Sabtu, 19 Januari 2013

Namanya Senin bukan Selasa…


TUJUANKOE sore itu mau melihat yang dinamakan Kerbala, yang orang Bengkulu melafazkannya dengan “kerbla.” Tempat pembuangan Tabot, setelah diarak, di 10 Muharam setiap tahun. Tabot di Bengkulu merupakan kegiatan ritual tradisi, memperingati kematian Hosen, cucu Nabi Muhammad SAW, dimana di Pariaman, Sumatera Barat, di waktu yang sama juga diselenggrakan disebut dengan Tabuik.

Akoe masuk dari Jalan Soeprapto, memasuki gerbang penandanya yang kokoh dan dicat dengan warna yang terang. Jalan menuju Kerbala dinamakan Kerbala Raya, lalu agak ke dalam membelok ke kiri namanyanya hanya Kerbala.

Di depan kompleks Kerbala, berupa kompleks pekuburan, di seberang jalannya, akoe melihat ada sebuah gerobok kecil di atas trotoar dan seorang lelaki tua tengah asyik memanggang di perapian. Bau harum menyeruak ke hidung.

Saat akoe mendekat dan bertanya, makanan apakah yang sedang ia buat dan nantinya dijual itu. Ia mengatakan itu adalah Pempek Panggang. Kami bercakap-cakap sejenak.

Ia seorang tua yang menyenangkan. Ia berasal dari Palembang dan merantau ke Bengkulu. Nama bapak tua itu Senin. Saat akoe katakana kenapa tak Selasa, ia dengan giginya yang masih tersisa hanya tersenyum, “memang, Senin,” ujarnya.

Selesai memotret, akoe tak berbalik arah. Hanya meneruskan jalan di depan kompleks Kerbala itu dan sampailah di jalan Dempo. Meneruskan saja mengarah ke pusat kota. Tahu-tahu, akoe sampai ke belakang Pasar Minggu. Jarak antara tempat akoe ketemu bapak Senin dengan pasar Minggu ternyata tidaklah jauh. Akoe mafhum saja, pantasan ada Senin, karena ada Minggu, bisik hatikoe seketika.
[abrar khairul ikhirma # 09-01-2013]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar