Berselancar di google, bertemu website Godreads.com,
dimana diantaranya terdapat publikasi buku karya Amelia Hashim. Ada 3 buku yang
mendapat rating 5 bintang. Yakni kumpulan cerpen Puteri Zakiah, kumpulan drama kanak-kanak Mimpi Laila dan Kudengar
Suaramu diantara karya buku Amelia yang telah diterbitkan.
MUSEUM KOTA KUALA KEDAH |
AMELIA Hashim,
salah seorang pengarang wanita Malaysia, terbilang produktif menghasilkan karya
tulis dan mempublikasikannya. Tercatat 17 buku karyanya yang sudah diterbitkan.
Diantaranya diterbitkan ITBM
(Institute Terjemahan Buku Malaysia) dan DBP
(Dewan Bahasa Pustaka). Dua institusi penerbit barometer dunia perbukuan dan “pencapaian” kesastraan di Malaysia
bagi penggiat sastra dan pembinaan bangsa oleh kerajaan.
Aku belum pernah membaca karya Amelia atau pun
tulisan-tulisannya. Berpedoman hanya pada penemuan website di google itu atau
pun sebelumnya, diketahui pada kegiatan “Ekspresi
Seni Srikandi Numera 2015” di IPG ---Institute Pendidikan Guru--- di Pulau
Pinang, dijadikan topic kertas kerja Lily Siti Multatuliana, “Kumpulan Cerpen Puteri Zakiyah: Suatu
Perbincangan.” Termasuk dapat kabar,
DR Meliani Budianta tertarik akan “membedah” buku yang sama, disampaikan saat
Amelia menghadiri Seminar Sastra International Indonesia – Malaysia di
Universitas Gajah Mada, Joyakarta – Indonesia. Sepertinya, kumpulan cerpen
Puteri Zakiyah, merupakan “trending topic” dalam menelusuri dunia kepenulisan
kreatifnya Amelia Hashim.
Ketika aku sudah berada di Melaka, menghadiri “Malam Puisi Sungai Melaka 2016,” pada
pertengahan bulan September. aku menemukan buku kumpulan cerpen Puteri Zakiyah.
Diterbitkan ITBM-PENA Kuala Lumpur tahun 2013. Dalam kesempatan itu, aku
sengaja membaca cerpen Puteri Zakiyah yang dijadikan sebagai judul buku,
menghimpun 12 cerpen. Hanya satu cerpen itu saja kusempatkan untuk membaca.
Cerpen Puteri Zakiyah, ditulis Amelia memang cerpen sastra. Hal
sederhana saja dalam hidup tapi seringkali luput dari perhatian. Memiliki
kekuatan tema, penuturan runut, style dan karakter kuat. Sastra yang bernilai
“sastra” ini tentu patut menjadikan karya Amelia ini dianggap menempati posisi
“lebih” di dalam kesastraaan di Malaysia dewasa ini. Tapi aku tidak mengetahui,
apakah demikian adanya, atau bagaimanakah persisnya “nasib” karya-karya serupa
ini “diperlakukan” dalam masyarakat. Karena kuakui saja, aku belum pernah
menelusuri “kesastraan” yang berlangsung di Negeri Jiran ini.
TIGA BUKU KARYA AMELIA HASHIM |
Sebagai salah seorang pernah membaca ---walau pun baru satu
cerpen saja,--- dari karya Amelia, ada memang terniat saat selesai membaca
cerpen Puteri Zakiyah, bila ada kesempatan lain waktu, ingin melanjutkan
membaca 11 cerpen lainnya terdapat dalam satu buku ini. Kemudian membuat
tulisan suatu pandangan memahami karya sang pengarang, untuk dapat dibaca oleh
orang lain sebagai suatu apresiasi sastra. Insyaallah…
Setelah membaca dan mengetahui lebih awal “bentuk” ditempuh
Amelia berkarya sastra, barulah aku merasa beruntung, karena sebelumnya pernah
diminta untuk merancangkan desain cover buku Puteri Zakiyah, yang diterbitkan
tahun 2016 ini, dalam edisi bahasa Inggeris berjudul “Princess Zakiyah.” Beruntung, karena hasil kerjaku dapat
berdampingan dengan karya sastra salah seorang penulis Malaysia yang tak asal
sastra.
Pertamakali perjumpaanku dengan Amelia dalam momen “Temu Penyair Asean 2016” di Kuala
Lumpur, dimana kami sama-sama menghadiri acara sastra yang sama. Sebelumnya
kami hanya saling kenal di pertemanan fb. Sejak diterima ke dalam
list-pertemanan akun fb-ku, tidak banyak membantu pengamatanku atas aktifitas
kesastraannya. Namun dari sejumlah postingan Amelia, aku mengetahui, beliau
cukup aktif mengikuti forum-forum kesastraan di tanah airnya.
Dalam pengakuannya, hanyalah dunia tulis puisi yang belum
sepenuhnya dia kuasai. Ia lebih banyak tertarik bergiat menulis scenario untuk
drama radio dan tenggelam pada penulisan novel. Berkarya menulis scenario
drama, menurutku, apalagi untuk kebutuhan penyiaran radio yang hanya
mengandalkan media suara vocal manusia dan music, tidaklah sederhana.
Dibutuhkan imajinasi dan penulisan ekstra untuk membuat kekuatan agar pendengar
tertarik mengikuti dari awal sampai akhir. Memang eksekusi tergantung pada
“pemain” namun kekuatan naskah adalah penting dalam menggiring mereka memainkan
setiap kisah yang diperdengarkan.
PETANG HARI ASYIK DENGAN GADGET |
Begitu juga pada penulisan novel. Seorang penulis harus kaya
dengan pengembangan suatu ide, karakter dan pemilihan setting. Tanpa itu, novel
yang memiliki rentang panjang penceritaan, mungkin sukar untuk dapat
diselesaikan seorang penulis. Penulis novel setahuku, menurut istilahku harus
memiliki kekuatan “nafas panjang.” Kekuatan tak henti-hentinya dalam membangun
cerita menarik. Karenanya, ada banyak orang lebih memilih untuk menulis cerita
pendek saja. Karena tak perlu berhabis enersi dan waktu.
Dapat kita lihat, pada karya-karya puisi penyair bertebaran
di kesastraan, misalnya. Ada banyak penyair “kedodoran” karyanya, tatkala
menulis puisi panjang, puisi balada, naratif atau apapun istilahnya. Meskipun
puisinya terbilang banyak berhasil di jumlah bait yang pendek tapi mereka gagal
pada puisi yang panjang. Begitu juga pada penulisan fiksi. Aku kira itu tidak
sekadar menyangkut teknis tapi kemampuan mengolah ide, gagasan, rasa, ketika
inspirasi berdatangan dituliskan dan dikembangkan.
Ada memang seseorang dapat berhasil pada tiga bentuk media
penulisan. Mampu menulis puisi, berhasil menulis cerita pendek dan sanggup
menulis novel bahkan, berjaya pada penulisan artikel-artikel. Tentu saja orang
serupa itu sudah memiliki “nafas panjang,” di atas pengalaman, pengetahuan dan
wawasan yang matang.
Biasanya, karya-karya sastra selalu dilandasi oleh
latarbelakang kehidupan penulisnya. Pemilihan dan pandangannya, sadar atau
tidak akan terkesan di balik alur penceritaan, di balik tema yang dikemukakan.
Bagiku selalu saja menarik hal-hal yang dapat menjadi sumber inspiratif bagi
seorang penulis, seniman atau pun pada bidang-bidang lain. Demikian juga, pada
perbincangan singkat di beberapa kesempatan dengan Amelia, ia menyebut tentang Gunung Jerai. Gunung yang berada di
Kedah.
MUSEUM PADI, GUNUNG KERIANG, KEDAH |
Alhamdulillah, atas kebaikannya penulis wanita Malaysia ini,
aku berkesempatan dihantarkannya untuk berkunjung ke kawasan Gunung Jerai.
Kemudian akupun lebih jauh mengetahui keberadaan gunung ini, memiliki berkaitan
erat dengan momentum satu babak perjalanan pengembangan agama Islam di Negeri
Kedah di masa dahulu. Selain itu, Gunung Jerai bagi masyarakat sekitar, dikenal
gunung dengan banyak kisah-kisah magis. Konon gunung ini sampai sekarang,
selain sudah ramai dikunjungi para pelancong dari berbagai negeri, juga
didatangi oleh mereka yang menyukai dunia mistis.
Tidak mustahil, Amelia mengatakan, “Bila aku jauh, aku
merindukan Gunung Jerai.” Amelia dilahirkan di Guar, Cempedak, Gurun, Kedah.
Daerah yang terletak di kawasan sekitar Gunung Jerai. Bertahun-tahun dia
senantiasa terpandang gunung tersebut. Hidup dalam segala dinamika alam dan masyarakatnya.
Jauh sebelum terjadinya perubahan-perubahan seperti saat ini. Sehingga
kedekatannya dengan suasana kehidupan “kampong” lebih menarik hatinya,
ketimbang “perpacuan” kehidupan di perkotaan. Karenanya ia lebih memilih untuk
menjalani hidupnya di Negeri Kedah. Tidak ikut turut sebagai urban ke Kuala
Lumpur. Walau pun seringkali Amelia harus bolak-balik Kedah-Kuala Lumpur
mengikuti kegiatan kesastraan.
Sewajarnyalah…, seperti kesan yang ditemukan setelah membaca
cerpen Puteri Zakiyah, Amelia mengungkap kehidupan social masyarakat ke dalam
karya sastra. Karena memang dia “melihat” ada bagian-bagian “persoalan”
manusia, social dan kehidupan masyarakat perlu dilihat dengan jernih.
Pengungkapan ke dalam karya sastra terasa lancar baginya, tentu berkat
pengalaman selama Amelia pernah bekerja sebagai wartawati di Warta Darul Aman,
Kedah. Tokoh cerpen Zakiyah berkisah “nasib” dan pilihan “hidup,” seorang
“bintang” pada pertunjukan seni Melayu “bangsawan,” setelah kelompok
pertunjukan itu tamat riwayatnya, seiring wafatnya pemimpin kelompok. Disertai
dengan pergantian zaman.
Sebelum membaca cerpen Puteri Zakiyah, sebenarnya saat
perjumpaan pertama di KL. Amelia menghadiahkan sebuah buku kumpulan drama,
“Opera Nyonya Cantik,” terbitan ITBM-Pena (2014) yang ditulisnya. Diantara masa
berada di Kedah, barulah aku sempat membuka buku itu. Halaman yang terbuka
pertamakali itu rupanya bahagian halaman 103, lembaran terakhir buku. Karena
aku mengalami masalah dalam membaca teks, juga waktu terbatas, membuka buku
hanyalah sekadar melihat-lihat sekilas saja. Tidak untuk menekuni membaca.
Di halaman 103 yang terbuka di hadapanku, kusempatkan
membaca bahagian akhir teks, merupakan dialog tokoh Datuk Bendahara: “Ada banyak cara untuk melindungi tuan
hamba…, tetapi, bukan itu caranya.Adat hidup kami tidak ada gundik.Lupakan niat
tuan hamba hendak menjadi isteri beta. Buat masa sekarang, tuan hamba binalah
hidup baru bersama orang yang tuan hamba pilih. Yang sebangsa dengan tuan
hamba. Perbezaan budaya kita sangat jauh. Mungkin dalam masa 50 atau 100 tahun
lagi keturunan kita akan bersatu. Bersatu dalam segala kehidupan atas rasa
kesedaran demi menjaga keamanan Negara ini.” (Amelia Hashim, Opera Nyonya
Cantik, ITBM-Pena).
KARYA AMELIA HASHIM YANG SUDAH DITERBITKAN |
Dari satu dialog itu saja ditulis Amelia, dalam pemahamanku
sebagai pembaca, merupakan satu kesatuan yang “menyentak” pemikiran
sastra-berbicara. Kenapa tidak. Dari tiap kalimat yang terhubung mengemukakan
persoalan yang bisa lebih dirinci lagi bermaksud; 1.Hal gundik. 2.Keteguhan
menegakkan adat. 3.Memotivasi untuk kebajikan. 4.Menegaskan perbedaan budaya. 5.Prediksi
keturunan. 6.Keamanan Negara. Semuanya dirangkai perihal itu hanya ke dalam
satu dialog saja. Luarbiasa. Tak ada soal yang tak tersampaikan sebagai
“pandangan” dan “pemikiran” si penulisnya pada kata dan kalimat, sehingga kata
dan kalimat tak ada yang tak berguna.
Memang aku belum membaca sepenuhnya atas naskah drama itu, juga
belum dapat menemukan keterhubungan dengan naskah-naskahnya yang lain. Sepintas
hanya berpijak sekadar dengan tinjauan sebagai “pelancong pembaca” sastra, ---bukan seorang ahli sastra atau kritikus
sastra,--- dengan membaca pada bahagian akhir buku dan naskah drama pentas
ditulis Amelia, aku kira andaikan naskah ini dimainkan (dilakonkan) oleh actor terbaik,
penyutradaraan baik pula, tentu pesan-pesan “tersampaikan” kepada penonton
menghadap panggung permainan. Membuka ruang pemikiran dan wawasan kehidupan,
tidak sekadar tontonan dan hiburan.
Diantara kunjungan ke beberapa destinasi museum selama
berada di Kedah, tidak banyak kesempatanku memperbincangkan lebih luas tentang
pandangannya pada kesastraan di Malaysia dewasa ini. Terutama ingin lebih tahu
perjalanan proses kepenulisannya, dalam melahirkan naskah drama, cerita pendek
maupun novel-novel selama ini. Yang jelas, beliau sempat menceritakan sampai
bertahun untuk menunggu naskah bukunya dapat diterbitkan oleh penerbit, setelah
naskah diserahkannya untuk dipertimbangkan. Bahkan ada sejumlah naskahnya
sampai saat ini masih “terbenam” di tangan penerbit. Entah hendak diterbitkan
atau tidak.
AUDITORIUM DBP KUALA LUMPUR TEMU PENYAIR ASEAN 2016 |
Sekiranya teratasi “kesukaran” ku dalam hal membaca, juga
punya waktu yang tepat, aku akan membaca semua cerpen dalam buku “Puteri
Zakiyah,” dan semua naskah drama pentas dalam buku “Opera Nyonya Cantik” yang
ditulis Amelia Hashim. Tentu saja aku akan mendapatkan “pandangan” lebih luas
lagi “menelusuri” proses kreatifnya, untuk sebuah pembicaraan apresiasi sastra,
misalnya.
Kesempatan Perjalanan Budaya ke Negeri Kedah, selain dapat
aku bagi dalam bentuk tulisan apresiasi, juga merupakan pengalaman berharga tak
ternilai. Aku juga dapat menyelesaikan karya video pendek documenter budaya,
salahsatunya berjudul, “Amelia Hashim:
Penulis Wanita Malaysia dari Kedah.” Sebagai sumbangan untuk dunia sastra
Malaysia, Masyarakat Melayu dan Masyarakat Dunia. Insyaallah nanti dapat
dipublish di youtube.
Yang jelas Malaysia beruntung memiliki penulis seperti
seorang Amelia Hashim dari Kedah, dapat membukakan jalan kesastraan berkarya
untuk karya sastra bernilai sastra. (*)
abrar Khairul Ikhirma
Sintok-Melaka-Pekanbaru
Sept/Okt/Nov. 2016
salam. saya ingin bertanya, bagaimanakah saya boleh menghubungi Puan Amelia Hashim. Bolehkah saya dapatkan email beliau ?
BalasHapus