Tak pernah membayangkan akan sampai di Perlis. Juga tak pula ada pernah berangan-angan menjejak negeri di bahagian utara Malaysia ini. Nyatanya, di hari Iedhul Adha, 12 September 2016, akupun ada di Perlis.
Tujuan utama selepas sholat Iedhul Adha di Sintok, Negeri Kedah, ialah diajak berkunjung ke rumah kerabat penulis wanita Kedah, Amelia Hashim. Turut juga teman kami Andhyka ---tengah menyelesaikan program di UUM Kedah Malaysia--- bersama isterinya yang baru saja datang dari Indonesia.
Karena hari masih siang, mumpung sudah sampai di Perlis,
kami manfaatkan untuk menikmati suasana Negeri Perlis. Kami menuju salah satu
destinasi yang ramai dikunjungi pelancong yakni Istana Kota Kayangan. Sebuah peninggalan
masa lalu, terletak diantara lembah pegunungan batu. Konon waktu cuaca
berkabut, istana tersebut seperti berada di atas awan bak di kayangan.
Istana Kota Kayangan dijadikan museum. Dibuka untuk
dikunjungi masyarakat dan pelancong yang datang ke Negeri Perlis. Cahaya
matahari menuju petang sangat terang. Cuaca yang cerah. Sayang maksud hati
untuk melihat Istana Kota Kayangan terhenti sampai di pintu pagar masuk. Kami
datang disaat museum tutup. Rupanya meskipun hari libur, waktu di hari Iedhul Adha,
museum tidak buka. Alhasil… kami hanya berpotret dari luar pagar saja.
Kami meneruskan perjalanan menuju Kuala Perlis. Jalan raya
hampir tidak ada hambatan. Jalan-jalan dalam kondisi yang rancak. Tampaknya
terbilang agak sepi dari kendaraan. Perlis merupakan wilayah negeri yang berada
berdekatan dengan perbatasan Negara Malaysia dengan Thailand. Tidak tahu juga,
apakah kehadiran di Perlis dalam suasana hari lebaran Iedhul Adha maka tidak
terlihat ramai di sana-sini. Sedang pada hari biasa ramai. Aku tidak tahu dan
tak hendak pula bertanya perihal itu.
Akhirnya kami sampai di kawasan Masjid Terapung Kuala Perlis. Air kuala sedang dalam masa pasang turun. Tiang-tiang penyangga bangunan masjid dapat terlihat. Areal parkir kendaraan cukup luas. Tidak banyak kendaraan yang terparkir. Sinar matahari walau sudah beranjak ke petang hari, masih terasa panas. Membuat tubuh berkeringat. Aku berjalan ke bahagian depan, ke pintu masuk areal masjid. Di seberang jalan, di puncak bangunan terpandang olehku tulisan; Penjabat Pelancongan Malaysia Negeri Perlis. Tampaknya tutup. Tidak hari kerja.
Kuala Perlis merupakan suatu ceruk di salah satu sisi
kawasan Selat Melaka. Dari ujung bahagian kawasan areal Masjid Terapung, aku
memandang ke bahagian utara. Nun di bahagian di baliknya sisi pintu masuk
lalulintas ke dermaga ada hutan bakau. Merimba dan hijau, menyejukkan
pandangan. Dalam penglihatan terbentuk garis arah utara itu berujung tanjung.
Di ujung tanjung itu terlihat sebuah pulau membentuk mendekati bulatan. Pulau
itu sungguh menjadi daya tarik bagiku. Membuat aku bertanya-tanya sendiri,
adakah manusia bertempat tinggal di sana, apakah nama pulau itu ???
Bila aku menoleh ke sebelah kanan tempat aku berdiri, di
depan sebuah gazebo, dapat terlihat jelas dermaga yang menjadi pelabuhan kapal
ferry untuk lalu lintas menuju Pulau Langkawi. Saat berada di Kuala Perlis, aku
melihat sebuah kapal ferry memasuki pelabuhan kembali dari Pulau Langkawi.
Kuala Perlis merupakan pintu masuk menuju Pulau Langkawi. Dimana Pulau Langkawi
salah satu kebanggaan Malaysia, merupakan pulau “kawasan ternational.” Konon Kuala Perlis juga merencanakan di Bukit
Putih akan membuka kawasan bebas cukai dari tiga Negara Thailand, Indonesia dan
Singapura. Menjadi salah satu pintu masuk utama ke Malaysia.
Kuala Perlis merupakan sebuah pekan dan daerah pemukiman di
Perlis, Malaysia. Masjid Terapung Kuala Perlis merupakan icon tempat ini. Untuk
mencapai Pulau Langkawi dari sini hanya memakan waktu sekitar 50 menit. Pun
perairan Kuala Perlis dapat dijadikan untuk mencapai pelabuhan Santun, di
Thailand.
Karena daerahnya berada di pinggiran Selat Melaka,
menjadikan Kuala Perlis dikenal dengan makanan lautnya yakni Laksa Kuala
Perlis. Konon makanan laut yang segar dan sedap. Tetapi aku tidak sempat
mencicipi makanan serupa itu. Karena aku sendiri sudah terbiasa dengan makanan
ikan-ikan laut.
Di Kuala Perlis juga terdapat namanya Bukit Kubu. Tempat
tersebut merupakan tempat yang dikenal dengan gua serta pemandangannya yang
indah. Selain itu, kawasan Bukit Kubu pada masa silam merupakan kawasan
peperangan antara kerajaan Kedah tua dan Siam. Memakan banyak korban di kedua
belah pihak.
Masih di Kuala Perlis, kami meninggalkan kawasan masjid terapung dan kawasan dermaga kapal ferry, menyusuri jalan kembali arah selatan. Jalannya menyisir tepi Selat Melaka. Beberapa ratus meter kemudian kami berhenti untuk bersantai menikmati makanan dan minuman. Kami berhenti di salah satu kedai pinggir jalan. Menikmati mie rebus. Di belakang kedai yang tak berdinding itu, terhampar pemandangan areal persawahan. Terhampar tanaman padi sudah menguning.
Aku kemudian berjalan keluar ke bahagian depan kedai.
Menyeberang jalan aspal, terus menaiki batu penahan ombak. Memandang dari utara
dan selatan. Cukup panjang juga terpasang batu-batu yang disusun rapi sebagai
penahan ombak. Pasang sedang dalam kondisi masih turun. Terlihat berubah
menjadi pantai yang panjang. Warnanya hitam seperti hamparan dataran karang
berlumpur.
Sesaat aku mencoba membandingkan dengan Pantai Padang di
Sumatera Barat, Indonesia. Kawasan pantai penuh dengan kedai-kedai, terutama
kedai makan ikan bakar. Ombak terlihat menghempas sepanjang waktu ke dinding
penahan ombak. Jam-jam yang sama, kawasan Pantai Padang sudah ramai dengan lalu
lintas kendaraan yang sekadar melintas dan berhenti untuk bersantai.
Sementara di jam yang sama di Kuala Perlis biasa-biasa saja
sebagai suatu kawasan pantai selat. Bangunan kedai tidak ramai, sambung
menyambung, seiiring juga lalu lintas sepi kendaraan. Dan di sini aku sama sekali
tidak mendengar suara ombak.
Sempatkan aku di sini menulis pantun ini,
Sempatkan aku di sini menulis pantun ini,
sebagai lintasan kenangan untuk kubagi:
KUALA PERLIS
abrar
khairul ikhirma
Kuala Perlis pantainya landai
Pasang surut di hari siang
Menangis hati yang merasai
Orang ditunggu tiada datang
Tampaklah kapal ke Langkawi
Datang berlabuh di dermaga
Bersoraklah akal ingatlah diri
Hari petang bersambut senja
Bersujud di Masjid Terapung
Rindukan ombak datang bersibak
Walau merajut nasib untung
Keteguhan iman usah beranjak.
Kuala
Perlis – Malaysia
12
September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar