DIUNDANG sebagai Peninjau, “Pertemuan Penulis Muda Sumatera Utara 1985” di Taman
Budaya Sumatera Utara di Kota Medan. Kehadiranku dari Padang, Sumatera Barat,
tidak sendiri tapi berdua bersama actor teater dan pembaca puisi Asbon Budinan Haza.
Kami datang terlalu pagi di hari pertama acara akan
dilangsungkan. Pintu gerbang Taman Budaya masih terkunci. Kesibukan lalulintas
Jalan Jati yang berganti nama dengan Jalan Perintis Kemerdekaan, sudah sibuk.
Maklumlah Kota Medan dikenal Kota Besar diluar Pulau Jawa.
Cukup lama kami menunggu akhirnya pintu pagar dibuka. Baru
memasuki kompleks Taman Budaya terasa suasana keseniannya. Beberapa spanduk
kegiatan terpampang. Setelah berkeliling dari bangunan berukuran sedang yang
ada, kami menikmati sarapan dan minum pagi, di emperan salah satu sisi bangunan
gedung pertunjukan, dimana acara akan dilangsungkan.
Taman Budaya Sumatera Utara, lebih sering disebut kalangan
kesenian Taman Budaya Medan ini, berdiri di atas lahan terbatas.
Tapi jauh
lebih beruntung orang kesenian di Medan, dibandingkan pada saat itu dengan
Padang. Karena Seniman Medan juga memiliki tempat berkesenian lain yakni Tapian
Daya.
Sementara Padang hanya memiliki satu tempat saja meskipun Dirjen
Kebudayaan mempersilahkan Taman Budaya dibawah pengelolaannya, dibangun tidak
pada lokasi yang sudah ada Pusat Kesenian Padang, yang sudah dikelola seniman
di bawah Pemerintah Kota Padang.
Acara Temu Penulis Muda Sumatera Utara, berlangsung dua
hari. 28 – 29 Oktober 1985. Cukup ramai juga pesertanya. Kesemuanya pun sangat
antusias dengan kegiatan yang diselenggarakan. Topik hangat seputar dunia
kepenulisan. Terutama dilema kepenulisan yang actual dihadapi penulis-penulis
dalam mempublikasikan karya dan tulisan mereka di media cetak, khususnya
terbitan Medan.
Setiap pergantian pembicara dari sesi ke sesi berikutnya,
disediakan waktu untuk satu dua orang peserta membacakan puisi. Sebagai
penghangat suasana pertemuan.
Aku dan Asbon, sebagai Peninjau dari Sumatera
Barat, diminta untuk baca puisi di hadapan peserta. Tidak mengecewakan. Kami
dapat sambutan yang baik. Aku membacakan puisi karya John Conford , terjemahan penyair Chairil Anwar berjudul “Huesca.”
Pada saat kegiatan ini berlangsung, juga hadir penyair
Sumatera Utara, A. Rahim Qahar. Penyair
ini sudah kami kenal, karena beliau pernah datang sebelumnya ke Taman Budaya
Padang membacakan puisinya.
Begitu pun aku dikunjungi Suardi Chaniago, seorang teman yang saat itu berada di Helvetia,
tak jauh dari Taman Budaya Medan. Teman sama-sama memulai menjadi “wartawan” di
kota kelahiranku Pariaman.
Seusai kegiatan Pertemuan Penulis Muda pada malam hari
terakhir, penyair A. Rahim Qahar mengantarkan ke rumah abang kami, Zatako ---Zainudin Tamir Koto---
wartawan senior ternama yang juga beraktifitas di dunia sastra. Menulis
puisi, cerita pendek dan novel. Kumpulan Puisinya “Angku Gadang.” (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar