Tak ada kesengajaan untuk mendatangi
salah satu Cagar Budaya ini. Suatu kebetulan saja. Apalagi saat kutelusuri
melalui google tak ada sama sekali
informasi mengenai objek ini. Mungkin inilah informasi awal yang dapat
ditemukan melalui aplikasi pencarian melalui internet, Makam Syeikh Ibrahim di Padang Gantiang, Luhak Tanah Data
(Batusangkar).
HARI SUDAH SENJA DI DEPAN MAKAM |
Ada beberapakali datang ke Padang Gantiang, Nagari yang
terletak lebih kurang 18 km dari Kota Batusangkar ini. Nama Padang Gantiang,
salah satu Nagari yang berkait erat dengan “pemerintahan adat” zaman Kerajaan
Pagaruyuang. Karena di Padang Gantiang bermukim Tuan Kadhi salah seorang dari Basa Ampek Balai, penentu pada
hal-hal keagamaan.
Rupanya rumah saudara angkatku, tempatku berkesempatan
menginap di Padang Gantiang, sangat dekat dengan lokasi dua situs Cagar Budaya.
Hal ini baru aku ketahui ketika diingatkan adik angkatku pada petang harinya. Segera
saja bergerak ke lokasi walau gerimis barusaja mulai turun. Tujuan awalnya hanya
melihat Makam Tuan Kadhi. Tetapi adik yang menemaniku, memberitahu bahwa tak
jauh dari lokasi ini ada lagi Makam Syeikh Ibrahim.
Akupun tertarik mendatanginya. Jalan yang ditempuh hanya
jalan kampung. Suasananya aku suka. Banyak tanaman di kiri kanan. Hingga ujung
jalan sampai ke areal persawahan. Tidak ada rumah penduduk. Aku berpapasan
dengan penduduk setempat pulang dari bekerja di sawah mereka. Desir air
mengalir bergema. Karena lokasi merupakan kawasan yang dilintasi sungai Batang
Selo. Arus sungai sangat deras. Pun berbatu-batu.
MAKAM |
Tidak banyak yang mengetahui tentang Syeikh Ibrahim.
Masyarakat lebih banyak mengenal nama Tuan Kadhi. Pun konon kabarnya tempat
yang disebut sebagai Makam Syeikh Ibrahim di Padang Gantiang ini, bukanlah
tempat Sang Syeikh berkubur. Tetapi merupakan kuburan “tongkat” Syeikh Ibrahim.
Walahualam bisawab.
Syeikh Ibrahim sendiri berkubur di Kecamatan Koto VII,
kira-kira 12 km dari ibukota Kabupaten Sijunjung. Sampai sekarang, Makam Syeikh
Ibrahim tersebut sering dikunjungi wisatawan relegi. Sampai kini kabarnya masih
terlihat kegiatan rutin, kunjungan masyarakat berhaul setelah selesai
melaksanakan panen sawah dan kebun mereka.
Menurut catatan yang diperdapat, Syeikh Ibrahim merupakan
tokoh yang pertama kali mengembangkan agama Islam ke Sumpur Kudus. Keberadaan dan peranan Syeikh Ibrahim pada
masa silam merupakan salah seorang yang berpengaruh, bersama-sama dengan Sultan
Alif yang bergelar Rajo Ibadat
PETANI PULANG DARI SAWAH |
Untuk mendekat ke Makam Syeikh Ibrahim di tepi Batang Selo,
harus melalui pematang sawah. Sebelumnya menempuh tanah kebun masyarakat.
Pada waktu kedatangan, di depan mata terhampar tanaman cabai tumbuh subur. Di tiap pohonnya sudah tersembul buah cabai hijau. Muda dan segar.
Sementara sesudah kebun cabai, di baliknya petak-petak sawah. Terlihat petak-petak itu baru saja dikerjakan penanaman padi. Tanda masih dalam pengerjaan, masih ada bahagian petak-petak itu belum selesai ditanami. Karena hari sudah petang, petaninya sudah tidak terlihat lagi di sawah mereka.
Pada waktu kedatangan, di depan mata terhampar tanaman cabai tumbuh subur. Di tiap pohonnya sudah tersembul buah cabai hijau. Muda dan segar.
Sementara sesudah kebun cabai, di baliknya petak-petak sawah. Terlihat petak-petak itu baru saja dikerjakan penanaman padi. Tanda masih dalam pengerjaan, masih ada bahagian petak-petak itu belum selesai ditanami. Karena hari sudah petang, petaninya sudah tidak terlihat lagi di sawah mereka.
Kedatanganku dalam suasana magis. Sudahlah sepi dari orang,
haripun sudah petang, langit mulai menggelap dengan gerimis turun, suara
derasnya air mengalir di Batang Selo, bergidik juga bulu roma dibuatnya. Namun
aku tetap mendekat ke bangunan yang berbentuk kubah. Berbahan tembok, dengan
pintu masuk yang sempit dan lobang angin yang kecil.
DIANTARA LADANG DAN SAWAH |
Tanaman yang ditanam sekelilingnya tumbuh subur. Tampaknya tidak dalam keadaan tumbuh liar. Terlihat makam ini ada yang merawatnya. Hanya sejenak aku berada di lokasi makam yang terletak terpencil di tengah persawahan ini, dan bersegera untuk segera pulang, karena gerimis tidak berhenti, cahaya kian menggelap (*)
abrar khairul ikhirma
padang gantiang, Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar