BANDAR RAYA Alor Setar, Kedah,
Malaysia, waktu tengah hari disungkup mendung. Cahaya matahari tak sempurna.
Untuk pemotretan, selalu tak menghasilkan gambar yang bagus. Hujan deras baru
berakhir, menyisakan rinai terlihat seperti jutaan jarum menghuncam kesibukan
lalulintas kota. Mataku terasa perih. Tak sepenuhnya aku dapat menikmati
suasana saat ini, berkunjung di kota
utama negeri tua yang memiliki perjalanan sejarah sangat panjang.
Amelia Hashim,
penulis wanita asal Kedah, yang berelahati membawaku ke berbagai destinasi
objek sejarah dan budaya di Kedah, mengingatkan bahwa sudah waktunya untuk
bersholat Zhuhur. Langsung saja aku mengatakan sebaiknya bersholat ke masjid
yang bersejarah dan sudah berusia tua. “Bawalah
aku ke masjid tua dan bersejarah.” Alasanku, aku lebih menyukainya.
Memiliki roh. Aku tak pernah merasa asing berada dalam bangunan selera
arsitektur zaman tempoe doeloe.
Selain Amelia, bersamaku Andhyka
Nugraha, lelaki asal Palembang ---Indonesia-- sedang menyelesaikan study
Phd di Universitas Utara Malaysia, Sintok, Kedah, kami langsung saja menuju Masjid Zahir. Baru saja sampai di
masjid, gerimis berubah menjadi hujan deras. Hari Senin bertarikh 05 September
2016. Sepintas cuaca seperti tak bersahabat. Namun berada dalam kawasan masjid
ini, serasa ada kehangatan relegius.
Baru saja terlihat menara dan kubahnya dari jauh, diam-diam
perasaan senangku sudah menelusup ke dalam kebahagiaanku. Kubahnya bercat warna
hitam. Membedakan dengan banyak kubah masjid ditemukan di berbagai tempat. Arsitekturnya
sangat menawan hati. Belum lagi bila aku temukan catatan lebih jauh tentang
keberadaan masjid. Sejarah tentu mencatat peranan masjid ini, bagaimana
berperan penting di masa lalu pada pengembangan keislaman di Negeri Kedah.
Sesudah berwuduk, untuk mencapai masuk ke dalam masjid,
harus melalui lorong panjang, dengan kiri kanan sisinya tak berdinding tapi
dengan jejeran tiang-tiang bulat menyangga atap, di bagian atas antara tiang ke
tiang dengan aksentuasi melengkung. Lorong ini pun cukup lapang. Terlihat
beberapa orang menjadikannya sebagai tempat beristirahat. Ada yang
tidur-tiduran. Ada yang membaca-baca buku bahkan ada yang memilih untuk
menggunakannya bersholat.
Dari lorong ini, dari tiap tiang ke tiang, bila menghadap ke
arah timur masjid, terlihat jelas Menara Alor Setar menjulang langit. Pun yang
sangat jelas menghadap ke arah masjid adalah Balai Besar dan bangunan Istana
Pelamin yang kini dipisahkan jalan raya, dengan kesibukan lalulintasnya.
Masjid Zahir mempunyai keluasan tapak kira-kira 124,124 kaki
persegi. Ruang tengahnya (Dewan Solat) berukuran 62 x 62 kaki persegi.
Dikelilingi oleh beranda berukuran 8 kaki lebar dengan 4 anjung yang setiap
satunya terdapat sebuah kubah. Pembangunan masjid ini memakan waktu 3 tahun. Upacara
perasmiannya dilakukan pada hari Jumaat, 6 Zulhijjah 1333H (15 Oktober 1915)
oleh DYMM Almarhum Sultan Abdul Hamid
Halim Shah. Pembaca khotbah, Tunku
Mahmud. Yang menjadi imam, baginda Sultan Abdul Hamid Shah.
Langit tidak
jua cerah sebagaimana diharapkan.
Hujan masih
menderas.
Kedatanganku
ke Alor Setar seakan disambut musim subur. Musim yang selalu dirindukan para
petani yang bergiat menanam padi. Kedah adalah kawasan negeri bertanam padi.
Karena Kedah turun temurun memiliki areal persawahan luas terbentang.
Menjadikan Kedah sebagai lumbung beras bagi Negara Malaysia.
Tetapi
dengan perkembangan zaman. Perkembangan kemajuan yang pesat terjadi di
Semenanjung Malaya ini, Kedah juga tak bisa berhindar diri. Serupa juga dengan
nasib di hampir daerah di Indonesia. Dalam melintasi Kedah selama berada di
Negeri bagian utara Malaysia ini, aku selalu dengan pandangan awas selama
perjalanan. Siaga di lubang kaca jendela kendaraan, dengan camera pocket yang
siap untuk memotret. Aku senantiasa berharap dapat memotret bangunan
rumah-rumah tua Melayu. Namun yang ada bangunan zaman beton. Entah berapa kali
Amelia memberitahu saat melintasi suatu daerah bahwa kawasan itu dulunya adalah
sawah. Sawah yang telah digantikan dengan bangunan.
Karenanya, berada di Masjid Zahir ini, bak mendapat rasa
tawar. Masjid Zahir atau juga dikenali sebagai Masjid Zahrah merupakan Masjid
Negeri Kedah. Bangunan bersejarah ini terletak di tengah-tengah bandar raya
Alor Setar. Ia juga dikenali sebagai Masjid
Raja kerana ia merupakan masjid Diraja dan terletak di halaman Istana
Pelamin.
Masjid Zahir merupakan mercutanda
yang terkenal di Alor Setar, dengan ciri kubah hitam - satu kubah utama dan
lima kubah lebih kecil, yang melambangkan lima rukun Islam.
Mulai dibangun pada 22 Rabiulawal 1330H (11 Mac 1912) atas
usaha YTM Tunku Mahmud Ibni Almarhum
Sultan Tajuddin Mukarram Shah. Lokasi masjid ini pada asalnya adalah tanah
pusara wira-wira Kedah yang gugur
semasa mempertahankan Kedah dari serangan Siam (1821). Reka bentuk masjid ini
diilhamkan dari Masjid Azizi di Bandar Langkat, Sumatera Utara. Ia
dihiasi dengan lima kubah utama sebagai lambang lima Rukun Islam.
Sumgai Kedah yang tenang dan air yang menguning |
Hujan yang tercurah lama, memberi kesempatan untukku
berkeliling menikmati keindahan arsitektur zaman lama ini. Aku pun terkesima
serombongan kanak-kanak memasuki masjid dikawal guru mereka. Aku tak sempat
memotret, pandangan yang menentramkan hati. Di belakang Masjid Zahir, terdapat
Kompleks Bangunan Mahkamah Syariah
dan Pusat Pendidikan Asas Kanak-Kanak.
Bangunan ini juga terletak berhadapan dengan Balai Nobat dan Istana
Pelamin. Masjid ini merupakan symbol pembangunan seni negeri Kedah. Konon
merupakan masjid tercantik di Malaysia.
Terakhir, setelah berkeliling dalam masjid pada tiap lorong
dan sisinya, aku menuju bangunan belakang. Di sana terdapat sebuah kedai
terbuka untuk bersantai makan minum. Tepatnya berada di pinggir Sungai Kedah.
Menghadap ke areal parkir yang luas. Tidak jauh dari Masjid Zahir terdapat
bangunan lain yang ramai dikunjungi pelancong yakni Galeri Sultan Abdul Halim , Balai Nobat, Balai Besar, Balai Seni
Negeri, Pekan Rabu, Rumah Merdeka, dan Menara
Alor Setar.
Aku sudah ditunggu Amelia dan Andhyka di kedai belakang
masjid, yang terlebih dahulu sudah berada di sana, untuk makan siang, dengan
nasi goreng kampong dan secangkir kopi hangat. Alhamdulillah….
abrar khairul ikhirma
Perjalanan Budaya ke Negeri Jiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar