“Mak
Itam,” nama legendaries lokomotif berbahan bakar batubara. Lokomotif itu adalah
peninggalan zaman perkeretaapian yang dibuka oleh Belanda di Provinsi Sumatera
Barat. Relnya membentang dari Kota Sawahlunto ke Padang, Payakumbuh ke Padang
dan Sungai Limau-Pariaman ke Padang. Sarana kereta api diawali sebagai alat
transportasi pengangkut hasil eksploitasi batu bara dari Sawahlunto menuju
pelabuhan kapal Teluk Bayur (Emma Haven) di Kota Padang. Selanjutnya sebagai
lalulintas hasil bumi dan manusia.
Selama berada di
Kota Sawahlunto, dengan keterbatasan situasi dan kondisi, aku menggunakan
kesempatan untuk menelusuri jejak masa silam. Terutama mendatangi jejak kerja Amran Nur, setelah tidak lagi menjadi
Walikota Sawahlunto. Amran Nur telah “mendobrak” kebiasaan mentelantarkan
peninggalan lama. Apalagi Kota Sawahlunto menghadapi kondisi, dimana kegiatan
penambangan batu bara dihentikan. Peninggalan masa lalu itu menjadi inspirasi
sebagai seorang kepala daerah, mengubahnya menjadi “permata.” Merenovasi dan
membuka untuk umum sebagai museum dan destinasi kepariwisataan. Salah satunya
objek Museum Kereta Api Sawahlunto.
Kehadiran kereta api
di Ranah Minang ini dirasakan sangat besar peranannya bagi masyarakat. Membuka
keterhubungan dengan banyak daerah. Lalulintas perekonomian pun berkait erat.
Sehingga dapat ditelusuri pada kesastraan lisan orang Minang, ada banyak
pantun-pantun dilahirkan menyelipkan nama Mak Itam dan kereta api, selanjutnya
menjadi dendang di dalam lagu seni tradisi saluang. Bahkan sampai terinspirasi
seperti lirik lagu “Kureta Solok” ciptaan seniman Nuskan Sjarif yang dinyanyikan penyanyi Minang legendaries Elly Kasim. Termasuk cerita pendek
bersetting kereta api zaman “Mak Itam” ini, pernah ditulis sastrawan dan
budayawan besar A.A. Navis dalam
kumpulan cerita pendek, “Robohnya Surau Kami.”
Museum Kereta Api
Sawahlunto merupakan sebuah setasiun yang termasuk ke dalam Divisi Regional 2
Sumatera Barat dan merupakan salah satu setasiun terminus yang ada di Sumatera
Barat. Museum ini terletak di kelurahan Pasar, kecamatan Lembah Segar, Kota
Sawahlunto.
Dengan berjalan kaki
dari penginapan, aku ada dua kali pagi selama berada di Kota Sawahlunto
mengunjungi Museum Kereta Api. Kali pertama hanya mengitari sekitar setasiun.
Bahagian masuk ke dalam lokasi utama, pintu pagar terkunci. Kali kedua, aku
dapat mampir agak masuk ke dalam. Terlihat gerbong dari kayu “merana” berhujan
berpanas di bawah pohon yang tumbuh dekat rel dalam setasiun. Sejumlah pekerja
bangunan sedang bekerja, mengerjakan bahagian belakang bangunan utama, tepatnya
antara bentangan rel dengan tanah perbukitan sebagai batas lokasi.
Kehadiran Setasiun
Kereta Api Sawahlunto ini, pun setasiun-setasiun yang lainnya di Sumatera Barat
tidak terlepas dari hasil kerja seorang insinyur yang bernama DR Jan Willem
Ijzerman. Di depan Museum Kereta Api Sawahlunto dibuatkan patung setengah
badannya dan ditempatkan sebuah panel merupakan catatan mengenai sejarah adanya
kereta api di Sumatera Barat.
DR Jan Willem
Ijzerman adalah seorang insinyur utama Jawatan Kereta Api Belanda dan orang
yang berpengaruh di balik pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda
(Indonesia). Beliau memiliki peran besar dalam pembangunan jalur rel kereta di
Sumatera Barat, dimana pembangunannya dilakukan tahun 1887 dimulai dari Pulau
Aia Padang. Kemudian Jan Willem memimpin Tambang Batu bara Ombilin di periode
awal tahun 1892-1896. Konon selama pembangunannya tidaklah mudah. Harus
menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan besar.
Suasana lengang
sangat terasa pada saat kunjungan. Pun entah kenapa, terkesan museum seperti
setengah hati dilakukan pengelolaannya. Tidak ada kesan berbeda. Entah
bagaimana nasibnya kemudian. Waktu berjalan ke belakang, dari jauh saja aku
melihat lomotif “Mak Itam” berkurung di salah satu bangunan yang terpisah di
salah satu sisi bangunan utama setasiun.
Di semasa jabatan
mendiang Walikota Amran Nur, lokomotif itu berhasil diusahakan untuk
dikembalikan dari Pulau Jawa ke Sumatera Barat. Sebab, setelah era kereta api
dikalahkan oleh moda transportasi darat, lokomotif Mak Itam, dibawa ke Pulau
Jawa.
Aku memang hanya
berada disekitar museum saja tidak masuk ke bahagian dalam. Karena saat
kedatangan museum dalam keadaan tutup. Konon museum kereta api ini memiliki
koleksi berjumlah 106 buah.
Terdiri dari 5 buah gerbong, lokomotif uap 1 buah
(Mak Itam), 2 buah jam, alat-alat sinyal atau komunikasi 34 buah, foto
dokumentasi 34 buah, miniature lokomotif 9 buah, brankas 3 buah, 5 buah
dongkrak rel, label pabrik 3 buah, 3 buah timbangan, lonceng penjaga dan
baterai lokomotif 2 buah.
Atas gagasan Amrun
Nur, setasiun ini berhasil diubah fungsi menjadi museum. Setelah direnovasi dan
dilengkapi, akhirnya museum ini berhasil menjadi sorotan media cetak dan
elektronik dengan positif, berhasil menarik perhatian wisatawan untuk
berkunjung ke Kota Sawahlunto. Museum ini diresmikan oleh Wakil Presiden
Republik Indonesia, Muhammad Yusuf Kalla.
Menjadi museum kereta api yang kedua
setelah yang pertama dibangun di Ambarawa, kabupaten Semarang, Jawa Tengah
dimiliki Indonesia. (*)
abrar khairul ikhirma
sawahlunto 21 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar