Lama juga tak singgah ke Istano Pagaruyuang.
Walaupun ada beberapa kali datang ke Kota Batusangkar. Terakhir datang ke sini,
saat pembangunan ulang barusaja dimulai, sesudah kebakaran hebat
meluluh-lantakkan istana yang tersambar petir. Dalam perjalanan dari Kota
Sawahlunto via Padang Gantiang, hendak menuju “kampungku” Sungayang, aku pun
memutuskan untuk singgah di Istano Pagaruyuang walaupun hari sudah semakin
petang.
Setelah membeli selembar tiket masuk seharga Rp.7000, aku memasuki
lokasi Istano Pagaruyuang. Terlihat tidak ramai pengunjung, karena kedatanganku
sudah di petang hari, pun tidak merupakan hari libur. Kesan luas dari hamparan
pekarangan halaman Istano langsung menyambut kedatanganku. Jalan yang terbuat
dari batu sungai dipasang serapi mungkin. Undakan anak tangga pun tidak terlalu
tinggi.
Selain diriku, rupanya masih ada juga pengunjung lainnya yang juga
baru datang. Tampaknya rombongan keluarga dari luar daerah. Aku tidak langsung
menuju ke bangunan Istano tapi menikmati suasana pekarangannya hingga sampai ke
bangunan Rangkiang Sitinjau Lawuik, terletak di sisi halaman sebelah kiri dari
Istano.
Aku menemukan di depan rangkiang, kini sudah ada patung “Si
Binuang.” Si Binuang adalah seekor kerbau sakti. Dalam kedua telinga bersarang
lebah, serangga yang sewaktu-waktu menjadi senjata menyerang pihak lawan.
Begitu juga ada patung “Si Gumarang,” kuda putih yang menjadi
kendaraan “Cindua Mato” dipajang di halaman depan sebelah kanan dari istano.
Baik si Si Binuang maupun Si Gumarang ini, semakin melengkapi
koleksi museum. Walau pun taman halaman istano belum dapat dikatakan saat ini
sempurna. Masih terkesan belum selesai. Baik rumput dan tanaman belum terlihat
memberi kesan penyempurnaan dari kegagahan bangunan istano.
Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istano Pagaruyuang,
adalah sebuah istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas (Tanjuang Ameh),
kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Kini istana ini
merupakan objek wisata budaya yang dikenal bagi wisatawan sebagai salah satu
tujuan utama kunjungan ke Ranah Minangkabau.
Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya hanyalah berupa
bangunan replica dari bangunan aslinya. Istano Basa yang asli terletak di atas
Bukit Batu Patah yang berada di belakang bangunan replica sekarang. Istano
tersebut terbakar habis pada peristiwa kerusuhan berdarah pada tahun 1804.
Istana kembali dibangun, namun kembali terbakar pada tahun 1966.
Dari depan Rangkiang Sitinjau Lawuik, aku bergerak terus ke depan
anak tangga, berjalan beberapa meter ke tangga naik ke istano. Aku memutuskan
tidak masuk ke dalam istano. Karena sudah entah berapa kali melihat yang sama.
Aku hanya memperhatikan pengunjung dan petugas di tangga istano. Beberapa menit
kemudian bergerak menuju salah satu sisi istano, ke arah bangunan surau,
sejajar dengan bangunan istano di sebelah kanannya istano. Bangunan surau
tampaknya dalam perbaikan. Ada pekerja tengah melakukan renovasi.
Kemudian berjalan terus ke bahagian belakang istano, menikmati
cahaya matahari yang tidak terlalu memancar. Mendekati kolam. Menurut kisah, di
belakang istano terdapat tempat pemandian istana. Berupa Pancuran Tujuah. Aku
tak melihat pancuran sejauhmana bentuknya dapat mendekati seperti senyatanya
gambaran pemandian di zaman dahulukala. Hanya sebuah kolam biasa yang dapat
ditemui di pemukiman masyarakat umum. Bukan kolam pemandian.
Di masa kepemimpinan Harun Zain sebagai Gubernur Sumatera Barat,
yang popular dengan motto gerakan pembangunannya, “Mambangkik Batang Tarandam,” dicetuskan untuk membangun replica
Istano Basa. Selain pembangunan fasilitas umum, pembangunan budaya memang
gencar dilakukan oleh Harun Zain dimana-mana. Hampir tiada lelah, Sang Gubernur
ini turun ke pelosok-pelosok, mengunjungi berbagai daerah, berjumpa para
tokoh-tokoh adat dan budaya, serta berdialog dengan masyarakat.
Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakkan
tunggak tuo ---tiang utama--- pada 27
Desember 1976 oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain. Bangunan baru
ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah
selatannya. Pembangunannya baru selesai di akhir 1970-an dan mulai bisa
dikunjungi oleh umum.
Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran
hebat, akibat petir yang menyambar
puncak istana. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini hangus terbakar.
Ikut terbakar juga sebahagian dokumen, serta kain-kain hiasan. Diperkirakan
hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga yang selamat. Barang-barang yang
lolos dari kebakaran tersebut sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala
Kabupaten Tanah Datar. Harta pusaka Kerajaan Pagaruyuang sendiri disimpan di
Istano Silinduang Bulan. 2 kilometer dari Istano Basa (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar