Terletak di Jalan Puchong. Satu
diantara sarana ibadah terdapat dalam kota Kuala Lumpur, Malaysia.
Pengerusinya, Sasterawan Negara Malaysia
ke 11, Dato’ Dr. Ahmad Khamal Abdullah,
dikenal dengan nama penanya dalam khazanah sastera nusantara sebagai Kemala.
Masjid Abdul Rahman bin Auf ini, 28-30 September 2017,
menjadi tempat dipusatkannya acara, “Seminar Internasional Sastera Melayu
Islam,” (SISMI) yang terselenggara dengan sukses, sebagai suatu peristiwa
sastra Melayu nusantara antar bangsa tahun ini.
Sastrawan, Akademisi, Seniman dan Pemerhati dari Malaysia,
Indonesia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam dan Bangladesh, bersatu padu
mengikuti pembentangan kertas kerja, mengaktualisasikan semangat kesastraan
Melayu yang berlandaskan keislaman.
Di masjid ini telah tercatat sebagai salah satu titik
pengembangan kesastraan Melayu dewasa ini di Malaysia, terutama di Kuala
Lumpur, dimana lewat peristiwa sastra SISMI telah berhasil mempertemukan
sejumlah pemikiran, penelusuran dan kesimpulan terhadap sumbangan situasi
sastra Melayu dalam arus globalisasi.
Acara yang diselenggarakan atas kerjasama Persatuan
Sasterawan Numera Malaysia dengan Masjid Abdul Rahman bin Auf Kuala Lumpur ini,
selain sukses mengadakan seminar sastra, juga telah ikut menjadi tempat
momentum Penobatan Tokoh Numera 2017, peluncuran buku kreatif dan non kreatif
sastra serta pembacaan puisi oleh para penyair nusantara dan pertunjukan nasyid
dan music kreatif.
Masjid Abdul Rahman bin Auf tidak hanya memiliki ruang utama
untuk ibadah, juga memiliki fasilitas lainnya, yaitu ruang pertemuan sekaligus
bisa digunakan untuk seminar, pertunjukan dan pameran. Dewan Al Ghazali, telah
menjadi saksi keberlangsungan peristiwa sastra. Sebelum SISMI, sudah beberapakali
kegiatan kesastraan juga pernah diselenggarakan
di sini.
Aku beruntung dapat mengenal satu diantara masjid yang ada
di kota metropolitan Kuala Lumpur ini. Karenanya, selama mengikuti SISMI dapat
melaksanakan sholat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya di sini. Setiap waktu
sholat, ruangan utama senantiasa terlihat selalu ramai jamaah.
Arsitektur moderen bangunan dan desain tata ruangnya, aku
kira tidak ada hal yang luarbiasa pada Masjid Abdul Rahman bin Auf ini.
Biasa-biasa saja. Hanya saja, hal utama penekanan bangunan di atas areal tanah
dimana merupakan kawasan masjid berdiri terkesan ingin “menawarkan” unsure
keluasan atau kelapangan. Karena itu terkesan “terbuka” untuk digunakan oleh
mereka untuk beribadah.
Suatu hal membahagiakan, aku berkesempatan untuk ikut
bersholat Jum’at di masjid ini. Pada saat hari Jum’at jumlah jamaah bersholat
berlipat ganda. Jamaah memenuhi kiri kanan teras terbuka ruang utama ibadah.
Walau pun dalam keadaan ramai, ibadah tetap dalam suasana yang tentram.
Meskipun masjid berada di salah satu sisi jalan raya Puchong yang ramai
lalulintasnya.
Sarana untuk berwuduk dan toilet bersih. Areal parkir
kendaraan memadai. Diluar depan masjid dibangun sarana public berupa halte bus
dan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki untuk melintasi jalan raya.
Salah satu sisi, berdampingan dengan areal parkir kendaraan,
di balik pagar masjid, terdapat sebuah kedai makanan dan minuman. Dapat
dijadikan untuk bersantai melepas lelah menunggu waktu sholat atau selesai
sholat. Atau sejenak menikmati satu titik dari daerah Puchong.
Menghidupkan masjid dengan berbagai kegiatan selain sarana
ibadah, termasuk seminar dan kegiatan kesastraan merupakan pengembangan
berdampak baik. Patut dipujikan dan menjadi inspiratif bagi masjid di nusantara
hendaknya. Memang kegiatan semacam ini tidak dapat diklaim sebagai suatu yang
baru, karena di banyak tempat ada masjid-masjid telah lama memulainya sebagai
sentra “menghidupkan” nilai-nilai keislaman itu.
Tapi yang pasti, sudah berkali-kali aku membuka google dengan mengetikkan, “Masjid Abdul
Rahman bin Auf Kuala Lumpur,” untuk mencari berupa “referensi” mengenai masjid
yang terletak dalam wilayah Persekutuan Malaysia ini, aku tak menemui satu
tulisan pun mengenai masjid ini. Hanya berupa keterangan “mentah” berupa letak
masjid dan beberapa keterangan sangat pendek di Wikipedia.
Dan semoga yang kutuliskan ini, akan menjadi sebuah tulisan
sumbangan awal bagi pencari “informasi” tentang Masjid Abdul Rahman bin Auf
Kuala Lumpur, yang telah “mencatatkan diri” sebagai tempat dimana peristiwa
sastra antar bangsa pernah diselenggarakan, dalam menelisik sastera Melayu
nusantara (*) copyright: abrar khairul ikhirma - indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar