Malam Puisi Sungai Melaka 2016 |
LILY SITI MULTATULIANA SUTANISKANDAR,
diberi kesempatan mempresentasikan pemikirannya terhadap kajian apresiasi
sastra, buku kumpulan cerita pendek “Puteri Zakiyah,” karya pengarang wanita
Malaysia, Amelia Hashim kelahiran Kedah. Kertas kerja yang disampaikannya
bertajuk, “Kumpulan Cerpen Puteri
Zakiyah: Suatu Perbincangan,” pada forum “Ekspresi Seni Srikandi Numera 2015,” di Institute Pendidikan Guru,
Pulau Pinang.
Keinginannya menulis kajian apresiasi, berdasarkan dalam
beberapa tahun terakhir ini, Lily rajin membaca dan menghadiri pelbagai
kegiatan-kegiatan sastra, baik di Malaysia maupun di Indonesia. Kesempatan itu
digunakan sebaiknya, karena dorongan positif Sasterawan Negara Dato Ahmad Khamal Abdullah, tersebab Lily juga
tercatat bersekutu dengan persatuan sasterawan Numera Malaysia yang dipimpin Dato.
Selain di Numera Malaysia, Lily sampai kini sudah 11 tahun
menetap bersama keluarganya di Melaka, ia juga bersekutu dengan Persatuan Penulis Negeri Melaka yang
dikenal dengan Penama. Sesuai dengan
keinginannya, ia senang memiliki pergaulan di kalangan orang seni. Bersama
kedua organisasi sastra itu, semakin memperbanyak pertemanannya, terutama
Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam dan Indonesia sendiri. Ia dapat belajar
dan mengetahui karya dan aktifitas kesastraan yang tengah berlangsung.
Baca Puisi Spontan di Kuala Lumpur |
Walaupun Lily kelahiran Pariaman,
daerah yang sama tempat kelahiranku sendiri, sebelumnya aku tidaklah
mengenalnya. Mula mengenalnya, ketika ia minta pertemanan dengan akun fb-ku.
Sejak itu kami seringkali berdiskusi dan bertengkar melalui inbox fb.
Topik pembicaraan kami tentu berkait dengan sastra, seni dan kebudayaan. Kemudian lewat sarana fb, aku perhatikan Lily semakin banyak mengenal para orang kesenian, terutama bergiat sastra di Sumatera Barat, Indonesia, yang merupakan kalangan teman-temanku beraktifitas selama ini. Hingga kini berlanjut sudah saling berjumpa satu sama lain.
Topik pembicaraan kami tentu berkait dengan sastra, seni dan kebudayaan. Kemudian lewat sarana fb, aku perhatikan Lily semakin banyak mengenal para orang kesenian, terutama bergiat sastra di Sumatera Barat, Indonesia, yang merupakan kalangan teman-temanku beraktifitas selama ini. Hingga kini berlanjut sudah saling berjumpa satu sama lain.
Dengan ia semakin rajin berkontak dengan kalangan teman-teman
di Sumatera Barat itu, Lily semakin mengenal atas keberadaan aktifitasku. Ia
begitu “nyinyir” mendorong agar aku kembali meneruskan dunia kepenulisanku di
media publik yang telah kutinggalkan sejak lama. Kadang sudah seperti atasan
memerintah ke bawahan, seakan-akan aku anak buahnya yang makan gaji darinya,
agar aku menghentikan pilihanku untuk “naik gunung.” Suatu istilahku lebih
memilih diri untuk “bertapa.” Menjauh dari keriuh-rendahan keramaian kegiatan
sastra dimana-mana yang kini tengah berlangsung.
“Pemaksaannya” berujung pada akhirnya, kesediaanku untuk
bersedia mengirimkan karya puisiku, “Hang:
Kekalkan Selat Melaka,” via inbox akun fbnya pada malam hari di hari
terakhir, dimana puisi itu menjadi salah satu puisi yang terpilih di Anugerah Puisi Dunia Numera 2014. Dengan
2 puisiku yang lain, puisi itupun telah dibukukan pada buku “Risalah Melayu Nun Serumpun,” terbitan
Numera Malaysia.
Walau pun terpilih, aku tetap mengatakan padanya, “Dengan berpedoman sesuai pada tema yang dikehendaki, membandingkan dengan semua karya yang terpilih, membuktikan prediksi yang pernah kita perdebatkan perihal puisi terpilih, benar adanya, karenanya aku tidak puas….,”
Walau pun terpilih, aku tetap mengatakan padanya, “Dengan berpedoman sesuai pada tema yang dikehendaki, membandingkan dengan semua karya yang terpilih, membuktikan prediksi yang pernah kita perdebatkan perihal puisi terpilih, benar adanya, karenanya aku tidak puas….,”
Hari kedatanganku bertarikh 21 Maret 2014 petang di Kuala
Lumpur, Malaysia, itulah baru perjumpaanku pertamakali dengan Lily di
penginapan Jeumpa d’ Ramo, Bangsar.
Lily salah seorang yang gigih mendorong kehadiranku untuk dapat hadir pada
acara Anugerah Puisi Dunia Numera 2014 di Auditorium Dewan Bahasa Pustaka, Kuala Lumpur itu.
Termasuk mengajakku selanjutnya untuk menghadiri kegiatan Penama di Melaka. Setelah 2 kali menolak, barulah aku berkesempatan hadir di tengah bulan September untuk “Malam Puisi Sungai Melaka 2016,” selepas di awal bulan berada di Kuala Lumpur menghadiri “Temu Penyair Asean 2016.”
Termasuk mengajakku selanjutnya untuk menghadiri kegiatan Penama di Melaka. Setelah 2 kali menolak, barulah aku berkesempatan hadir di tengah bulan September untuk “Malam Puisi Sungai Melaka 2016,” selepas di awal bulan berada di Kuala Lumpur menghadiri “Temu Penyair Asean 2016.”
Lily Siti Multatuliana Sutan Iskandar yang lahir di
Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia, pada tahun 1958 ini merupakan penulis
sastra yang produktif. Selain menulis esei dan kritik sastra, ia juga menulis
puisi. Puisinya tidak hanya diterbitkan di beberapa antologi bersama penyair
dari Indonesia, Malaysia, Singapore dan Bangladesh, tetapi juga bersama penyair
dari berbagai negara (33 negara di dunia). Begitu juga, tulisan esei
sastra/budayanya pernah dimuat di media cetak (Koran Haluan, Tabloid Parle dan
Majalah Titian) serta media online (Kompas.com dan Antara.com). Lily dari tahun
1990-2005 bekerja sebagai dosen di sebuah Universitas Swasta di Jakarta. Namun,
sejak tahun 2005 tinggal di Jakarta dan Melaka, karena mengikuti suami yang
bertugas di Melaka, Malaysia (Dasril
Ahmad, pengamat sastra).
Lily mengakui, pada awalnya, ia mendekati kesastraan lebih
dekat karena ia intens dimotivasi sepupu suaminya, Soetan Iwan Soekri Munaf, penyair Indonesia yang malang melintang,
pernah namanya dikenal aktif dalam dunia kepenyairan di Sumatera Barat dan
Bandung, di paruh akhir tahun 1970-an dan 1980-an. Mendorongnya untuk belajar
sastra lebih serius dan dapat menuliskan pemikiran-pengalamannya.
Menghantarku ke destinasi sejarah & budaya di Melaka |
Dalam sejumlah diskusi di inbox fb
---sebelum kami berjumpa--- mengatakan aktifitasnya bertujuan
mempromosikan nama Indonesia ---menurut hematku, Lily bermaksudkan
mengenalkan seniman dan karyanya antar negara.
Seperti telah dilakukannya selama ini secara natural antara Indonesia-Malaysia. Hal itu dimungkinkan sesuai intensitas kehadirannya di berbagai acara dalam kurun waktu dewasa ini.
Aku selalu membantah sebagaimana biasanya bahwa Indonesia tak perlu dipromosikan. Nama Indonesia itu sudah terkenal di dunia. Pada akhirnya kami tetap bertengkar. Berdiam diri untuk kesekian waktu. Lalu berbual lagi.
Seperti telah dilakukannya selama ini secara natural antara Indonesia-Malaysia. Hal itu dimungkinkan sesuai intensitas kehadirannya di berbagai acara dalam kurun waktu dewasa ini.
Aku selalu membantah sebagaimana biasanya bahwa Indonesia tak perlu dipromosikan. Nama Indonesia itu sudah terkenal di dunia. Pada akhirnya kami tetap bertengkar. Berdiam diri untuk kesekian waktu. Lalu berbual lagi.
Selama berada di Melaka dalam perjalanan budaya kali ini,
sembari dihantarkan Lily mengunjungi destinasi-destinasi berkait Melaka,
terutama sejarah dan kebudayaan, kami terus saling memperbincangkan topik-topik
kegemaran kami, perihal aktifitas seni sastra dan karya sastra. Ternyata cara
pembicaraan kami lancar dan komunikatif. Jauh bertolak-belakang seperti
sebelumnya di inbox. Begitu juga pada sejumlah kali, tatkala bertemu Lily
pulang kampung ke tanah kelahirannya, pembicaraan hampir selalu tak pernah
“nyambung.”
abrar khairul ikhirma
Bukit Katil, Melaka, 19 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar