SELASA 22 November 2016, singgah
menemui pelukis sketsa Indonesia Body Dharma di Pelabihan, Kayutanam, Kabupaten
Padang Pariaman, Sumatera Barat. Tepatnya ke rumah sederhana yang terletak di
sudut pagar luar areal Ruang Pendidikan INS Kayutanam, di pinggir jalan raya
Padang-Bukittinggi. Hari menjelang berangkat siang, dalam situasi langit
sedikit terang dan tak lepas dari kemungkinan turunnya hujan.
Kedatanganku hanyalah suatu kebetulan saja. Suatu kebiasaanku
bila melintasi suatu daerah, menyempatkan diri untuk singgah pada suatu objek
atau menemui seseorang. Seperti juga kali ini, melintasi desa Pelabihan,
Kayutanam. Aku diingatkan akan seorang pelukis sketsa dan kompleks sekolah INS
yang didirikan pejuang dan tokoh pendidikan semasa Sumatera Tengah, Engku Muhammad Sjafei.
Body Dharma salah
seorang yang pernah bersekolah di INS Kayutanam. Meskipun sudah tidak lagi
bersekolah, beliau memutuskan tetap berbasis dalam hidup berkesenian di
Kayutanam. Bersama isteri dan anak-anaknya “berumah” bertetangga dengan
sekolahnya masa dahulu. Bod, begitu
dia dipanggil oleh teman-teman dekatnya adalah salah seorang yang konsisten
memilih hidup hanya di kesenian. Menjadi pelukis sketsa. Sebelumnya dalam masa
yang panjang, produktif pada seni keramik. Hingga beliau dikenali lewat
karya-karya keramiknya dengan spesifik berbatu aji.
Hari ini adalah kali kedua dapat menjumpainya dalam tahun
ini. Sebelumnya, ia baru saja kembali dari Jakarta. Dia menceritakan sudah
mulai berproses dalam berkarya sketsa, bila sudah selesai nanti, akan
diterbitkan pada sebentuk buku “Indonesia
dalam Sketsa.” Sampai kini dia masih berusaha mendapatkan sponsor untuk
dapat berkeliling Indonesia. Pada
perjumpaan ini, aku menyempatkan diri memposting lewat fb-ku, semacam membantu
mempublikasikan kegiatannya. Termasuk kemudian membuat video documenter pendek.
Video inipun sudah kuposting ke youtube,
berjudul; “Body Dharma Pelukis Sketsa
Indonesia.”
Aku beruntung kali kedua ini, dapat kembali bertemu dengan
sang pelukis. Sebab esoknya Body Dharma akan berangkat ke Jakarta. Beberapa
waktu terakhir, Anjungan Sumatera Utara
di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, memberikan sepetak kecil ruangan
dijadikan Gallery Body Dharma. Selain memajang sketsa di gallerynya, Body juga
telah mereproduksi sketsanya ke cangkir keramik untuk souvenir bagi tiap
anjungan di TMII.
Body Dharma sejak tidak lagi menekuni dunia keramik,
berkonsentrasi ke dunia sketsa, membuat dirinya sering bepergian ke berbagai
tempat dan daerah. Karenanya, setiap singgah di Kayutanam ke rumahnya, aku
selalu tak dapat memastikan apakah dia berada di rumah atau tidak. Perjumpaan
kami tidak lagi semacam tahun-tahun yang silam. Semasa aku masih hidup
bersanggar di Taman Budaya Padang, Body Dharma secara periodic selalu singgah
ke sanggar kami, Sanggar Pasamayan.
Menurutku, hanya Bodhy Dharma dan Asponri Cobra ---juga sketsais---
bila datang ke pusat kesenian itu, selalu mampir untuk bersholat di sanggar
kami.
Bodhy Dharma mengabarkan bahwa baru saja menyelesaikan
pembuatan, “Pariwisata Sumatera Barat dalam Sketsa.” Sketsa-sketsa hasil
karyanya itu akan diterbitkan menjadi buku oleh Dinas Pariwisata dan Budaya,
Provinsi Sumatera Barat. Buku sketsa sekitar pariwisata bagi Bodhy Dharma bukanlah
buku sketsa pertamanya. Sebelumnya bukunya sudah pernah diterbitkan, antara
lain; Album Minangkabau (2003) Silungkang dalam Sketsa (2004) Sawahlunto dalam Sketsa (2007) dan Getah Susu yang Membawa Berkah (2009).
Pelukis sketsa Indonesia asal Sumatera Barat ini memulai
berguru dengan pelukis dan pematung kontemporer Arby Samah di tahun 1976. Dia pernah bergabung bersama Sanggar
Bambu di Jogyakarta dan di Jakarta. Dia menekuni seni keramik saat memutuskan
kembali pulang ke Kayutanam. Masa-masa produktifitasnya sangat tinggi di dunia
seni keramik, aku sering berjumpa Bodhy Dharma. Selain beliau datang ke Padang
ke pusat kesenian Taman Budaya Padang, aku sendiripun termasuk rajin mendatangi
studionya di Kayutanam.
Body Dharma disela-sela percakapan memperlihatkan
karya-karya barunya. Ia berkisah atas sejumlah kertas-kertas sketnya dalam
ukuran kecil. Lalu digabungkannya. Katanya, ia mencoba suasana lain dengan
kertas sisa itu. Katanya mencoba eksplorasi dalam berkarya.
Karena hari sudah berangkat siang, kami bersama-sama makan
siang di rumah studionya. Kami sejak lama sudah merasa bersaudara (*)
abrar khairul ikhirma
23 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar