Bangsa di nusantara merupakan bangsa agraris. Hidup dengan dunia bercocok
tanam. Mulanya hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, namun perkembangan
zaman, menjadikan pertanian dengan lahan produksi yang dapat juga dinikmati
kebutuhan luar. Kedah merupakan negeri di utara Malaysia, memiliki lahan
pertanian sangat luas. Sampai hari ini, masyarakatnya masih menggarap
lahan-lahan persawahannya. Merupakan daerah lumbung beras bagi Malaysia.
Selama berada
di Negeri Kedah, aku berkesempatan untuk dibawa penulis wanita Malaysia asal
Kedah, Amelia Hashim ke daerah Gunung Keriang. Di sekitar Gunung
Keriang terdapat areal persawahan sejauh mata memandang. Masyarakat masih
bergiat dengan tanaman padi. Pun pertaniannya sudah tidak lagi dengan cara
tradisionil. Sudah memakai alat-alat pertanian moderen dengan memanfaatkan
pengembangan teknologi mesin.
Dalam perjalanan, aku dapat melihat di areal persawahan, ada
yang memasuki masa tanam, ada yang sudah tumbuh subur, bahkan akan memasuki
masa panen. Di beberapa lokasi malahan sudah ada lahan yang siap panen.
Bagi yang terbiasa berutinitas di daerah perkotaan, disesaki pemandangan dengan bangunan-bangunan beton dan kesibukan lalulintas yang ramai, Negeri Kedah semacam kawasan Gunung Keriang ini, sungguh tepat sebagai tujuan berwisata.
Melepas pandangan, menikmati kesegaran udara dan merasa nyaman dengan suasana yang tenang.
Jalan yang kami lalui hampir tidak ramai bahkan terasa sepi.
Cuaca memang tidak mendukung. Kami harus pula melintasi hujan dan cuaca
mendung. Kadang terindukan sinar matahari dapat hadir saat ini. Sayang memang
begitulah kondisi cuaca kedatanganku selama berada di Negeri Kedah.
Hampir-hampir selalu bertemu hujan. Nyaris tak menemu cahaya terang dari sinar
matahari secara sempurna.
Tujuan utama ke Gunung Keriang, sebuah gunung yang terdapat di Negeri Kedah Darul Aman, Malaysia.
Gunung Keriang berketinggian sekitar 217.92 meter. Berada di tengah-tengah areal persawahan di Kedah.
Gunung ini merupakan sebuah bukit batu kapur purba, berasal sejak zaman Permian (sekitar 250 juta tahun) dan Early Triassic conodonts, di barat laut Semenanjung Malaysia.
Tujuan utama ke Gunung Keriang, sebuah gunung yang terdapat di Negeri Kedah Darul Aman, Malaysia.
Gunung Keriang berketinggian sekitar 217.92 meter. Berada di tengah-tengah areal persawahan di Kedah.
Gunung ini merupakan sebuah bukit batu kapur purba, berasal sejak zaman Permian (sekitar 250 juta tahun) dan Early Triassic conodonts, di barat laut Semenanjung Malaysia.
Gunung Keriang disebutkan merupakan paling ke selatan dari
pembentukan batu kapur chuping. Dipercaya akibat air laut susut, sehingga
membentuk sebuah pulau, yang akhirnya menjadi sebuah gunung, seperti masa ini
dikenali sebagai Gunung Keriang.
Dalam catatan hasil penelitian, dijelaskan Gunung Keriang terdapat 10 jenis batu yang berlainan.
Berbagai jenis batu yang menarik ini, menjadikan Gunung Keriang merupakan sebuah warisan geologi unik bagi usaha-usaha penyelidikan dan kajian bagi para peneliti. Gunung yang perlu dilindungi.
Di tengah areal persawahan, tak berapa jarak dari kaki
Gunung Keriang berdiri bangunan berarsitektur seperti tumbuhan cendawan. Bangunan
menghadap ke gunung tersebut. Museum Padi. Sebuah museum pertanian.
Andaikan ayahandaku masih hidup, tentulah akan kuceritakan perihal museum ini. Karena ayahku di masa hidupnya pernah berkeliling ke sejumlah Negara Asean, studi banding tentang pertanian. Pastilah beliau teramat gembira, aku dapat mencapai lokasi pertanian dan mengenal pertanian.
Andaikan ayahandaku masih hidup, tentulah akan kuceritakan perihal museum ini. Karena ayahku di masa hidupnya pernah berkeliling ke sejumlah Negara Asean, studi banding tentang pertanian. Pastilah beliau teramat gembira, aku dapat mencapai lokasi pertanian dan mengenal pertanian.
Di halaman depan Museum Padi, berada di salah satu sisi
tangga terlihat seorang petani sedang membajak sawah. Bajak yang ditarik
memakai seekor kerbau. Walau pun itu hanya berupa patung, namun terasa nyata
bila dilihat sepintas.
Pengunjung harus menaiki anak tangga untuk mencapai pintu masuk museum yang berada di lantai 2 bangunan utama. Museum terasa lapang dengan tata ruang yang melingkar.
Penataan teks, foto dan koleksi tidak sesak tapi cukup memberikan gambaran perihal pertanian sebagaimana umumnya di nusantara. Meskipun museum ini berupa museum pertanian Negeri Kedah.
Pengunjung harus menaiki anak tangga untuk mencapai pintu masuk museum yang berada di lantai 2 bangunan utama. Museum terasa lapang dengan tata ruang yang melingkar.
Penataan teks, foto dan koleksi tidak sesak tapi cukup memberikan gambaran perihal pertanian sebagaimana umumnya di nusantara. Meskipun museum ini berupa museum pertanian Negeri Kedah.
Ketika memasuki lantai dasar museum, dipajang peralatan
pertanian tradisionil, beberapa gambaran kehidupan masyarakat petani, juga
contoh-contoh berbagai jenis beras berasal dari tanaman padi.
Sementara di lantai dua museum, diputar film melalui layar screen film documenter pertanian di Negeri Kedah. Pun pada salah satu bilik, terpajang documentasi bendungan raksasa yang dibangun semasa pemerintahan Perdana Menteri Malaysia, DR Mahathir Mohamad. Bendungan yang berguna mengaliri kebutuhan air untuk areal pertanian di Kedah.
Sementara di lantai dua museum, diputar film melalui layar screen film documenter pertanian di Negeri Kedah. Pun pada salah satu bilik, terpajang documentasi bendungan raksasa yang dibangun semasa pemerintahan Perdana Menteri Malaysia, DR Mahathir Mohamad. Bendungan yang berguna mengaliri kebutuhan air untuk areal pertanian di Kedah.
Daya tarik utama Museum Padi Negeri Kedah ini, terletak di
lantai tiga bangunan museum. Dari lantai 2 pengunjung harus menaiki anak tangga
melingkar, tangga yang dibuat seolah-olah pengunjung memasuki gua batu.
Sehingga rasa enggan dan lelah menaiki anak tangga, menjadi sebuah tantangan
suasana yang teramat berkesan.
Ketika berada di ujung tangga, aku terkesima, saat menemukan
suasana yang lapang terbentang di hadapan. Berada di lantai 3 museum ini,
ternyata seakan-akan sudah berada di puncak Gunung Keriang gunung yang terletak
di depan museum. Dari puncak “Gunung Keriang” terlihat sekeliling bentangan
wilayah pertanian yang maha luas areal pertaniannya.
Diorama di “Puncak Gunung Keriang,” pada lantai 3 museum
ini, mengandalkan kekuatan tiga dimensi lukisan, sehingga seakan benar-benar
nyata. Pandangan mata seakan lepas memandang dari ketinggian alam sekitar.
Termasuk dengan lantai yang berputar, sebagai suatu hasil teknologi, agar
berada di lantai ini membawa pengunjung dalam suasana bertamasya di alam
pedesaan.
Sejak awal kedatangan, hujan menderas. Pun karena tidak
tergesa-gesa, aku dapat menikmati suasana museum ini dengan baik. Suasana yang
nyaman bagi orang semacamku ini. Sambil bersantai di bahagian depan di pintu
masuk, rombongan anak-anak sekolah dalam suasana hujan pun datang. Mereka
berlarian memenuhi tangga naik, sampai antri memasuki museum. Luarbiasa. Museum
sebagai suatu sarana pendidikan agar generasi mengenal potensi pertanian
mereka.
Aku tidak merasa rugi berhabis waktu berkunjung ke museum
ini. Semoga museum ini tetap terjaga dengan baik oleh pihak kerajaan dan selalu
dapat dikunjungi oleh banyak orang.
Ketika hujan sudah reda, kemudian menuruni anak tangga di
depan pintu masuk sekaligus sebagai pintu keluar, terus berjalan ke salah satu
sisi bangunan museum.
Bangunan terpisah dari bangunan museum ini merupakan tempat pengunjung dapat bersantai. Aku pun makan siang dan menikmati secangkir kopi yang hangat dalam suasana dingin alam kaki Gunung Keriang, ketika di 5 September 2016.
Bangunan terpisah dari bangunan museum ini merupakan tempat pengunjung dapat bersantai. Aku pun makan siang dan menikmati secangkir kopi yang hangat dalam suasana dingin alam kaki Gunung Keriang, ketika di 5 September 2016.
Saat kusempurnakan tulisan ini setelah kembali berada di
tanah leluhurku Ranah Minang, tulisan yang mulanya kutulis selama perjalanan
budaya di Malaysia, kubalik brosur Museum Padi Negeri Kedah Darul Aman yang
pernah kukunjungi. Aku terbaca sebuah patun yang dituliskan di bahagian
belakang brosur; “Kalau padi katakan
padi, Tidaklah saya tertampi-tampi, Kalau sudi katakan sudi, Tidaklah saya
ternanti-nanti.” Aku tersenyum membacanya…. (*)
abrar khairul ikhirma
abrarkhairul2014@gmail.com
Malaysia-Indonesia September – Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar