Dalam hari-hariku berziarah dan
beribadah di kota suci Madinah, Arab Saudi, pekan-pekan terakhir di bulan
Februari 2017, aku bertemu “keheningan” yang tidaklah hening.
Dan kulihat
Hawa itu, di seberang jalan, baru saja kembali dari Masjid Nabawi. Mereka
menyempatkan diri berdialog, tentu saja aku tak tahu apa yang menjadi
pembicaraannya, tak kudengar sama sekali, kecuali hanya gerak tubuhnya, karena
aku jauh berada di seberang jalannya, jalan dua jalur yang nyaris sepi lalu
lalang kendaraan, hampir setiap waktu.
Diantara
gantungan tas-tas di depan kedai, di salah satu lobang pedestrian depan
penginapan, aku memandang, nuansa yang mewarnai suatu hari itu, membentuk suatu
komposisi yang menarik untuk sebuah karya fotografie. Segera aku tarik camera,
menggerakkan zoom pocket 20.1 mp. Klik! Ternyata Hawa pun diantaranya sedang
berselfie, mengabadikan hari itu yang kulihat dan kurasakan.
Kakak sulung
kami Irvan
Khairul Ananda, dengan perlahan mendorong kursi roda, dimana ibunda
kami H.
Noerni Chairani, karena usianya, harus menggunakan alat bantu untuk
dapat bersama kami berjalan sepagi ini.
Kami
berkeliling mencari sebuah taxi, untuk menghantarkan kami dari kawasan Masjid
Nabawi menuju Masjid Quba. Kami ingin sarapan dan bersholat di Masjid Quba,
mengulang kunjungan hari kemarinnya. Waktu di Tanah Suci ingin digunakan untuk sebaik-baiknya
beribadah. Masjid Quba, adalah masjid pertama yang didirikan langsung
Rasulullah.
Lihatlah,
saat berjalan kaki sepagi ini, nun di sana di seberang, pada pelataran diantara
bangunan-bangunan tinggi, burung-burung merpati bercengkrama. Menikmati makanan
yang diberikan mereka yang datang ke Madinah.
Ada yang
menatap dalam kesendirian, di tikungan jalan yang dilalui. Ada di seberang sana
silih berganti, merekam ke dalam foto maupun video. Kenang-kenangan tak
terlupakan, betapa burung merpati memiliki kehidupannya.
Sebuah
pemandangan tak jauh dari Masjid Nabawi.
Meskipun tak
berdaya menopang tubuh sang kaki, bukan halangan untuk dapat mencapai Tanah
Suci. Di pagi berikutnya, aku terpandang dia bersama kursi rodanya. Di depan
sebuah pintu hotel, sudah mendekati tepi jalan. Seperti sedang menunggu.
Menunggu untuk berjalan keluar, menelusuri lorong-lorong kawasan Masjid Nabawi.
Aku lagi
menikmati pagi yang lain Kota Madinah. Diluar hotel tempat menginap. Sejenak
terpandang ke seberang jalan. Ada 2 orang Hawa sedang melintasi trotoar, jalan
pejalan kaki. Antara pagar yang membatas, sebuah tiang lampu penerang dan
sebuah rambu-rambu lalulintas. Komposisi yang menggerakkan mata hatiku untuk
mengabadikannya.
Ada yang
ingin berlalu, melangkahkan kaki menuju tujuannya, bisa jadi baru dari Masjid
Nabawi, hendak kembali ke penginapan. Kiranya berjalan kaki adalah suasana
keakraban menggerakkan tubuh, termasuk jiwa yang relegi.
Sedang di
sisi yang lain, dalam perjalanan tetap saja ada banyak hal dapat ditimbulkan
atau malahan ditiadakan. Mungkin tidak berupa perdebatan. Hanya berupa
percakapan-percakapan sesama, hari-hari yang mendekatkan diri pada kebersamaan,
saling pengertian dan rasa persaudaraan.
Ada waktunya
sejenak, aku duduk di lobi hotel, sebelum dan sesudah dari Masjid Nabawi.
Kadang memang hanya ingin bersantai, kadang juga untuk waktu menunggu. Ada
banyak hal menjadi pemandanganku. Mereka yang keluar masuk di pintu di hadapan.
Pintu itu menjadi kisah-kisah bagiku…
Pintu itu
adalah sebuah frame statis, sedang tiap orang yang keluar masuk setiap waktu
selalu dinamis. Tiada salah aku ingin mengabadikannya gerak-gerak yang berlangsung,
terpandang di hadapan kala sejenak duduk di lobi hotel. Apakah bagimu arti
pintu dan makna Hawa yang melintasi seketika itu ???
[abrar
khairul ikhirma]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar