Pada awal abad ke-17, daerah Bengkulu
berada di bawah pengaruh kerajaan Banten dan penguasa dari Minangkabau.
KOTA BENGKULU DI MASA LALU |
Inggris menduduki Bengkulu selama
140 tahun. Di samping Fort Marlborough, Company juga membangun Fort York
di Bengkulu dan Fort Anne di Mukomuko..
Tahun 1719 Inggris dipaksa
meninggalkan Bengkulu. Inggris kemudian kembali. Namun tahun 1760 Fort
Marlborough menyerah.
Di bawah perjanjian
Inggris-Belanda yang ditandatangani tahun 1824, Inggris menyerahkan Bengkulu ke
Belanda, dan Belanda menyerahkan Melaka ke Inggris. Namun, Belanda baru
sungguh-sungguh mendirikan administrasi kolonialnya di Bengkulu tahun 1868.
Belanda mendirikan VOC atau Verenigde Oost Indië Compagnie
atau "maskapai serikat untuk Hindia Timur". Inggris mendirikan East India Company atau "maskapai
untuk Hindia Timur"
Setelah keluarnya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1967 Pemerintah Republik Indonesia tentang pembentukan Provinsi
Bengkulu, Kotamadya Bengkulu sekaligus menjadi ibukota bagi provinsi tersebut.
Namun UU tersebut baru mulai berlaku sejak tanggal 1 Juni 1968 setelah
keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968.
K E T A H U N
Aku tak pernah merasa bosan
menelusuri jalur lintas Pantai Barat. Jalan yang menghubungkan Kota Padang
(Provinsi Sumatera Barat) dengan Kota Bengkulu (Provinsi Bengkulu). Dari utara
ke selatan.
Pemandangan laut, lekak liku
kontur Pulau Sumatera, berpantai dan berteluk. Termasuk jalur jalannya sungguh
menyenangkanku. Bukan tersebab aku penyuka avonturier tapi aku menyukai
melakukan kunjungan ke berbagai tempat.
Ketahun dan Lais, dua daerah
dalam wilayah Bengkulu Utara merupakan tempat favouriteku sepanjang pantainya.
Meskipun setiap menatapnya, hatiku kecut. Samudera Hindia demikian luas dan
ganas ke daerah ini.
Tak berbilang meter lagi, daratan
dihancurkannya. Abrasi gelombang laut tak henti mendera daratan. Pada waktu
sebelumnya aku memotretnya dan di kali berikutnya, semua sudah hilang lenyap.
Yang tersisa hanya kenangan kala menatap gulungan gelombang dan serpihan ombak
menghantam daratan (*) copyright: abrar khairul ikhirma
PONDOK BESI
Menatap tertegak di pantai di
kaki perbukitan kecil Tapak Paderi, Kota Bengkulu. Memandang ke arah setentang
kawasan dermaga pelabuhan ikan Pondok Besi.
Betapa keras perjuangan nelayan
setempat kala pergi dan pulang. Gelombang selalu tak pernah beramah hati. Bila
pasang pun menyusut pantai menjauh ke tengah. Biduk dan kapal tak dapat merapat
mendekati pantai.
Aku melihat hantaman itu membuat
tak berdaya. Cadik biduk berderak dan patah. Ikanpun hasil tangkap tak sesuai
dengan perjuangan yang dilakukan dan dihadapi taruhannya.
Hidup memang ada tantangan. Ada
pula rasa tolong menolong dan persaudaraan. Tak bisa sendiri menghadapi
perjuangan hidup (*) copyright: abrar khairul ikhirma
TIGA GADIS – TIGA MERIAM – TIGA
RUMPUN BUNGA
Tiga gadis pengunjung benteng
sisa penjajahan Inggris di Bengkulu, Fort Marlborough, melintasi ruang terbuka
berumput dalam benteng ketika pagi menjelang siang.
Ketiganya masuk ke dalam frame
pandanganku untuk mendapatkan suatu komposisi yang artistic. Tak sekadar
bertemu keindahan. Aku memerlukan suatu cerita yang tidak hanya sebuah gambar.
Karenanya kulihat tiga moncong meriam tua itu tepat mengarah pada tiga gadis
yang melangkah dan sebuah pemberi keindahan tak jauh dari objek tiga rumpun
bunga.
Begitulah aku menatap ke bawah. ketika
aku tengah berada di bagian salahsatu puncak sisi benteng tua, dibangun sebelum
Indonesia merdeka. Di Kota Bengkulu, aku seperti merindu (*) copyright: abrar khairul ikhirma
BOOM BARU PAGI-PAGI
Memasuki awal tahun 2013 silam,
aku bertemu dengan genangan air laut yang dikurung membentuk danau kecil.
Dulunya merupakan laut, menurut cerita orang-orangtua. Tapi ketika berdiri di
atas benteng Fort Marlborough di tahun 1992 aku masih melihat kawasan arah laut
di kaki benteng, ketika pasang laut susut, terbentang hamparan karang.
Mendekati kaki benteng.
Kini laut sudah lama susut,
daratan sudah terbentuk dan ditimbun. Kaki benteng sudah berjarak jauh dengan
laut. Tiada lagi ombak mendekati benteng seperti dulu dikenal kawasan ini
sebagai pelabuhan Boom. Kawasan laut dengan membuat kungkungan batu-batu yang
didatangkan. Pelabuhan namanya.
Ada sebuah bangunan bulat, ada
jalan dua jalur, ada bangunan café juga deretan tenda pedagang kaki lima
membatasi pandangan sebelum mencapai danau kecil, membendung air laut.
Tapi ini hanya di tahun yang
lalu.
Pada pagi-pagi di tahun 2017 ini,
aku hampir tak menemukan seperti ini lagi. Maka itu artinya ia menjadikan
sebuah kenangan dalam ingatanku (*) copyright: abrar khairul ikhirma
BOOM BARU WAKTU SIANG
Aku berjalan di tanggul beton
penahan ombak setentang dari Benteng Marlborough memanjang setentang bukit
kecil Tapak Paderi, Kota Bengkulu. Saat siang mulai menancapkan pisau cahayanya
terang dengan udara terik. Membuat keringat dari tubuh dan kulitpun menjadi
legam.
Air laut yang dibendung ke dalam
suatu danau kecil itu tidak bertahan lagi, seiring pasang susut. Kalau pun
pasang naik, kedalamannya tidaklah begitu dalam. Sepertinya impian untuk
menjadikannya sebagai tempat bersantai berkayuh perahu, hilang pupus.
Yang kusaksikan terbentuknya
bentangan pasir, lalu tanaman tapak kuda merambati di pinggir beton berusaha
menutupi permukaan pasir di dalam “danau kecil” kawasan Boom Baru ini.
Dari arah laut sesiang ini, aku
menatap arah daratan yang berjarak sepemandangan mata, nun Benteng Marlborough
terlihat disela tanaman, juga bukit Tapak Paderi yang dikepung bangunan (*) copyright: abrar khairul ikhirma
PANTAI LAIS
5 tahun lalu, aku berhenti pada
salahsatu titik. Beristirahat dalam perjalanan menyusuri jalur Lintas Barat
pesisir pantai.
Mendekati pantai. Berdiri di atas
daratan yang bertebing. Laut berada di bawahnya. Aku melihat sudah dibuat batu
dalam ikatan kawat. Bukan batu-batu kecil yang didatangkan, agar ombak tak lagi
merampas daratan.
Gelombang sambung menyambung
mengakali agar tebing menjadi runtuh. Kiranya abrasi itu memang tak dapat
dihentikan. Titik yang 5 tahun silam aku pandang, kini tempat yang sama itu
sudah menjadi laut. Terjangan Samudera Hindia yang terus menerus membuat
pertahanan daratan runtuh.
Pantai Lais, Bengkulu Utara tak
jauh berbeda dengan nasib sepanjang Ketahun. Abrasi terus saja menggila.
Kukira ilmu juga demikian.
Semakin kita pelajari dan pahami, kita akan tahu bagaimana semestinya hidup
dimaknai (*) copyright: abrar khairul ikhirma
PULAU BAI
Kawasan pelabuhan Pulau Bai, Kota
Bengkulu adalah pelabuhan alam yang aman dan indah. Terjangan Samudera Hindia
kala musim cuaca tak bersahabat, merupakan tempat bersembunyi kapal-kapal
adalah Pulau Bai. Indah, karena sekelilingnya ada view di kejauhan, hutan bakau
mangrove yang kini masih dapat ditemukan. Entah ditahun-tahun mendatang.
Hutan bakau adalah salah satu
lokasi aman bagi satwa atau pun ikan-ikan. Terletak di salah satu sisi Pulau
Sumatera membentuk teluk yang luas. Dapat dimasuki kapal bertonase. Meskipun
selalu dibayangi ancaman sendimentasi (*) copyright: abrar khairul ikhirma