Yang akan kita
tinggalkan sebagai pelanjut warisan turun temurun.
DI MAKAM RAJA ALI HAJI DI PULAU PENYENGAT |
Seperti misalnya, di berbagai
literature umum, kini dapat dengan mudah menemukan pandangan berharga Thomas Stamford Raffles yang pernah
datang ke nusantara. Literatur berupa buku atau pun data internet. Dihubungkan
oleh alat dari hasil teknologi dan kemudahan saling berlalulintas mendatangi
daerah satu dengan daerah lainnya.
Pada masa colonial. Pandangan
mengenai Bangsa Melayu, pernah dikemukakan oleh Raffless yang karyanya hingga
sekarang memiliki pengaruh signifikan di antara para penutur bahasa Inggris.
Raffles mungkin orang paling penting yang mempromosikan ide mengenai Bangsa
Melayu, yang tidak terbatas hanya pada kelompok etnis Melayu saja.
“Bangsa Melayu juga merangkul
sebagian besar rakyat di kepulauan Asia Tenggara. Raffles membentuk visi Melayu
sebagai "bangsa", sejalan dengan pandangan gerakan Romantik Inggris
pada waktu itu. Setelah ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau, tempat kedudukan
Kerajaan Pagaruyung, ia menyatakan bahwa Minangkabau
adalah sumber kekuatan dan asal bangsa Melayu, yang kemudian penduduknya tersebar
luas di Kepulauan Timur. Dalam tulisannya kemudian ia mengkategorikan Melayu
dari sebuah etnis menjadi bangsa.” (Wikipedia)
Bangsa akan menjadi kuat karena
budayanya tetap dapat dipertahankan dengan baik. Salahsatu hasil budaya dari
suatu bangsa adalah bahasa. Karenanya, bahasalah yang dapat mempersatukan suatu
bangsa. Peranan bahasa inilah tonggak penopang kekuatan Negara. Bahasa beda
akan tentu budayanya tidaklah akan sama. Kecil dimungkinkan akan saling menjaga
dan melestarikannya.
Bagi bangsa Indonesia, terdiri
dengan wilayah pulau-pulau, berhimpun berbagai suku, dengan bahasa beragam,
sadar bahasa adalah jembatan persatuan kesatuan. Karenanya Bahasa Indonesia
ditegaskan “satu bahasa, bahasa Indonesia.”
Bahasa disebutkan sebagai cermin
bangsa. Rusak bahasa, hancurlah Negara. Jika dikaji secara lebih lebih
mendalam, bahasa terlahir dari kepribadian manusia. Bahasa yang baik dan elok
hanya akan lahir dari manusia yang bermentalitas baik pula.
Bahasa Indonesia dibangun dari
sublimasi bahasa-bahasa yang ada dan berkembang dalam kehidupan sebagai bahasa
sehari-hari. Kiranya sungguh tepat di era Orde Baru, pernah dimunculkan bahwa
kebudayaan nasional adalah terbentuk dari puncak-puncak kebudayaan daerah.
Dengan demikian, ibaratkan sebuah pohon yang besar memiliki akar yang jelas,
dengan batang yang kokoh dan kerimbunan daun yang tumbuh di rantingnya, memberi
keteduhan dikala panas yang terik.
Bahasa Indonesia yang terbangun
dan menjadi bahasa resmi itu, akar utamanya ditopang oleh bahasa Melayu. Tidak
salah kemudian, pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis
Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MARBIM) berencana menjadikan
bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam organisasi ASEAN, dengan memandang
lebih separuh jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Rencana
ini belum pernah terealisasikan, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen
asli dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan ke dalam bahasa resmi masing-masing
negara anggotanya.
PERKAMPUNGAN MINANGKABAU ZAMAN DAHULU (FOTO: DOKUMENTASI) |
Tak dapat dipungkiri lagi,
penyebaran penduduk yang terjadi di masa lalu, diikuti tersebarnya bahasa,
adalah suatu kekuatan besar. Hasil penelitian para ahli telah mencatat bahwa
Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun
bahasa Austronesia. Menurut statistic penggunaan bahasa di dunia, penutur
bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih kurang 250 juta jiwa. Menempatkan
bahasa Melayu di urutan keempat pada urutan penutur terpenting bagi
bahasa-bahasa di dunia.
“Dalam pengertian awam, istilah bahasa Melayu mencakup sejumlah bahasa
yang saling bermiripan yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung
Melayu. Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya. Bahasa ini menjadi bahasa
resmi di Brunei, Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), dan Malaysia (juga dikenal sebagai bahasa Malaysia); bahasa nasional Singapura; dan menjadi bahasa kerja di Timor Leste (sebagai bahasa Indonesia).
Bahasa Melayu merupakan lingua franca dalam kegiatan
perdagangan dan keagamaan di Nusantara sejak abad ke-7. Migrasi kemudian juga
turut memperluas pemakaiannya.
Selain di Negara yang disebut
sebelumnya, bahasa Melayu dituturkan pula di Afrika Selatan, Sri Lanka, Thailand selatan, Filipina selatan, Myanmar
selatan, sebagian kecil Kamboja,
hingga Papua Nugini. Bahasa ini juga
dituturkan oleh penduduk Pulau Cristmas
dan Kepulauan Cocos, yang menjadi
bagian Australia” (Wikipedia).
BERSAMBUNG [Tulisan ini, bahagian
Pertama dari Empat Tulisan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar