Bulan Desember ini, aku baru
mengetahui seorang pelukis wanita Indonesia telah wafat. Maria Tjui. Kabar ini
terlambat kuketahui saat menemukan tak sengaja sebuah berita portal,
mengabarkan beliau sudah meninggal dunia
pada Rabu 16 November 2016, di rumah pribadinya di Puncak, Jawa Barat.
MARIA TJUI DALAM BERITA TVRI 28 NOVEMBER 2013 |
Nama Mari Tjui sudah lama kuketahui. Namanya termasuk dalam
sederet nama-nama pelukis yang bergiat di pelataran kesenilukisan Indonesia.
Beliau seorang pelukis wanita. Terakhir yang kuketahui bertahun silam hanyalah
beliau menetap di Jawa Timur.
Pada masa awal nama Maria kukenali ialah lewat media
suratkabar. Ketika masa-masa itu aku memulai memberikan perhatian pada dunia
kesenian terutama seni lukis. Karena aku sendiri memilih kegiatan melukis
sebagai jalanku untuk berkarya seni. Wajarlah aku berusaha mengikuti hal-hal
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan seni lukis, para pelukis daerah dan
nasional, Indonesia.
Karena sudah tahu lebih dahulu mengenai dirinya dan
aktifitasnya, berjumpa pertamakali dengan Maria Tjui dapat mudah akrab. Beliau
datang menemui budayawan Roestam Anwar
yang menjadi bapak angkatku di Hotel Minang Padang. Maria Tjui sudah saling
mengenal sejak lama keluarga Roestam Anwar.
Hampir seharian penuh Maria Tjui bercakap-cakap berbagai
hal, diantara tetamu seniman yang datang silih berganti seperti biasanya bersantai
di salah satu bahagian dalam hotel. Bicaranya lincah dan lepas begitu saja.
Bahkan ia juga kritis dalam membicarakan suatu soal. Wajarlah terlihat pada lukisan-lukisan
Maria tampil dengan warna-warna berani.
Kehadiran Maria di Padang tahun awal 1980-an itu semula aku
kira bertujuan untuk melakukan pameran lukisan. Ternyata tidak. Konon untuk
urusan keluarga. Selain “taragak” pulang kampung, beliau juga ingin bertemu
Roestam Anwar yang dikenalnya.
SALAH SATU LUKISAN MARIA TJUI |
Selepas waktu Isya, aku bersama Emil Demitra ---anak Roestam Anwar--- menghantarkan Maria Tjui yang
kami panggil dengan tante ke rumah saudaranya di Jalan Hiligoo, tepatnya di
simpang bangunan lama Gedung Pantja Niaga, Padang. Dalam kesempatan itu kami bercakap-cakap
akrab. Kadang juga tertawa pada apa yang kami percakapkan.
Maria Tjui lahir di Pariaman, Sumatera Barat, pada 14 Mei
1934. Awalnya dia belajar melukis di Seniman Muda, Yogyakarta, pada tahun
1955-1958, di bawah bimbingan S. Sudjonono. Kemudian dia belajar seni patung di
Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, pada 1981-1963.
Lulus dari ASRI, dia terbang ke Bali dan tinggal di Desa
Peliatan, Ubud. Di sana dia mendalami seni dan kehidupan rakyat Bali. Bersama
sejumlah pelukis Peliatan, dia mendirikan Sanggar Purnama.
Pada 1967, Maria melawat ke beberapa Negara di Asia. Selama
tiga tahun di mancanegara, beberapa kali dia menggelar pameran tunggal.
Kemudian dia kembali ke Tanah Air dan melakukan berbagai pameran tunggal dan
bersama.
Karya-karyanya banyak dikoleksi penjabat dan tokoh
masyarakat, salah satunya mantan Presiden B.J. Habibie.
Bersama pelukis wanita Titiek
Sunarti J (Titis Djabaruddin). aku menjumpai Maria Tjui untuk kedua
kalinya. Kami mendatangi beliau di lobi Hotel Wisata—Hotel Indonesia, Jakarta.
Tidak jauh pembicaraan kami. Sekitar dunia seni lukis. Sesekali terlintas juga
pembicaraan mengenai bapak angkatku Roestam Anwar dan kerinduannya akan kampung
halaman kelahirannya.
MARIA TJUI DAN LUKISAN (FOTO: TEMPO.CO) |
Maria tetap dengan gaya bicaranya yang lugas. Walau sudah
terlihat ketuaan, ia tetap semangat dan segar. Aku masih ingat itulah
tahun-tahun pertengahan di tahun 1986, kenangan lain pernah bertemu Maria Tjui.
Pelukis tahun 1960-an. Dimana masa itu, tak mudah bagi seorang perempuan untuk
terjun sebagai perupa dan hidup melajang. Hasrat melukisnya begitu besar. Ia
menyebut juga, “Saya sibuk melukis, hidupku Cuma melukis. Bagi saya melukis itu
sudah melebihi segalanya.”
Tidak salah kemudian, dengan keteguhan pendiriannya itu,
Maria Tjui dikenal nama dan karyanya sebagai pelukis hebat. Gaya melukisnya
berani bermain warna. Ia mengharungi gaya melukis realis, impresionis dan
ekspresionis. Terutama ia mengeksplorasi objek pemandangan. Termasuk menggarap
objek rumah-rumah tua, serta kehidupan rakyat kecil, yang mudah dijumpai
sehari-hari.
Maria Tjui sudah tiada. Cita-citanya ingin mendirikan sebuah
museum di Bali untuk lukisan-lukisannya dan sejumlah koleksinya belum
kesampaian. Selamat jalan…. (*)
abrar khairul ikhirma
Selasa 13 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar