TERTEGAK di depan pintu masuk ruang
tamu, rumah kayu tua yang terawat baik, setelah terlebih dahulu menaiki 2
tangga dari halaman. Pertama tangga naik ke beranda. Kedua tangga masuk ke dalam
rumah. Menatap ruang tamu rumah pada masa dahulunya. Seperti juga kita masuki
rumah-rumah lama Orang Melayu.
Tertegak di pintu masuk ruang tamu. Beberapa menit. Mataku
spontan tertuju pada sebuah radio lama. Terletak di atas lemari kecil paling
sudut. Tersadar, aku segera dipersilahkan mengisi buku tamu oleh petugas
museum. Selesai menerakan identitas, segera saja aku menuju pada bagian sudut
ruang depan rumah itu, tak cukup lima langkah dari meja petugas. Menuju benda
yang pertama menarik perhatianku. Naluri memotret datang seketika. Aku ingin berselfie dengan latar pesawat radio
lama, milik keluarga Mahathir itu.
Belum sempat aku berpotret, tiba-tiba petugas museum memberi
isyarat tak membolehkan memotret. Aku tak tahu dan tak diberitahu apakah
pengunjung tidak boleh memotret. Segera saja aku beranjak dari tempat itu,
melanjutkan masuk ke dalam dan sampai pada bahagian dapur rumah. Sampai keluar
dari rumah itu, tak ada yang luarbiasa. Seleraku untuk mendocumentasikan sudah
hilang. Aku rasa biasa-biasa saja semua isi yang terdapat dalam rumah.
Perbedaannya dengan milik masyarakat umum, karena pemilik rumah ini dulunya
adalah keluarga seorang Mahathir Mohamad. Tak ada patut dikategorikan sebagai
suatu kerahasiaan. Bila memang rahasia, untuk apa museum ini dibuka untuk umum?
Apakah itu tindakan pribadi atau memang aturan dari kerajaan ??? Itulah
kekecewaan ku sebagai pelancong Museum
Rumah Kelahiran Dr Mahathir Mohamad.
Tun Dr Mahathir bin
Mohamad, dilahirkan 10 Juli 1925. Beliau dikenali dengan "Dr. M."
Perdana Menteri Malaysia yang
keempat. Menggunakan nama timangannya
sendiri, "Che Det" sebagai
nama pena, ketika aktif menulis dengan artikel pertamanya disiarkan oleh suratkabar
The Straits Times Singapura, 20 Juli
1947, bertajuk “Malay Women Make Their
Own Freedom” (Wanita Melayu Mencipta Kebebasan Sendiri). Masa
kepemimpinannya, 16 Juli 1981 - 31 Oktober 2003, Mahathir berjaya membawa
pembangunan melalui dasar-dasar dan perancangan yang diilhamkan dari kejayaan
negara-negara luar, sehingga mengangkat Malaysia ke pentas dunia sebagai salah
satu negara yang kuat dan maju di Asia Tenggara. Malaysia pernah mendapat
julukan sebagai negara Harimau Ekonomi
Asia.
Usaha beliau yang paling diingati masyarakat Malaysia dan
antarabangsa adalah berhasil membawa Malaysia keluar dari Krisis Keuangan Asia
1997. Mahathir dengan berani menolak cadangan dan juga dana bantuan dari IMF,
karena hanya akan menambah lebih buruk krisis itu sendiri. Langkah radikal Mahathir
mendapat kritikan hebat ketika itu oleh banyak pihak. Termasuk dari IMF
sendiri.
Setelah lama situasi berlalu, Mahathir barulah menyatakan,
kecaman dan pujian adalah hal biasa orang politik dan terserah kepada penilaian
berbagai pihak. Mahathir memang dikenal tokoh politik yang vocal berkait isyu
antarbangsa dan dinilai kontroversi.
Mahathir memang sudah tidak menjadi Perdana Menteri lagi
tapi dari berbagai kekurangannya yang dianggap oleh sebahagian kalangan, namun
sekarang Malaysia menikmati apa yang telah dibangunnya diantara kritikan yakni,
Jambatan Pulau Pinang, Menara Petronas, Lapangan Terbang Antarabangsa Kuala
Lumpur (KLIA), Koridor Raya Multimedia (MSC), Pusat Pentadbiran Putrajaya dan
Litar Antarabangsa Sepang. Kesemua itu telah menjadi ikon dan kebanggaan
Malaysia. Selain pembangunan lainnya di berbagai Negeri di Malaysia.
Sebelum aku berangkat menuju Malaysia ---sebelum kedatangan
ke Kedah,--- Rumah Kelahiran Mahathir Mohamad merupakan hasrat tujuan utamaku.
Aku tidaklah seorang pengagumnya, juga bukan seorang yang tak bersimpati
padanya. Lebih tersebab, semasa nama beliau berjabatan di pemerintahan dan
politik, aku sering membaca berita-berita mengenainya di suratkabar tanah airku.
Semasa yang bersamaan itu pula, aku sendiri sedang “tergila-gila” dengan
bacaan, rasa tak hidup bila tak membaca suratkabar setiap hari. Rasa
ketinggalan bila tidak mengikuti peristiwa dan informasi. Disitulah pertemuanku
dengan Mahathir. Nama Mahathir begitu popular dalam ingatanku, ketika
disebutkan nama “Malaysia.”
Alhamdulillah, aku dapat menjejak Negeri Kedah. Melanjutkan
perjalanan budayaku dari Kuala Lumpur, berkat kebaikan Amelia Hashim, penulis wanita Malaysia kelahiran Kedah. Juga dapat
“tumpangan” menginap di bilik asrama saudara Andhyka Nugraha, selama berada di Negeri bahagian Utara Malaysia
ini. Sehingga, hari ini, 6 September
2016, aku dapat mengunjungi Muzeum
Rumah Kelahiran Mahathir Mohamad, di Lorong Kilang Ais, Jalan Pegawai Alor
Star, Kedah, setelah hujan yang menderas berakhir di ibukota Kedah.
Sebelumnya, kemarin kami sudah datang ke sini untuk
berkunjung. Namun tak tersadari kemarin adalah hari tutup untuk pelancong.
Cuaca pun sama. Kemarin di depan pintu museum, gerimis yang membuat basah telah
membuat kami surut dan mengalihkan tujuan semula. Maka hari ini, kedatangan
kami sangat tepat. Hujan baru saja berhenti. Dapat menjejak rumah kelahiran
seorang pemimpin yang pernah dianugerahkan Darjah
Kebesaran Seri Maharaja Mangku Negara yang membawa gelaran Tun. Dinobatkan sebagai "Bapa
Pemodenan Malaysia" kerana berjaya membangunkan Malaysia menjadi sebuah
Negara industri baru yang disegani di kalangan negara-negara membangun. 22
tahun sebagai Perdana Menteri tercatat sebagai pemimpin kedua paling lama
memegang jabatan di Asia Tenggara setelah Presiden
Soeharto dari Indonesia.
Pertama berada dalam kawasan Rumah
Kelahiran Mahathir, perasaan nyaman terasa. Pandangan mataku terasa nyaman.
Karena ada bangunan berciri Melayu. Selain bangunan utama yang merupakan Rumah
Kelahiran, ada 3 bangunan lain yang dibangun semi permanen. Satu rumah, berisi
jejak Mahathir menjadi dokter. Rumah kedua, perjalanan politik Mahathir.
Ketiga, auditorium. Di bahagian belakangnya terdapat mushala kecil. Aku suka.
Bukan karena fungsinya karena sudah hal biasa fasilitas ini tersedia di ruang
public tapi pada penataan dan penempatannya. Sederhana. Bisa digunakan untuk 3
orang. Tempat wudhuknya berada dalam satu ruangan. Sangat simple. Aku sholat
zhuhur di sini.
Andaikan dalam kawasan ini terdapat sebuah kedai kecil
minuman, semacam di daerahku, aku pasti akan masuk sejenak, duduk di salah satu
bangku sambil menikmati secangkir kopi hangat. Apalagi di ruang terbuka di
bawah kerindangan pohon pelindung, diberi pula kemerdekaan bagi pelancong yang
memiliki kebiasaan merokok, “Smoking Area.” Aku pasti akan memuji, Mahathir
setinggi langit, ia memberi kebebasan bagi perokok, bukan hanya “memenangkan”
kaum yang anti rokok. Sayang hal itu tidak ada. Tidak berlaku di kawasan ini,
seperti umumnya juga “tidak dibolehkan” di berbagai tempat. Aku tak memiliki
sejenak menikmati “perjumpaan” itu dengan “Mahathir,” dalam suasana seperti di
daerahku “suasana kedai kopi.”
Setelah berkeliling di halaman, diantara bangunan-bangunan
dalam kawasan, aku bertemu serombongan pelancong di depan bangunan Rumah
Kelahiran. Rupanya serombongan mahasiswa yang datang dari salah satu perguruan
tinggi swasta di Jakarta, Indonesia.
Museum seperti ini, memang pantas untuk didirikan dan dibuka
untuk umum. Sekali lagi, yang terdapat dalam kawasan ini menurutku biasa-biasa
saja. Karena memang Mahathir terlahir dalam kehidupan keluarga yang biasa-biasa
saja.
Walau pun museum ini biasa-biasa dan tak menarik tapi hal
semacam ini perlu. Bukan tersebab Mahathir putera Melayu dari Kedah. Terserah
keberadaan Mahathir dalam dunia perbincangan pro dan kontra, namun Museum Rumah
Kelahirannya ini merupakan sebuah symbol yang harus tersadari oleh bangsa
Malaysia, bangsa Melayu.
Meskipun dari kehidupan biasa, karena kegigihan berjuang
meraih pendidikan, kedudukan, ilmu pengetahuan dan penguasaan akan bangsa dan
kenegaraan, beliau mampu “mengubah” kehidupan bangsanya. Rumah dan Mahathir
adalah sebuah symbol. Mestinya menjadi spirite bagi regenerasi Malaysia. Menjadi
inspiratif untuk kita bersama hendaknya.
abrar khairul ikhirma
Sintok Kedah Malaysia
7 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar