Sekelompok bunga teratai berayun di
air danau
Ketika hari yang belum jauh berangkat
siang
Diantara kilau kemilau pantulan
matahari pagi
Menusuk tajam dua bola mataku
Sebelumnya dia tak pernah ada kulihat
Seingatku hanya senja terpandang di
air
Pada permukaan kosong sejauh
memandang
Merapatkan tongkol jagung bakar ke
gigi
Membasuhnya dengan seteguk kopi
hangat
Bersalaman dengan malam ketika itu
Ini kunjungan kedua bagiku menemuimu
Dengan jarak tahun sangat jauh
hitungannya
Barangkali riak danau pun sudah
melupa
Juga bangku kayu dulu sudah diganti
Hingga kau tak akan mengenaliku lagi
Daunmu lingkar hijau membentuk hiasan
Tak hendak kuhitung berapa helai
lingkaran itu
Tersebab aku pun mafhum bagaikan
cermin
Bagi kenangan yang pernah hilang di
angin
Berayun-ayun di alunan air kepedihan
Teratai itu hanya satu kuntum kecil
Warnanya merah jambu
Di antara lingkar daun hijau
Mengapung permukaan tepian hatiku
Danau Dendam tak Sudah
Kurasa bangku-bangku kayu di bawah
atap
Sejajar tepian hamparan danau
Tiada lagi pasangan kekasih menatap
riak
Hawa asmara dan kata mesrapun
Seakan enggan berdatangan ke sini
Kukira sudah lama bukan tujuan lagi
Memadu kisah tongkol jagung bakar
Satu butir kelapa muda seribu janji
Getar sunyi seperti berkirim kabar
Bahwa danau ini tidak tujuan lagi
Jagung muda hanya akan layu
Butir kelapa muda hanya akan busuk
Bangku dan meja berdebu melapuk
Hanya kau saja yang datang dari jauh
Ke tempat ini menatap musim berlalu
Sebelum aku melangkah pergi
Sebelum siang benar-benar datang
Kupotret bunga teratai hanya sekuntum
Dua bola mataku didatangi berjuta
semut
Dapatkah kau mengusir ngilu berpaut
Dari ingatan riak danau ?
Danau Dendam tak Sudah
Pagi hari di Bengkulu
3 Agustus 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar